NURBAITI Bagian 2

Hasil akhirnya sudah jelas terpampang.

Gajahmina tumbang. Aksara Tanah Barkajang, kunci gunung berapi yang ia pegang jatuh ke tangan Nirya, memicu letusan dahsyat Gunung Barkajang.

Kini Nirya telah menjadi pengkhianat bagi negerinya sendiri, Swarnara.

Mati-matian gadis itu dan Sthira melarikan diri dari amukan kemurkaan alam. Keduanya melintasi hutan ke arah selatan, menghindari Kota Ringidatu di timur Gunung Barkajang.

Tiba-tiba Nirya merasakan tanah yang ia pijak berguncang hebat, ia berhenti melangkah seketika. Namun si pemuda dari Kalingga cepat menarik lengan bawah gadis berambut jingga itu sambil berseru, “Ayo, Nirya! Apapun yang terjadi, jangan-pernah-berhenti-lari!”

Tarikan tangan itu tepat waktu, karena sebatang pohon tumbang hampir menimpa Nirya yang terpaku tadi. Sebelum sempat bernapas lega, satu pohon lagi tumbang ke depan gadis yang berlari itu. Dengan amat lincah Nirya berkelit ke samping, lalu lari lagi.

Yang membuat jantung Nirya berdebar lebih keras, makin banyak pohon bertumbangan dan sebagian menimpa hewan-hewan di tanah. Seekor harimau, hewan buas khas Swarnara lari melintas di depan kedua pendekar. Sthira menghunus goloknya, bersiap menebas sambil lari. Harimau itu melihat kedua manusia, tapi berbalik ke arah lain, menjauh dari gunung. Jelas naluri untuk menyelamatkan diri lebih besar daripada rasa lapar atau semacamnya.

Lalu, terdengarlah suara seekor kancil yang memilukan. Mendengarnya, Nirya berbalik dan menghampiri hewan malang itu.

“Jangan! Biarkan saja dia!” Teriakan Sthira tak dihiraukan, Nirya berusaha menarik tubuh si kancil dari pohon yang menghimpit kakinya. Tiba-tiba, satu pohon lain tumbang ke arah Nirya dan si kancil, padahal si penolong tak menyadarinya, terlalu sibuk. Jadi terpaksalah Sthira menerjang, mendorong tubuh Nirya ke tempat aman. Batang pohon ambruk sudah, menimpa si hewan malang.

Menahan air mata yang hampir berderai, Nirya berbalik dan lari lagi. “Maafkan aku, kancil kecil... teman-teman kerlawar... Tetua Rahli Marus.... Rakyat Ringidatu dan Swarnara! Ini demi seluruh Antapada!”

\==oOo==

Selamat dari gempa dan letusan Gunung Barkajang, Nirya dan Sthira melanjutkan perjalanan ke tenggara, melintasi Pulau Swarnara. Sengaja mereka tak singgah di kota-kota, takut ada yang curiga pada mereka.

Baru di Nurbaiti, mau tak mau kedua pendekar muda ini singgah. Karena memang inilah satu-satunya kota pelabuhan penyeberangan ke Pulau Jayandra.

Saat duduk-duduk sambil makan malam di kedai, Sthira-Nirya mendengarkan kasak-kusuk beberapa tamu yang isinya kurang-lebih sama. “Sudah kaudengarkah beritanya? Gunung Barkajang meletus! Ibukota Ringidatu luluh-lantak dihentak gempa! Raja kita, Tanakara mangkat dan hampir seluruh keluarganya jadi korban bencana ini!” kata seorang pria berkumis dan berjanggut tipis.

Pria kedua yang mengenakan topi merah-kuning terperanjat. “Benarkah? Waduh, ini bencana besar bagi Swarnara! Tanpa dukungan raja dan ibukota, tanpa pemimpin, semangat tentara kita pasti jatuh ke titik nadir!”

“Aduh, gawat kalau begitu!” tanggap pria ketiga yang bertubuh kecil dan gendut. “kalau sampai negeri-negeri seperti Jayandra, Kalingga atau bahkan Jerian menyerang, matilah kita!”

“Ngomong-ngomong soal Kalingga...” Si janggut tipis bangkit berdiri dan menunjuk ke arah Sthira. “Lihat! Pakaian itu... dia orang Kalingga! Dia pasti mata-mata!”

“Kau benar!” Si topi merah-kuning menghunus sejenis golok-belati indah yang disebut rencong. “Ayo keroyok dia! Jangan beri ampun!”

Si pendekar Kalingga lantas bangkit dengan senjata tergenggam di tangan. Di hadapan Sthira kini, sedikitnya tujuh pria mengepungnya sambil mengayun-ayunkan berbagai macam senjata. Tukasnya, “Aku sudah tahu niat kalian dari pembicaraan tadi. Tapi karena aku sedang bosan menumpahkan darah malam ini, kuajak kalian semua berpikir dulu. Seandainya aku ini benar-benar mata-mata Kalingga, dalam masa perang ini aku pasti bakal menyamar sebagai orang Swarnara, atau aku cukup kuat untuk menghabisi kalian bertujuh dan semua insan di sini agar tak ada saksi mata. Bagaimana kesimpulan kalian?”

Para pengeroyok itu terdiam, mengerutkan dahi. Baru beberapa saat kemudian si topi merah-kuning yang tampaknya cerdas berseru, “Menyamar atau tidak, semua pendekar dari pulau-pulau lain harus dibungkam!”

“Kalau begitu, kutunjukkan ‘syarat kedua untuk menjadi seorang mata-mata’ pada kalian!” Prana petir menyambar-nyambar dari tubuh si pendekar Kalingga, sarat ancaman nyata.

Para pengeroyok rupanya gemetaran. Tanpa bicara sepatah katapun, mereka mundur teratur. Tujuh pria yang baru sadar mereka kalah tenaga dan prana itu berhamburan keluar dari kedai tanpa membayar, tanpa bisa dicegah sang pemilik kedai.

Melihat itu, Nirya menghela napas lega. Kalau mereka membuat keributan di Kota Nurbaiti ini, usaha mencari sarana penyeberangan ke Jayandra akan tambah mustahil. Selayang pandang, tampak tinggal seorang pemuda tampan berambut biru dan berpakaian biru-hijau duduk di pojokan kedai, menyeruput minuman keras-hangat yang disebut tuak.

Aneh, pria itu tampaknya bukan pendekar biasa, tapi bertingkah seolah tak terjadi apa-apa sejak tadi. Itukah prinsip seorang pendekar sejati, bertarung atau ikut campur hanya bila benar-benar perlu?

“Nah, kalau begini kita bisa bicara lebih leluasa,” kata Sthira, kembali duduk bertatap muka dengan “teman seperjuangan”-nya.

Namun Nirya tetap berbisik-bisik, “Hati-hati, si rambut biru di pojok itu mungkin bisa mencuri dengar.”

“Biar saja. Siapa tahu dia bisa jadi kawan, lawan atau tak mau ikut campur pula.” Tanpa sadar suara Sthira juga jadi setengah berbisik.

“Baiklah, kalau kau yakin begitu.” Nirya baru mengangguk setelah terdiam sesaat.

“Hmm, Raja Tanakara mangkat. Rupanya dampak letusan Barkajang lebih parah dari dugaanku.” Sthira mengerutkan dahinya.

“Kalau begitu, misi kita telah tuntas, ‘kan?” pinta Nirya penuh harap.

Namun jawaban dari Sthira hanya gelengan kepala. “Belum. Ini baru permulaan. Baru satu gunung yang meletus, baru satu negeri yang dilemahkan. Kalau kita berhenti sekarang, Swarnara akan jadi rebutan Jayandra dan Kalingga, seperti kata orang-orang tadi. Dan perang akan terus berlanjut, malah makin memanas.”

Nirya terperangah. Ia kini seakan terperangkap, tak bisa mundur lagi. Ia mengulang kesimpulan Sthira agar dapat memahaminya. “Swarnara kini lemah. Kalau kita tak melemahkan Jayandra, Kalingga, Rainusa dan Akhsar pula, aku akan kehilangan kampung halaman.”

“Tepat. Baguslah kalau kau paham.”

“Nah, kita akan ke mana di Jayandra nanti?”

Sthira lalu mengeluarkan peta Jazirah Antapada, membeberkannya di meja lalu menunjuk ke beberapa titik. “Pulau Jayandra amat terkenal karena memiliki gunung berapi terbanyak di Antapada, lebih banyak daripada Swarnara. Karena Jayandra negeri yang  makmur dengan kekuatan militer melebihi negeri-negeri lainnya, kita harus membuat dua gunung meletus di sana. Yang satu adalah di sebelah barat pulau, tepatnya Gunung Argoparang dekat Karuhun, kota ketiga terbesar di Jayandra. Yang kedua adalah Gunung Megaswari di pusat negeri, dekat ibukota termasuk kota terbesar di Jayandra, yaitu Wulantra. Tujuan-tujuan lain bisa kita pikirkan seandainya salah satu dari kedua gunung sasaran kita itu gagal meletus.”

“Lantas, bagaimana kita bisa mendapatkan kapal penyeberangan di masa perang begini?” tanya Nirya. “Bagaimana caramu menyeberang dari Kalingga ke Swarnara?”

“Aku mencuri perahu layar nelayan di Kalingga. Dan kurasa aku akan melakukan hal yang sama lagi di Swarnara ini.” Nada bicara Sthira terkesan santai, seolah sedang membicarakan kebiasaan sehari-hari.

Memaksa orang-orang berkorban nyawa atau sumber nafkah mereka sepanjang jalan, menghalalkan segala cara, mendatangkan penghancuran dan bencana alam – inikah prasyarat utama untuk mewujudkan idealisme seseorang tentang solusi untuk mengakhiri perang, mencetuskan zaman baru penuh kedamaian?

Seolah menjawab kerut keraguan di wajah Nirya itu, Sthira melanjutkan, “Semua ini terpaksa harus kita lakukan, Nirya. Kalau bisa, aku juga tak mau membunuh siapapun atau apapun, juga merusak masa depan banyak orang. Tapi, bila hanya itu satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan, kita tak punya pilihan selain menapakinya.”

Jalan lain. Pasti ada jalan lain. Mungkin situasi ini terlalu pelik hingga belum ada seorangpun yang terpikir ke sana. Mungkin solusinya sebenarnya mudah, tapi terhambat oleh kepentingan negeri-negeri pulau itu masing-masing. Mengutamakan persatuan untuk seluruh Antapada itu sangat merugikan bagi mereka, katanya.

Nurani Nirya sudah amat tersiksa sampai detik ini, namun Sthira bersikap seolah-olah aksi di Gunung Barkajang itu baru pemanasan dan penjajakan. Jadi gadis itu tak berkata apa-apa lagi. Mungkin menganggap itu tanda setuju, Sthira langsung menerangkan hal-hal teknis yang berkaitan erat dengan misi kali ini, dan Nirya menanggapinya dengan cukup seksama.

“Baiklah, kalau tak ada pertanyaan lain, kita akan beraksi di dermaga pelabuhan tengah malam ini,” ujar Sthira mantap.

Nirya tak menanggapi Sthira dan melayangkan pandangan ke arah lain. Tampak si pemuda tampan berambut biru masih duduk di tempatnya, lagi-lagi menyeruput tuak hangatnya.

Keterangan Gambar: Kera Kelelawar (Bat-Monkey), referensi untuk monster kerlawar ala Dunia Everna. Besarnya kira-kira seukuran kera biasa, bukan raksasa seperti di gambar. 

Terpopuler

Comments

earvinJP

earvinJP

Heebooh!

2020-02-09

4

lihat semua
Episodes
1 Prolog BARKAJANG
2 RINGIDATU Bagian 1
3 RINGIDATU Bagian 2
4 NURBAITI Bagian 1
5 NURBAITI Bagian 2
6 NURBAITI Bagian 3
7 RATAUKA Bagian 1
8 RATAUKA Bagian 2
9 RATAUKA Bagian 3
10 RATAUKA Bagian 4
11 WULANTRA Bagian 1
12 WULANTRA Bagian 2
13 WULANTRA Bagian 3
14 Peta, Daftar Tokoh dan Daftar Istilah
15 SRIWEDARI Bagian 1
16 SRIWEDARI Bagian 2
17 SRIWEDARI Bagian 3
18 MEGASWARI Bagian 1
19 MEGASWARI Bagian 2
20 MEGASWARI Bagian 3
21 MEGASWARI Bagian 4
22 DANURAH Bagian 1
23 DANURAH Bagian 2
24 DANURAH Bagian 3
25 DANURAH Bagian 4
26 DANURAH Bagian 5
27 IDHARMA Bagian 1
28 IDHARMA Bagian 2
29 IDHARMA Bagian 3
30 IDHARMA Bagian 4
31 IDHARMA Bagian 5
32 IDHARMA Bagian 6
33 DABONGSANG Bagian 1
34 DABONGSANG Bagian 2
35 DABONGSANG Bagian 3
36 DABONGSANG Bagian 4
37 DABONGSANG Bagian 5
38 TUBAR'E Bagian 1
39 TUBAR'E Bagian 2
40 TUBAR'E Bagian 3
41 TUBAR'E Bagian 4
42 TUBAR'E Bagian 5
43 TUBAR'E Bagian 6
44 TUBAR'E Bagian 7
45 TUBAR'E Bagian 8
46 APUKONDAO Bagian 1
47 APUKONDAO Bagian 2
48 APUKONDAO Bagian 3
49 APUKONDAO Bagian 4
50 APUKONDAO Bagian 5
51 Trivia Quiz 1!
52 YAMKORA Bagian 1
53 YAMKORA Bagian 2
54 YAMKORA Bagian 3
55 YAMKORA Bagian 4
56 YAMKORA Bagian 5
57 YAMKORA Bagian 6
58 YAMKORA Bagian 7
59 YAMKORA Bagian 8
60 WATAS Bagian 1
61 WATAS Bagian 2
62 WATAS Bagian 3
63 WATAS Bagian 4
64 WATAS Bagian 5
65 WATAS Bagian 6
66 WATAS Bagian 7
67 Trivia Quiz 2 dan Pengumuman!
68 DANTONU Bagian 1
69 DANTONU Bagian 2
70 DANTONU Bagian 3
71 DANTONU Bagian 4
72 DANTONU Bagian 5
73 DANTONU Bagian 6
74 DANTONU Bagian 7
75 DANTONU Bagian 8
76 DANTONU Bagian 9
77 HAMENTANE Bagian 1
78 HAMENTANE Bagian 2
79 HAMENTANE Bagian 3
80 HAMENTANE Bagian 4
81 MANTIKEI Bagian 1
82 MANTIKEI Bagian 2
83 MANTIKEI Bagian 3
84 MANTIKEI Bagian 4
85 MANTIKEI Bagian 5
86 MANTIKEI Bagian 6
87 MARDANI Bagian 1
88 MARDANI Bagian 2
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Prolog BARKAJANG
2
RINGIDATU Bagian 1
3
RINGIDATU Bagian 2
4
NURBAITI Bagian 1
5
NURBAITI Bagian 2
6
NURBAITI Bagian 3
7
RATAUKA Bagian 1
8
RATAUKA Bagian 2
9
RATAUKA Bagian 3
10
RATAUKA Bagian 4
11
WULANTRA Bagian 1
12
WULANTRA Bagian 2
13
WULANTRA Bagian 3
14
Peta, Daftar Tokoh dan Daftar Istilah
15
SRIWEDARI Bagian 1
16
SRIWEDARI Bagian 2
17
SRIWEDARI Bagian 3
18
MEGASWARI Bagian 1
19
MEGASWARI Bagian 2
20
MEGASWARI Bagian 3
21
MEGASWARI Bagian 4
22
DANURAH Bagian 1
23
DANURAH Bagian 2
24
DANURAH Bagian 3
25
DANURAH Bagian 4
26
DANURAH Bagian 5
27
IDHARMA Bagian 1
28
IDHARMA Bagian 2
29
IDHARMA Bagian 3
30
IDHARMA Bagian 4
31
IDHARMA Bagian 5
32
IDHARMA Bagian 6
33
DABONGSANG Bagian 1
34
DABONGSANG Bagian 2
35
DABONGSANG Bagian 3
36
DABONGSANG Bagian 4
37
DABONGSANG Bagian 5
38
TUBAR'E Bagian 1
39
TUBAR'E Bagian 2
40
TUBAR'E Bagian 3
41
TUBAR'E Bagian 4
42
TUBAR'E Bagian 5
43
TUBAR'E Bagian 6
44
TUBAR'E Bagian 7
45
TUBAR'E Bagian 8
46
APUKONDAO Bagian 1
47
APUKONDAO Bagian 2
48
APUKONDAO Bagian 3
49
APUKONDAO Bagian 4
50
APUKONDAO Bagian 5
51
Trivia Quiz 1!
52
YAMKORA Bagian 1
53
YAMKORA Bagian 2
54
YAMKORA Bagian 3
55
YAMKORA Bagian 4
56
YAMKORA Bagian 5
57
YAMKORA Bagian 6
58
YAMKORA Bagian 7
59
YAMKORA Bagian 8
60
WATAS Bagian 1
61
WATAS Bagian 2
62
WATAS Bagian 3
63
WATAS Bagian 4
64
WATAS Bagian 5
65
WATAS Bagian 6
66
WATAS Bagian 7
67
Trivia Quiz 2 dan Pengumuman!
68
DANTONU Bagian 1
69
DANTONU Bagian 2
70
DANTONU Bagian 3
71
DANTONU Bagian 4
72
DANTONU Bagian 5
73
DANTONU Bagian 6
74
DANTONU Bagian 7
75
DANTONU Bagian 8
76
DANTONU Bagian 9
77
HAMENTANE Bagian 1
78
HAMENTANE Bagian 2
79
HAMENTANE Bagian 3
80
HAMENTANE Bagian 4
81
MANTIKEI Bagian 1
82
MANTIKEI Bagian 2
83
MANTIKEI Bagian 3
84
MANTIKEI Bagian 4
85
MANTIKEI Bagian 5
86
MANTIKEI Bagian 6
87
MARDANI Bagian 1
88
MARDANI Bagian 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!