RINGIDATU Bagian 2

Pemandangan pepohonan, bunga-bunga yang bertebaran dan bermandikan cerahnya mentari di balik awan sungguh bagai surga bagi siapapun yang melihatnya, tak terkecuali Nirya.

Saat mata berbulu lentik gadis berambut jingga itu kembali terbuka, tak sengaja senyum termanis terkulum di bibir delima merekahnya. Udara sejuk menerpa kulitnya yang seputih susu namun ternoda darah dan luka-luka, rasa segar luar biasa merasuk seketika, terhalang nyeri yang tiba-tiba ikut menyapa.

Sadar dirinya tengah berbaring di udara terbuka, Nirya berusaha bangkit. Namun gadis itu kembali terduduk lemas, bersandar di pohon. Sisa luka bakar yang ia derita tadi masih terasa amat nyeri di kulitnya, membuktikan bahwa gadis itu belum pindah dunia.

“Hei, jangan bergerak dulu!” Seruan seorang pria membuat Nirya terperanjat.

Gadis berambut jingga itu lantas menoleh ke sumber suara. Tampak jelas sosok seorang pria muda belia berjalan mendekatinya. Setiap gerakan dari tubuh pemuda yang ramping namun tegap dan cukup berotot ini membuat darah Nirya berdesir, jantungnya berdegup kencang. Apalagi menatap paras wajah sang pria yang lebih belia dari perawakannya itu, seakan adalah karya indah Sang Mahesa, seluruh dunia dan segala waktu Nirya seakan terhenti seketika itu.

Nirya bicara terbata-bata, “A-apakah kau yang....”

“Ya. Akulah yang mencegahmu terpanggang hidup-hidup dalam rumah gadang yang terbakar hebat itu,” ujar si pemuda. “Namaku Sthira Tarunaga, dan aku seorang pendekar pengelana dari Kalingga. Kebetulan aku sedang lewat, dan aku tak bisa tinggal diam saat mendengar teriakan-teriakanmu dari dalam sana.”

“Ah, rupanya Sang Mahesa masih mengasihaniku,” kata Nirya, matanya mulai berkaca-kaca. “Terima kasih, Sthira karena sudah menyelamatkan nyawaku. Aku, Nirya putri Panigara sungguh berhutang budi padamu.”

“Tak usahlah perhitungkan hutang budi, aku hanya menunaikan tugasku sebagai pendekar saja,” kata Sthira sambil tersenyum. “Tapi, kelihatannya yang terbakar itu rumahmu, ‘kan?”

Nirya mengangguk sambil tertunduk lesu.

“Apa kau tahu akan tinggal di mana setelah ini?”

Kata-kata Sthira kali ini terkesan janggal. Tak pantas rasanya seorang pemuda langsung menanyakan urusan pribadi gadis yang namanya baru saja ia tahu.

Namun, dengan polosnya Nirya malah menggelengkan kepalanya. Jelas kini ia sebatang kara.

“Bagaimana kalau kau ikut aku berkelana, Nirya?” Tawaran Sthira ini amat mendadak.

Nirya langsung mengerutkan dahi dan menatap pria kurang ajar itu, jawabannya untuk itu sudah pasti. “Aku tak nyaman bepergian jauh dengan pria yang baru kukenal namanya.”

“Oh, maaf, Nirya. Aku tak tahu tata pergaulan di Swarnara ternyata tak sebebas di Kalingga,” ujar Sthira sambil pasang wajah polos dan mengusap-usap hidung dengan jari telunjuknya. “Begini saja, aku tadi sudah memulihkan sebagian luka-lukamu dengan pranaku. Jadi ayo kita cari tabib di sekitar sini, dan kita akan membicarakan sebuah rahasia.”

“Dan kalau aku tak suka dengan hasil pembicaraan kita nanti?”

“Maka kau harus berusaha meyakinkanku untuk menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Kalau tidak, aku terpaksa akan terus membungkammu.” Untuk sesaat, tatapan mata Sthira tampak dan terasa bagaikan belati yang menghunjam kalbu Nirya, membuat gadis itu terpojok. “Silakan pilih, apa kau ingin mengetahui rahasia ini, tetap tinggal di sini dalam bayang-bayang musibah yang menimpamu tadi, atau berkelana tak tentu arah, menghadapi segala bahaya sendirian.”

Nirya tak segera menjawab. Benaknya sibuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dari setiap pilihannya. Apalagi didera rasa nyeri luka yang kambuh tiba-tiba, pilihan-pilihan gadis itu makin terbatas. Nirya yang masih lemas ini bisa saja memulihkan diri dengan prananya sendiri, namun saat melakukannya ia akan sangat rentan serangan hewan buas atau manusia yang lebih buas lagi.

Maka, pilihan Nirya tinggal satu. “Tak perlu tabib. Cukup tunggu saja sampai aku selesai memulihkan diri, dan aku akan mendengarkan rahasiamu itu, Sthira.”

\==oOo==

Menatap rumahnya yang kini rata dengan tanah, berbagai pikiran berpacu silih-berganti dalam benak Nirya Panigara. Sambil melangkahi arang dan abu yang berserakan, mata jeli gadis itu menatap sekeliling, seakan mencari sesuatu di tanah.

Beberapa lama kemudian, mata Nirya tertuju pada kilapan cahaya matahari yang terpantul pada sebuah benda. Segera ia bergegas ke dekat kilauan itu. Ternyata benda itu adalah bilah kerambit yang rupanya tertimpa reruntuhan tiang bubungan atap yang runtuh. Nirya berusaha mengangkat tiang itu dengan dua tangan, namun yang bergerak hanya matanya saja yang menyipit dan giginya gemertak. Tiang yang separuh utuh itu masih terlalu berat baginya.

“Mari, biar kubantu.” Sthira langsung maju, dan tanpa menunggu persetujuan Nirya mulai mengangkat tiang itu. Otot-otot lengannya tampak mengembang, suara lenguhan tanda pengerahan tenaga membahana. Perlahan tapi pasti, tiang mulai terangkat dan bergeser ke satu sisi. “Ayo ambil, Nirya!” serunya kemudian.

“Oh?! Oh!” Nirya yang rupanya sedang terpana melihat “pemandangan pria indah” di depannya itu terkesiap seketika, dan dengan sigap mengambil kerambit kembar berantainya dari tanah.  Saat ia bilang “sudah”, Sthira lantas menjatuhkan tiang itu ke tanah. Karena memang sudah agak rapuh, tiang arang itu patah saat membentur tanah.

Si gadis berambut jingga menimang-nimang kerambitnya bagai anaknya sendiri, lalu menyarungkannya.

“Nah, kini aku siap mendengarkan ceritamu,” ujar Nirya saat ia dan Sthira sudah duduk tenang di sebuah sudut, tempat di mana dapur seharusnya berada. “Jadi, berdasarkan kata-katamu di hutan tadi, kau menyeberangi laut dari Kalingga dan mengunjungi Ringidatu tak sekadar berkelana saja, ya ‘kan?”

“Ya.” Sthira melirik kanan-kiri, memastikan tak seorangpun di sekitar yang melihat dan mendengar mereka. Lalu ia memulai penjelasannya, “Nah Nirya, tahukah kau negerimu, Swarnara bahkan seluruh Antapada telah lebih dari sepuluh tahun berperang, dan Perang Besar Antapada masih berlangsung?”

Nirya mengangguk, matanya menyorot penuh dendam saat teringat Badar dan para pengkhianat. “Ya, tapi mungkin aku termasuk segelintir penduduk Ringidatu yang menyadarinya.”

“Tak heran. Hampir semua pertempuran terjadi di laut, dan pihak kerajaan bisa dengan mudah menutup-nutupinya dari rakyat yang hidup tenang di pedalaman.”

“Jadi, apa hubungan perjalanan ini dengan Perang Besar Antapada?”

Wajah Sthira tampak muram. “Aku adalah seorang mantan prajurit. Waktu beranjak remaja, aku direnggut paksa dari rumahku, dipisahkan dari ibuku, seorang janda, padahal akulah yang selama ini merawat beliau. Aku dilatih amat keras di barak tentara. Salah seorang pemimpin pasukan menemukan tenaga dalam berunsur petir dalam diriku, jadi ia melatihku sebagai murid khususnya.”

Nirya menyimak hampir tanpa berkedip.

“Hasilnya, aku menjadi prajurit belia yang amat ditakuti lawan. Entah berapa banyak perahu dan kapal musuh yang kutenggelamkan, hanya dengan mengandalkan pranaku semata. Jasaku amat banyak, jadi dengan cepat aku naik pangkat menjadi Perwira. Namun, makin banyak prajurit yang kuhilangkan nyawanya, teriakan-teriakan nurani dan akal sehatkupun makin keras terngiang.”

“Apa kata suara itu?”

“Intinya, percuma saja aku mengukir jasa. Perang Besar Antapada ini seakan takkan kunjung berakhir. Tiada negeri yang cukup kuat untuk mempersatukan seluruh Antapada. Baik Kalingga, Jayandra, Rainusa, Swarnara, Akhsar, Bethara dan Dhuraga, semua sama kuat dan saling mengimbangi satu sama lain. Kalau keadaan ini terus berlanjut, maka Antapada akan sangat rentan diserbu negeri-negeri lain seperti Jerian, Moshaka, bahkan negeri-negeri besar dan kuat seperti Wushu, Taehon atau Shima.”

Tercenganglah Nirya. Tak ia sangka, remaja pria yang hanya terpaut dua tahun lebih tua dari dirinya ini punya pemikiran yang setara dengan ahli strategi berpengalaman.

Sthira melanjutkan ceritanya, “Semula aku bertekad mendukung Kalingga sebagai pemersatu Antapada. Sesaat setelah dilantik sebagai laksamana, aku pulang ke kampung halaman untuk membawa ibuku tinggal bersamaku di ibukota. Namun sayang, desa dan rumahku telah habis dibakar dan dijarah gerombolan perampok, dan ibuku tewas di tangan mereka.”

Ada rasa sesak di dada Nirya, pertanda ia takkan suka kata-kata berikutnya ini.

Benar saja, Sthira bicara dengan tatapan mata seakan berapi-api, “Penuh amarah, kuserbu sarang perampok sendirian, semua orang di sana kuhabisi tanpa sisa. Sesaat sebelum menghembuskan napas terakhir, si pemimpin perampok menyalahkan perang berkepanjangan yang membuat mereka terpaksa beralih dari petani menjadi perampok. Saat itulah aku sadar, Kalingga sedang digerogoti dari dalam dan amat rapuh, kehancuran mengancam tiap saat.”

“Menatap bekas desaku yang habis terbakar, aku mendapat gagasan baru,” Sthira bicara sambil tersenyum. “Bagaimana bila negeri-negeri lain di Antapada dilemahkan pula dengna cara yang sama, namun jauh lebih dahsyat? Seperti yang kita tahu, di wilayah Kepulauan Antapada ini terdapat gunung-gunung berapi yang letaknya berdekatan dengan pusat negeri-negeri. Nah, andai gunung-gunung itu meletus satu-persatu di waktu yang berdekatan, negeri-negeri yang pusatnya terlanda bencana pasti akan sangat lemah. Pada akhirnya, negeri-negeri besar akan mengadakan gencatan senjata. Perang Besar Antapada berakhir, dan kedamaian terciptalah.”

Tanpa sadar, Nirya menegakkan tubuhnya, menjauh dari pemuda itu. Benak gadis cerdas namun minim pengalaman itu berpacu hebat, mencoba mencerna dan menilai lebih jauh penuturan Sthira ini. Karena bila tidak, kesimpulan Nirya pasti Sthira harus dihentikan. Dan menantang orang yang – katanya – telah menghabisi sepasukan perampok seorang diri ini pasti akan sangat mengerikan, bisa-bisa Nirya bakal kehilangan nyawa seperti lilin dihembus angin.

Apalagi saat Sthira menyampaikan kesimpulannya, “Aku pernah dengar dan baca dari para cendekiawan dan perpustakaan bahwa tiap gunung berapi di Antapada memiliki juru kunci yang masing-masing memegang satu segel aksara gaib. Bilamana aksara gaib itu berhasil direbut dan digunakan untuk membuka segel, maka gunung berapi akan meletus secara tak alami.”

“A-ada berapa gunung yang ingin kaubuat meletus, Sthira?” Suara Nirya makin bergetar.

“Enam atau tujuh, tergantung situasinya.” Nada bicara Sthira terkesan santai, seolah nyawa banyak sekali manusia tak lebih tinggi nilainya dari nyawa prajurit dan kuda perang.

“Tidakkah kau sadar berapa banyak nyawa bakal dikorbankan demi misi ini?” sergah Nirya.

“Ya, kusadari itu. Mengorbankan ribuan demi menyelamatkan jutaan jiwa, hanya itulah satu-satunya jalan,” ujar Sthira mantap. “Nah, karena kau telah tahu rencanaku, giliranku bertanya. Bersediakah kau membantuku dalam misi ini, Nirya?”

Inilah dia. Saat penentuan akhirnya tiba.

Keringat dingin menetes dari kening gadis berambut jingga itu. Nirya sadar, nasibnya kini bergantung dari keputusan yang akan ia buat ini, memilih antara mengikuti nurani atau logika.

Apapun yang akan ia pilih, hidupnya takkan pernah sama lagi.

Keterangan Gambar: Belati Kerambit.

Terpopuler

Comments

Indraqilasyamil

Indraqilasyamil

suka cerita yang mengangkat kearifan lokal

2020-12-08

1

BOOMBOGIE

BOOMBOGIE

maju tak gentar thorr

2020-04-04

3

Nita Nita

Nita Nita

sukses ya! kearifan lokal selalu plus plus likenya

2019-11-30

5

lihat semua
Episodes
1 Prolog BARKAJANG
2 RINGIDATU Bagian 1
3 RINGIDATU Bagian 2
4 NURBAITI Bagian 1
5 NURBAITI Bagian 2
6 NURBAITI Bagian 3
7 RATAUKA Bagian 1
8 RATAUKA Bagian 2
9 RATAUKA Bagian 3
10 RATAUKA Bagian 4
11 WULANTRA Bagian 1
12 WULANTRA Bagian 2
13 WULANTRA Bagian 3
14 Peta, Daftar Tokoh dan Daftar Istilah
15 SRIWEDARI Bagian 1
16 SRIWEDARI Bagian 2
17 SRIWEDARI Bagian 3
18 MEGASWARI Bagian 1
19 MEGASWARI Bagian 2
20 MEGASWARI Bagian 3
21 MEGASWARI Bagian 4
22 DANURAH Bagian 1
23 DANURAH Bagian 2
24 DANURAH Bagian 3
25 DANURAH Bagian 4
26 DANURAH Bagian 5
27 IDHARMA Bagian 1
28 IDHARMA Bagian 2
29 IDHARMA Bagian 3
30 IDHARMA Bagian 4
31 IDHARMA Bagian 5
32 IDHARMA Bagian 6
33 DABONGSANG Bagian 1
34 DABONGSANG Bagian 2
35 DABONGSANG Bagian 3
36 DABONGSANG Bagian 4
37 DABONGSANG Bagian 5
38 TUBAR'E Bagian 1
39 TUBAR'E Bagian 2
40 TUBAR'E Bagian 3
41 TUBAR'E Bagian 4
42 TUBAR'E Bagian 5
43 TUBAR'E Bagian 6
44 TUBAR'E Bagian 7
45 TUBAR'E Bagian 8
46 APUKONDAO Bagian 1
47 APUKONDAO Bagian 2
48 APUKONDAO Bagian 3
49 APUKONDAO Bagian 4
50 APUKONDAO Bagian 5
51 Trivia Quiz 1!
52 YAMKORA Bagian 1
53 YAMKORA Bagian 2
54 YAMKORA Bagian 3
55 YAMKORA Bagian 4
56 YAMKORA Bagian 5
57 YAMKORA Bagian 6
58 YAMKORA Bagian 7
59 YAMKORA Bagian 8
60 WATAS Bagian 1
61 WATAS Bagian 2
62 WATAS Bagian 3
63 WATAS Bagian 4
64 WATAS Bagian 5
65 WATAS Bagian 6
66 WATAS Bagian 7
67 Trivia Quiz 2 dan Pengumuman!
68 DANTONU Bagian 1
69 DANTONU Bagian 2
70 DANTONU Bagian 3
71 DANTONU Bagian 4
72 DANTONU Bagian 5
73 DANTONU Bagian 6
74 DANTONU Bagian 7
75 DANTONU Bagian 8
76 DANTONU Bagian 9
77 HAMENTANE Bagian 1
78 HAMENTANE Bagian 2
79 HAMENTANE Bagian 3
80 HAMENTANE Bagian 4
81 MANTIKEI Bagian 1
82 MANTIKEI Bagian 2
83 MANTIKEI Bagian 3
84 MANTIKEI Bagian 4
85 MANTIKEI Bagian 5
86 MANTIKEI Bagian 6
87 MARDANI Bagian 1
88 MARDANI Bagian 2
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Prolog BARKAJANG
2
RINGIDATU Bagian 1
3
RINGIDATU Bagian 2
4
NURBAITI Bagian 1
5
NURBAITI Bagian 2
6
NURBAITI Bagian 3
7
RATAUKA Bagian 1
8
RATAUKA Bagian 2
9
RATAUKA Bagian 3
10
RATAUKA Bagian 4
11
WULANTRA Bagian 1
12
WULANTRA Bagian 2
13
WULANTRA Bagian 3
14
Peta, Daftar Tokoh dan Daftar Istilah
15
SRIWEDARI Bagian 1
16
SRIWEDARI Bagian 2
17
SRIWEDARI Bagian 3
18
MEGASWARI Bagian 1
19
MEGASWARI Bagian 2
20
MEGASWARI Bagian 3
21
MEGASWARI Bagian 4
22
DANURAH Bagian 1
23
DANURAH Bagian 2
24
DANURAH Bagian 3
25
DANURAH Bagian 4
26
DANURAH Bagian 5
27
IDHARMA Bagian 1
28
IDHARMA Bagian 2
29
IDHARMA Bagian 3
30
IDHARMA Bagian 4
31
IDHARMA Bagian 5
32
IDHARMA Bagian 6
33
DABONGSANG Bagian 1
34
DABONGSANG Bagian 2
35
DABONGSANG Bagian 3
36
DABONGSANG Bagian 4
37
DABONGSANG Bagian 5
38
TUBAR'E Bagian 1
39
TUBAR'E Bagian 2
40
TUBAR'E Bagian 3
41
TUBAR'E Bagian 4
42
TUBAR'E Bagian 5
43
TUBAR'E Bagian 6
44
TUBAR'E Bagian 7
45
TUBAR'E Bagian 8
46
APUKONDAO Bagian 1
47
APUKONDAO Bagian 2
48
APUKONDAO Bagian 3
49
APUKONDAO Bagian 4
50
APUKONDAO Bagian 5
51
Trivia Quiz 1!
52
YAMKORA Bagian 1
53
YAMKORA Bagian 2
54
YAMKORA Bagian 3
55
YAMKORA Bagian 4
56
YAMKORA Bagian 5
57
YAMKORA Bagian 6
58
YAMKORA Bagian 7
59
YAMKORA Bagian 8
60
WATAS Bagian 1
61
WATAS Bagian 2
62
WATAS Bagian 3
63
WATAS Bagian 4
64
WATAS Bagian 5
65
WATAS Bagian 6
66
WATAS Bagian 7
67
Trivia Quiz 2 dan Pengumuman!
68
DANTONU Bagian 1
69
DANTONU Bagian 2
70
DANTONU Bagian 3
71
DANTONU Bagian 4
72
DANTONU Bagian 5
73
DANTONU Bagian 6
74
DANTONU Bagian 7
75
DANTONU Bagian 8
76
DANTONU Bagian 9
77
HAMENTANE Bagian 1
78
HAMENTANE Bagian 2
79
HAMENTANE Bagian 3
80
HAMENTANE Bagian 4
81
MANTIKEI Bagian 1
82
MANTIKEI Bagian 2
83
MANTIKEI Bagian 3
84
MANTIKEI Bagian 4
85
MANTIKEI Bagian 5
86
MANTIKEI Bagian 6
87
MARDANI Bagian 1
88
MARDANI Bagian 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!