Episode 12

Runa berjalan beriringan dengan Rifa yang berada di sebelah nya.

Jalanan tampak begitu hening, tidak ada yang mau berbicara satu kata pun dari keduanya.

Rifa tau bagaimana perasaan adiknya saat ini. Pasti dia sangat kecewa dengan apa yang telah ia lakukan kepada nya.

Terlihat jelas dari raut wajah Runa yang datar dan tanpa ada sedikitpun senyuman yang terurai dari nya.

Rifa sesekali melihat ke arah adiknya dan saat itu Runa hanya membalas nya dengan lirikan kedua matanya yang terlihat tajam.

"Abi kemana Run?"

Rifa mencoba membuka pembicaraan terlebih dulu untuk mencairkan suasana saat itu.

"Abi sama umi ada urusan di luar kota, udah seminggu yang lalu."

Jawab nya dengan singkat tanpa sedikitpun melihat wajah sang kakak.

"Kenapa nggak ngomong sama mbak kalau mereka pergi."

"Gimana mau ngomong kalau mbak sendiri kerjanya cuma keluar kamar masuk kamar."

Jawaban yang terdengar ketus dari lisannya dan membuat Rifa hanya menghela nafasnya dengan perlahan.

"Terlalu sibuk sama tugas sampai lupa sama keluarga sendiri dan rutinitas yang biasa di lakukan."

Rifa hanya terdiam ketika Runa menambah kembali perkataan nya yang seakan mengungkap kan isi hati nya selama ini.

Tidak ingin berkomentar apapun, Rifa tau jika selama ini ia telah melakukan kesalahan.

Sibuk dengan tugas yang tak menentu membuat nya lupa akan apa yang seharusnya ia lakukan seperti biasa.

"Apa ini yang di namakan salah cari teman? Sejak aku dekat dengan Arin, banyak sekali yang berubah dari diri ku tanpa ku sadari sedikit pun.

Dan pada hari ini, aku baru tau akan hal tersebut."

Aruna menambah langkahnya dan mendahului Rifa hingga berada di belakangnya.

"Runa."

Rifa memanggilnya lalu Runa menghentikan langkahnya sejenak.

Rifa menghentikan langkahnya tepat di hadapan adiknya kembali.

"Kamu marah sama mbak?"

Hanya sebuah lirikan tajam tanpa sepatah kata pun keluar dari kedua bibir nya.

"Memangnya sudah sebesar apa kesalahan yang telah mbak buat sampai kamu marah seperti ini sama mbak, bahkan tidak mau untuk menatap wajah mbak sedikit pun."

Dengan kedua tangan nya yang masih mendekap Al Qur'an di dada nya, Aruna mengangkat wajahnya dan menatap Rifa tajam.

"Sudah sebesar apa? Demi Allah mbak, Al Qur'an ini sebagai saksi akan janji yang pernah mbak katakan sama Runa beberapa bulan yang lalu kalau mbak akan berubah menjadi lebih baik dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Tapi apa kenyataan nya yang sudah mbak buat. Kalau saja abi dan umi tau akan sikap mbak yang sekarang, mungkin mereka akan marah dan mengatakan hal yang sama seperti Runa sekarang."

Runa kembali memalingkan wajahnya dari Rifa.

"Mbak memang salah Run, tapi kamu pasti tau kan kenapa mbak melakukan semua itu?"

Langkah mereka semakin dekat dengan rumah keduanya, Runa sejenak berhenti ketika mendengar apa yang Rifa katakan padanya.

"Kenapa mbak, karena mbak bosan dengan hidup kita yang gini gini aja, karena mbak bosan setiap hari dengerin omongan mereka yang selalu membahas agama dan akhirat, karena mbak bosan setiap hari harus capek capek cari hafalan, ngulang hafalan dan begitu seterusnya, belajar, belajar dan belajar dengan hati dan perasaan yang tertekan?

Kalau itu nggak usah di bahas lagi mbak, kita itu sama, saat ini jalan hidup kita sama mbak karena kita sama sama satu tujuan. Kalau mbak mau terus terusan mengeluh dan mencari hal baru yang membuat mbak lupa dengan diri mbak sendiri, itu sama saja dengan perlahan mbak menghancurkan masa depan mbak yang sudah Allah tentukan dengan baik. Mbak itu sudah salah jalan, mbak salah cari teman mbak, seharusnya mbak sadar dengan itu semua mbak."

"Iya Runa, mbak memang salah, mbak selalu salah dengan apa yang mbak lakukan selama ini di mata kamu. Kamu bisa ngomong seperti ini karena kamu nggak pernah berada di posisi mbak Runa. Kamu nggak pernah merasakan apa yang mbak rasakan selama ini."

Dengan perlahan air mata itu mengalir di kedua mata beningnya.

Ada perasaan terpendam yang Rifa rasakan selama ini dan tidak pernah satu orang pun yang tau akan itu semua.

"Kamu nggak pernah tau gimana rasanya selalu di minta untuk menjadi anak yang bisa melakukan semuanya, seorang anak yang harus bisa mewujudkan keinginan orang orang terdekat nya untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Apalagi dengan keadaan yang tidak pernah berubah sedikit pun, dengan banyak nya larangan yang mereka beri, dengan banyaknya peraturan yang mereka buat dalam hidup mbak, tanpa adanya ruang untuk mbak berkeluh kesah, tanpa adanya tempat untuk mbak berteduh sejenak, dan tanpa adanya perhatian khusus yang mereka beri, Runa."

Perasaan menggebu gebu yang saat ini Rifa rasakan ketika berbicara dengan orang yang ada di hadapan nya.

"Apa mbak nggak pernah bahagia selama ini menjadi putri dari seorang ustadz, menjadi cucu kesayangan dari seorang kyai besar pemimpin pesantren, di besar kan dan didik agama dengan baik oleh mereka semua, apa mbak merasa tertekan selama ini dengan semua yang mereka berikan? Apa mbak merasa jika mereka memaksa mbak untuk melakukan semua yang mereka ingin kan.

Lalu bagaimana dengan diri mbak yang sekarang bisa sekolah di luar, mengambil jalan pendidikan di luar pesantren. Bukan kah itu adalah keinginan dan pilihan mbak sendiri, apakah mereka pernah memaksa mbak untuk mengikuti jejak mereka yang menghabiskan waktu pendidikan mereka di pesantren? Lalu bagian mana yang mbak katakan jika mereka menuntut mbak untuk menjadi yang mereka inginkan karena kelebihan yang mbak miliki. Katakan sama Runa mbak."

"Mbak harus tau jika apa yang mbak lakukan saat ini sudah lebih dari satu kesalahan. Mbak sudah keluar dari diri mbak yang dulu. Semua perkara di luar sana yang tidak pernah mbak sentuh sedikitpun kini telah mbak rasakan bahkan sudah menjadi hal yang biasa. Jangan sampai mbak, satu perkara besar yang bisa menghancurkan diri dan masa depan mbak akan mbak sentuh dan menjadi hal biasa yang juga mbak lakukan."

Rifa mengangkat wajahnya menatap Runa yang ada di depannya dengan kedua matanya yang sudah sembab oleh air mata.

"Apa maksud kamu Runa?"

"Mbak pikirkan saja sendiri, jika hati mbak masih bersih, pasti mbak akan tau apa yang Runa maksud."

Runa beranjak dari tempat nya, berjalan duluan masuk kedalam rumah nya dan meninggalkan Rifa di tempat yang sama.

Rifa menjatuhkan kedua lututnya di tanah, air matanya kembali mengalir dengan begitu deras, ia berteriak dengan sekeras kerasnya, mengeluarkan segala apa yang terpendam dalam hatinya.

"Aaaaaaaaaakh....."

"Kenapa tidak ada yang mengerti akan perasaan yang aku alami sedikit pun. Kenapa tidak ada yang mengerti akan diriku saat ini."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!