Episode 2

Setelah selesai dengan sholat nya, Rifa kembali memakai sepatu nya lalu datang menghampiri Sarah yang ada di halaman masjid.

"Lagi fotoin apa rah?"

Sarah sedikit tertegun ketika mendengar suara Rifa yang begitu dekat.

"Eh... Kamu udah selesai sholat."

Rifa menganggukkan kepalanya.

"Aku lagi fotoin langit ciptaan Allah yang begitu indah."

Sahut Sarah dengan masih menatap ponsel yang ada di tangan nya.

Sarah kembali menatap wajah Rifa yang begitu teduh dengan senyuman manis di wajahnya.

"Kenapa rah?"

Tanya Rifa yang sedikit bingung dengan tatapan Sarah.

Sarah hanya menggelengkan kepala nya dengan di iringi senyuman nya.

Mereka pun kembali berjalan keluar dan meninggalkan masjid saat itu.

"Rif. Aku boleh nggak kasih saran sama kamu."

Sarah bertanya di sela perjalanan mereka keluar dari halaman masjid.

"Em..boleh. Saran apa rah."

Rifa selalu terlihat ceria meski dalam keadaan apapun.

Sarah sangat tau perasaan nya saat ini. Rifa pasti merasakan sakit di hati dan perasaan nya karena Arin yang berkali kali memanfaatkan dirinya untuk kepentingan pribadi nya sendiri.

"Em..kayak nya mulai detik ini kamu harus jauhi Arin deh Rif."

Rifa menatap Sarah tanpa berkata apa-apa.

"Kenapa rah?"

Sarah sejenak menghela nafas nya dengan perlahan.

"Rif. Aku tuh kasihan sama kamu, lihat kamu yang selalu di manfaatin sama teman kamu sendiri. Arin itu bukan teman yang baik Rifa. Dia hanya ingin memanfaatkan kamu untuk kepentingan pribadi nya sendiri."

Rifa menundukkan wajahnya dan sejenak menghela nafasnya.

"Tapi Arin itu teman masa kecil aku rah. Dia sudah banyak berjasa dalam diriku. Aku nggak bisa jauhi dia gitu aja."

"Memangnya sudah sejauh mana sih pertemanan kalian Rif?"

Rifa diam dan belum memberikan jawaban nya.

"Tapi kamu juga nggak bisa diam aja kayak gini Rifa. Kamu harus bisa bedakan mana orang yang berteman tulus sama kamu dan mana teman yang hanya memanfaatkan teman nya untuk kepentingan dirinya sendiri."

Rifa masih diam dengan pikiran nya sendiri.

"Sebelum nya aku berterima kasih sama kamu untuk saran nya rah. Tapi aku juga belum bisa untuk melakukan saran yang kamu berikan. Aku tetap nggak bisa jauhi Arin gitu aja."

Sarah hanya menghela nafas kesalnya, karena Rifa yang tetap kekeh dengan pilihan nya.

"Yaudah deh Rif. Terserah kamu aja. Aku cuma bisa kasih saran untuk kebaikan diri kamu sendiri, sebelum kamu nyesel nantinya."

"Tapi semoga aja, Arin benar benar tulus berteman sama kamu."

Rifa tersenyum dengan melebarkan kedua bibir nya.

Sudah lama Sarah ingin mengatakan hal demikian pada nya. Karena rasa iba nya kepada Rifa yang terus di manfaatkan oleh Arin dan beberapa teman teman nya yang lain.

Rifa adalah gadis yang sangat polos dengan sikapnya. Rasa sayang nya kepada Arin sejak kecil sudah menjadi kan mereka seperti saudara kandung kakak beradik.

Tapi lagi lagi, Arin tidak pernah terlihat melakukan hal yang sama dengan yang telah Rifa lakukan padanya.

...****************...

Sebuah pesantren modern yang berdiri tegak di pinggir jalan raya kota Malang Jawa Timur.

Berisikan ratusan santri yang berasal dari berbagai penjuru daerah Indonesia. Datang berbondong bondong untuk menimba ilmu agama yang paling penting dan paling utama ketika hidup di dunia.

Rifa pulang dengan menumpangi kendaraan umum berupa minibus kota.

Ia membuka pintu gerbang pesantren dan di sambut ramah oleh satpam yang berjaga di situ.

"Assalamualaikum neng Rifa. Selamat siang."

"Waalaikumussalam pak Bejo, selamat siang kembali."

Jawab Rifa dengan begitu ramahnya.

Walaupun terlahir dari kalangan keluarga yang berada, Rifa tetap membiasakan dirinya untuk selalu hidup mandiri tanpa bergantung kepada orang lain.

Selama memilih sekolah di luar pesantren nya, Rifa tidak pernah sekalipun merasakan yang namanya di antar jemput dengan menggunakan kendaraan pribadi milik orang tuanya.

Seragam putih abu abu dengan baju kurungnya yang khas, jilbab putih yang juga berukuran besar.

"Assalamualaikum neng Rifa."

"Waalaikumussalam."

Begitulah para santri jika berpapasan dengan Rifa saat berjalan di kawasan pesantren.

Wajah nya yang selalu menguraikan senyuman manis ramahnya, mengundang kebahagiaan dan keteduhan ketika memandang wajah nya.

"Assalamualaikum."

Rifa masuk kedalam rumah kakek nenek nya, atau yang lebih akrab ia panggil dengan sebutan Mbah untuk keduanya.

Itu adalah salah satu kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika pulang dari sekolah, sembari menunggu Abi dan umi nya selesai mengajar di kelas mereka masing masing.

"Waalaikumussalam, nduk."

Rifa menyalami tangan keduanya yang saat itu sedang duduk di ruang tamu dan membicarakan sesuatu.

Kyai Agung Hasan Basri dan bu nyai Halimah Farida. Selaku pemilik pesantren itu dan sekaligus dua sosok yang begitu di hormati dan di segani di kalangan nya.

Rifa duduk di sofa yang berdekatan dengan mereka.

"Kenapa pulangnya lama nduk? Apa banyak tugas di sekolah?"

Bu nyai membuka pembicaraan di antara mereka dengan bertanya lebih dulu kepada Rifa.

Rifa sejenak terdiam dengan senyumannya yang begitu lebar menatap Bu nyai.

"Injih Mbah, banyak tugas yang harus di selesaikan di sekolah."

"Oh... Begitulah kalau jadi orang pintar dan menonjol di sekolah, pasti akan ada tugas khusus dari guru."

Rifa kembali tersenyum dengan apa yang di katakan oleh Bu nyai saat itu.

Padahal pada kenyataannya, Rifa baru saja menyelesaikan tugas teman nya dan di tinggal begitu saja hingga ia terlambat menunaikan sholat Dzuhur nya.

"Gimana belajar mu di sekolah nduk. Ada kendala apa hari ini?"

Sekarang giliran kyai Agung yang melontarkan pertanyaan nya pada Rifa, cucu kesayangan mereka.

"Alhamdulillah, Mbah. Semua aman tanpa kendala apapun."

Dengan penuh keyakinan Rifa menjawab pertanyaan dari kyai Agung.

"Em..Rifa ke belakang dulu ya Mbah."

Mereka berdua saling menganggukkan kepalanya menyahuti Rifa.

Satu lagi yang menjadi kebiasaan Rifa saat pulang dari sekolah nya.

Ia selalu beranjak ke dapur untuk menyuguhkan minuman atau jus jeruk hangat kesukaan mereka berdua.

Dan hal itu hanya bisa di lakukan oleh Rifa saja, tanpa campur tangan dari orang lain.

"Mbah dua gelas ya nduk, nggak usah terlalu manis."

Kata kyai Agung ketika Rifa berjalan menuju dapur rumah nya.

"Injih Mbah yai."

"Abah."

Kyai Agung mendapat cubitan dari Bu nyai sebagai kode yang duduk di sebelah nya.

"Sekali aja umah. Ya toh nduk."

Rifa hanya tersenyum menatap keduanya dari kejauhan.

Ia pun kembali berjalan dan membuat kan minuman khas untuk kedua orang tersayang nya.

Saat Rifa masih berada di dapur membuat kan minuman khas nya, ustadz Hasan Abdullah yang tak lain adalah ayah kandung dari Rifa, atau putra pertama kyai Agung dan bu nyai Halimah datang menemui kedua orang tuanya di rumah mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!