6 - Kenyataan

Ryuu memandang sisa daging bebek mentah yang masih melekat di tangannya, dengan ekspresi campuran antara kesal dan ketidakberdayaan.

Dia tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan berubah menjadi seperti ini. Menjadi seorang wanita, dikejar oleh monster bebek raksasa, dan bahkan harus memakan daging mentah untuk bertahan hidup.

Entah mengapa, saat ini Ryuu tidak merasa jijik dengan tindakannya. Meskipun sebenarnya dia merasa jijik, tetapi keadaan yang mengharuskan dia melakukan hal itu membuatnya mengabaikan perasaan tersebut.

Krakk...

Dia memotong mayat bebek dengan hati yang berat, tetapi di saat yang sama, dia juga menyadari bahwa dia harus bertahan hidup.

"Kesalahan apa telah kulakukan, sehingga hidupku berubah menjadi seperti mimpi buruk ini?

Saat menikmati kelezatan daging bebek yang baru saja dia makan, pikiran Ryuu terbang ke masa lalu.

Dia teringat saat-saat ketika hidupnya masih normal, tanpa kehadiran monster-monster mengerikan dan ketidakpastian yang melingkupinya sekarang. Kehidupannya saat ini seperti mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.

Namun, tiba-tiba Ryuu tersentak dari lamunannya saat dia tersedak batuk ke belakang.

Dia cepat-cepat bangkit dan melihat sekelilingnya dengan hati yang berdebar. Dia terkejut melihat bahwa dia telah memakan sebagian besar monster bebek tersebut.

Rasa campur aduk antara kengerian dan ketidakpercayaan menyelimuti dirinya.

Gumpalan bulu dan bagian dalam perut bebek yang berlumuran darah terhampar di tanah dan ditubuhnya.

Meski begitu, takdir memihak Ryuu karena mandibula dan antenanya tetap bersih, meskipun dagunya terasa lengket.

"Menjijikan.... "

Dengan wajah meringis, ia berusaha membersihkan tangan dan lengannya dengan menyekanya di semak-semak dan rumput sebisa mungkin.

Ryuu merasa tak nyaman dengan tubuh baru feminimnya yang terlihat telanjang, meskipun ia sendirian di tengah hutan. Ia berharap dapat menemukan sesuatu untuk menutupi tubuhnya yang terbuka.

"Aku tak bisa mempercayai fakta bahwa aku benar-benar memakan daging mentah secara langsung... Meskipun sebenarnya masih jijik, tapi perasaannya sungguh lezat!" gumam Ryuu dengan ekspresi campuran antara ketidakpercayaan dan kepuasan.

Rasa lapar yang melanda dirinya telah terpuaskan sepenuhnya, meninggalkan perasaan kenyang dan puas.

Ryuu mengusap perutnya, sebuah kebiasaan yang masih ia lakukan sejak menjadi manusia. Meski tubuhnya telah berubah, kebiasaan itu masih melekat baginya.

Dia akhirnya berdiri dan melanjutkan perjalanannya dengan rasa tidak nyaman yang semakin memburuk di perutnya.

Bau yang mengikutinya membuatnya semakin khawatir terhadap predator yang mungkin tertarik. Meskipun situasinya tidak ideal, dia tidak bisa tidak peduli.

Lalu, dia merasakan sebuah rasa sakit yang menusuk di perutnya. Dia terhuyung-huyung, menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan rasa sakit itu. Lengan dan kakinya yang kecil feminim terlihat lemah saat dia mencoba melawan rasa sakit yang membelenggu dirinya.

"Fuaa..... Kurasa ini akibat makan terlalu banyak dan rakus," gumamnya dengan perasaan bersalah. Meskipun merasa kenyang, entah kenapa perutnya masih terasa ada yang mengganjal.

Rasa sakit semakin kuat ketika dia melanjutkan perjalanan. Dia memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah tempat terbuka kecil. Dia berbalik kembali ke arah perbukitan berbatu yang tampak cukup sepi.

Di dalam benaknya, dia terus memikirkan kabar istrinya. Rindu kepada sang istri membuatnya cemas. Meskipun istrinya sering mengocehinya, dia tetap mencintai sang istri yang bawel itu. Dia merindukannya dengan sangat.

"Evelyn.... "

Ia benar-benar merindukan kehangatan dan dukungan istrinya yang telah tiada, dan kini ia merasa kesepian dalam petualangan yang berbahaya ini.

Ia membutuhkan seseorang yang dapat menjadi pendampingnya, seseorang yang bisa membantunya melewati segala keanehan dan bahaya yang mengintai.

"Sungguh, apakah aku telah mati?" gumam Ryuu, pandangannya terarah ke langit.

"Bagaimana mungkin aku terdampar di dunia ini yang penuh keanehan dan berubah menjadi monster? Aneh sekali. Bahkan ada bebek raksasa dan siapa tahu apa lagi monster yang aneh yang akan kutemui, seperti lipan raksasa. Ah, membayangkannya saja, membuatku merinding."

Rasa takut melintas di hati Ryuu, namun ia segera menghela nafas panjang. Ia merasa beruntung bahwa bebek bodoh tadi tergolong lemah.

Ia berharap agar ke depannya, ia tidak akan bertemu dengan monster yang lebih kuat sampai ia menemukan jawaban atas keanehan ini.

"Aku membutuhkan senjata" gumamnya.

Ryuu merasa terdesak untuk mencari perlindungan dan senjata yang bisa digunakan dalam menghadapi bahaya di sekitarnya. Namun, ia hanya menemukan sebuah batu yang telah ia ambil sebelumnya sebagai satu-satunya pilihan yang ada. Hatinya berdegup kencang, namun ia memaksakan diri untuk tetap tenang.

Saat Ryuu berjalan terus, ia merasakan tekanan tidak nyaman di perutnya. Mungkin akibat makan terlalu banyak, namun ia memilih untuk tidak memikirkannya lebih jauh.

Ia menggelengkan kepala dan melanjutkan perjalanannya dengan tekad yang kuat. Kehidupan barunya telah membentuk naluri tubuhnya yang baru, dan saat ini ia merasa ditarik maju oleh keputusannya untuk menghindari predator.

Meski menyadari hal itu dalam benaknya, ia tidak terlalu memedulikannya. Toh, ia belum melakukan apa pun yang dapat memicu bahaya.

Akhirnya, Ryuu mencapai sebuah bukit dan memanjatnya hingga mencapai tempat yang relatif aman. Di bawah batu yang menjorok, ia menemukan perlindungan dari pandangan predator, namun tetap tidak terlalu jauh dari hutan yang memberikan tutupan yang diperlukan.

Tanpa ragu, ia berjongkok dan mulai mendorong batu, menciptakan sebuah lubang kecil di tanah dengan menggunakan tangannya. Setelah itu, ia duduk kembali, menyapu keringat yang mengucur di wajahnya, dan menghela nafas panjang.

Matanya tertutup sejenak, memori pertarungan sebelumnya masih menghantui pikirannya.

Ketika Ryuu memikirkan tentang kemungkinan bertemu dengan monster yang lebih mengerikan, ia menyadari bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengalahkannya akan lebih lama dari yang ia perkirakan sebelumnya.

Setiap pertarungan akan menjadi tantangan yang semakin berat, dan ia harus siap secara fisik dan mental.

Hari mulai gelap saat matahari tenggelam di balik hutan, mewarnai langit barat dengan warna oranye yang samar.

Cahaya semakin berkurang, dan kegelapan mulai menguasai sekitarnya. Meskipun baru beberapa jam, hari ini telah menjadi sangat berat bagi Ryuu. Namun, ia tahu bahwa perjuangannya belum berakhir.

Saat itu, tekanan di perutnya kembali meningkat. Sensasi yang tak nyaman terus mengganggu, meskipun tidak seberat yang dia bayangkan sebelumnya.

"Aarghh... Mengapa rasa aneh di perutku ini tidak hilang-hilang, sialan!" desah Ryuu dengan frustasi.

Sebenarnya, rasa itu tidak terlalu menyakitkan, namun ada sensasi aneh seakan ada sesuatu yang berkumpul dan siap untuk keluar dari bagian bawah tubuhnya.

Ryuu meraba-raba perutnya dengan cemas, mencoba mencari tahu penyebab dari sensasi yang tidak biasa ini. Apakah itu karena makanan yang ia konsumsi? Ataukah ada sesuatu yang lebih dalam yang harus ia khawatirkan?

Dan bersamaan dengan itu, Ryuu merasakan sesuatu yang lain yang bergejolak dalam dirinya. Ia menyadari bahwa perasaan itu sudah ada sebelumnya, namun ia terlalu sibuk dengan urusan lain sehingga tidak sempat memperhatikannya.

Energi itu terasa menyusup ke seluruh tubuhnya, mengalir dan berkumpul dengan sendirinya. Ryuu merasa bahwa energi itu sedang dipersiapkan untuk sesuatu yang besar.

Tiba-tiba, tekanan di perutnya secara tiba-tiba mereda, seolah-olah sebuah gelembung yang meletus.

Ryuu terdorong mundur dan menopang dirinya dengan satu tangan di belakangnya, sementara tangan lainnya secara naluriah meraih sesuatu di depannya.

Plok!

Dia melihat kilauan samar di sekitarnya, seolah-olah ada cahaya yang memancar dari objek yang dia pegang.

"Huh? Apa ini?" gumam Ryuu dengan keheranan.

Ia memegang objek berbentuk seperti telur berwarna coklat kehitaman, sama seperti cangkang yang ia keluar sebelumnya.

Energi yang bergejolak tadi tampaknya telah berkumpul dalam telur tersebut.

Setelah memeriksa telur dengan hati-hati, Ryuu meletakkannya di lubang yang dia buat, memperhatikannya dengan penuh rasa ingin tahu. Namun, pertanyaan terus menghantui pikirannya.

"Telur? Tapi ini telur dari mana?" gumam Ryuu, mencoba mencari tahu asal-usul telur misterius ini.

Pada awalnya, telur itu seukuran telur ayam biasa, tetapi sekarang tampaknya membesar dengan cepat, seolah-olah telah dikompres dan dibuka.

Ryuu memperkirakan tingginya setidaknya tiga puluh sentimeter, namun ia merasa bahwa itu belum mencapai ukuran penuhnya.

Sebuah kejutan yang mengejutkan memenuhi pikiran Ryuu saat ia menyadari asal-usul telur ini.

"Jangan.... Jangan.... Kumohon tidak.. Tidak... Tidak.. "

Ia merasa ngeri dan berkeringat dingin saat melihat ke bawah, memeriksa perutnya dengan panik. Keringat bercucuran di wajahnya saat ia mencubit pangkal hidungnya dengan kuat.

Dan kemudian, kenyataan yang mengerikan menghantam Ryuu dengan keras. Telur yang ia keluarkan sebelumnya berasal dan keluar dari alat reproduksi barunya sebagai seorang wanita serangga. Pahanya dipenuhi dengan cairan yang berasal dari telur itu, memberikan pertanda yang tak terbantahkan.

Ketakutan dan kebingungan melanda pikiran Ryuu. Ia merasa seperti berada didalam mimpi buruk.

"FAAAAKKKKKK! MENJIJIKAN - MENGAPA INI SEMUA HARUS TERJADI KEPADAKU SIALAN!!!!" Ryuu berteriak dengan penuh kemarahan dan ketidakpercayaan.

Terpopuler

Comments

Himawan Wawan

Himawan Wawan

yes

2023-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!