BAB 7

"Cobalah untuk perlahan mendekatkan diri dengan Tuan Edward, Nona. Walaupun itu jelas adalah hal yang sulit, tapi kehidupan anda akan bahagia jika nanti anda bisa mendapatkan hatinya Tuan Edward." Ucap seorang pelayan bernama Keshi.

Keshi, dia adalah pelayan yang sejak awal melayani Amaya. Walaupun mereka memang belum sedekat itu, tapi Keshi benar-benar menyukai Amaya karena Amaya tidak mirip seperti wanita murahan yang selama ini mencoba untuk mendekati Tuan rumahnya.

Amaya tersenyum tipis, membatin di dalam hati dengan segala pemikirannya. Di ambilnya nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan karena dia sendiri tidak tahu harus bagaimana bereaksi setelah mendengar ucapan Keshi. Tentu saja, berada di tempat itu adalah sebuah keberuntungan sehingga dia bisa terbebas dari keluarga Dorent. Tetapi, sama seperti yang dirasakan Edward, Amaya juga tidak memiliki perasaan apapun dan dia juga tidak menginginkan hubungan apapun.

Ah, mungkin perasaan seperti itu tidak lagi sama seperti yang dirasakan oleh Edward karena saat ini adwords sudah benar-benar sangat membencinya dan menyalahkan dirinya yang memiliki darah keluarga Dorent.

Amaya memaksakan senyumnya yang ia tunjukkan kepada Keshi lalu berkata, "Aku tidak berani melakukan sesuatu yang rasanya tidak pantas untuk aku lakukan."

Keshi terlihat sedikit kecewa karena dia benar-benar sangat mengharapkan benar usulannya diterima dengan baik oleh Amaya dan dilaksanakan olehnya.

"Terimakasih karena sudah membuatkan teh untukku. Kau bisa kembali ke tempatmu sekarang." Ucap Amaya lalu tersenyum.

Keshi menganggukkan kepalanya paham dan juga setuju. Segera, Keshi ambil langkah mundur dan dengan patuh serta sopan dia keluar dari kamar yang ditempati oleh Amaya beberapa hari terakhir ini.

Amaya menghela nafas sembari menatap cangkir teh yang disiapkan oleh Keshi untuknya. Amaya aku tidak bisa mempercayai siapapun dan tidak tahu mana orang yang tulus kepadanya juga tidak. Selama ini, Amaya selalu saja berada di tengah-tengah orang yang memanfaatkan dirinya dan juga hobi menindas dirinya yang selalu memilih untuk diam dan berpura-pura untuk menjadi bodoh. Meski begitu, dia juga terus memperhatikan bisa dengan mudah menebak tentang kepribadian seseorang melalui postur, gestur tubuh dan juga mimik wajahnya.

Brak!

Amaya terperanjat. Dia benar-benar sangat terkejut sekali dengar pintunya dibuka paksa oleh seseorang yang tidak lain adalah, Edward.

Edward datang dengan penampilannya yang kacau. Wajahnya memerah dengan nafas yang terengah-engah soalnya dia sedang sangat marah dan juga berlari cukup jauh. Edward menatap Amaya dengan tatapan mengancam, lalu berjalan mendekati Amaya.

Amaya menelan salivanya sendiri. Dia memundurkan langka kakinya, mencoba untuk menjauh sejauh mungkin jangkauan Edward karena dia memiliki perasaan terancam kala Edward menatainya seperti itu.

Edward menyeringai dengan begitu menakutkan. Dia sungguh ingin menyakiti Amaya untuk melampiaskan kekesalan yang dia rasakan karena sikap Teresa dan sikap keluarga Dorent.

Amaya terus memundurkan langkahnya tanpa kata, dia ingin menjauh sejauh yang dia bisa tapi, tiba-tiba saja Edward berjalan dengan cepat lalu langsung saja mencengkram lehernya dan mencekik cukup kuat. Amaya menjadi terbatuk-batuk karena nafas yang tak lancar, dia ingin mencoba untuk menghentikan Apa yang dilakukan oleh Edward melalui ucapan tapi dia tidak bisa berucap sama sekali. Amaya mencoba untuk memukuli tangan Edward, Tapi semua itu sia-sia saja karena semakin dia melakukan perbuatan yang mengarah untuk menyelamatkan diri, Edward justru terlihat semakin ingin melenyapkan Amaya dengan tangannya sendiri.

"Uhuk!" Amaya terbatuk. "Tolong hentikan, Tuan!" Pinta Amaya seraya kembali menjauhkan tangan Edward dari sana.

Edward tersadar dari apa yang dia lakukan, segera dia menarik kembali tangannya yang sudah penuh dengan cakaran yang berasal dari kuku Amaya. Bukan karena merasa kasihan kepada Amaya, tapi Edward sadar benar bahwa jika dia menyakiti Amaya dan membuat Amaya mati dengan lebih cepat tentu saja semua itu tidak akan menjadi seru seperti yang dia inginkan.

"Cih!" Edward dengan tatapan matanya yang acuh. "Kau pikir, aku akan membiarkanmu mati dengan begitu mudah? Aku, akan menyakitimu sampai aku merasa puas barulah aku akan memikirkan bagaimana menyingkirkanmu nanti."

Amaya memegangi lehernya yang terasa sakit. Dia sama sekali tidak memiliki niat untuk merespon ucapan Edward apalagi sampai menjawab ucapan itu. Tentu saja bukan karena Amaya memiliki kesabaran yang sangat besar, akan tetapi yang Amaya rasakan saat ini adalah, dia harus tetap menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak mengatakan apapun serta tidak menunjukkan kepada siapapun bahwa dia memiliki rencana untuk menghancurkan keluarga ayahnya dan meninggalkan kota yang sangat memiliki banyak sekali kenangan buruk selama dia tinggal di sana. Amaya berjanji kepada dirinya sendiri, dia hanya akan menerima perlakuan buruk sampai batas kesabarannya habis dan selama itu pula dia akan mengumpulkan semua senjata yang bisa dia gunakan untuk melarikan diri dan menghancurkan apa yang perlu untuk dihancurkan.

Edward, meskipun memang benar pria itu tidak ada hubungannya dengan penderitaan yang dia rasakan karena menjadi anak haram dari keluarga Dorent, tetapi Amaya bisa mengontrol hatinya yang membenci sikap Edward yang sangat keterlaluan. Padahal, mereka sama-sama anak haram yang seharusnya mengerti perasaan satu sama lain bukan?

Edward benar-benar semakin terbawa emosi saat dia melihat ekspresi wajah Amaya yang sama sekali tidak terlihat ketakutan. Walaupun dia tidak bisa mengenal Amaya dengan baik hanya dalam beberapa hari saja, Edward merasa dia bisa merasakan bahwa Amaya adalah wanita yang paling hebat dalam menyembunyikan Apa yang dirasakan olehnya. Edward kesal, Dia benci wanita yang begitu pandai memainkan emosi dan mengatur Minggu wajahnya untuk menipu orang-orang hanya demi memoles namanya agar semakin indah di pandangan orang lain. Edward benar-benar ingin menghancurkan wanita seperti itu, jadi dengan segera dia kembali meraih pergelangan tangan Amaya, lalu dengan sekuat tenaga dia membawa Amaya untuk berjalan mendekati tempat tidur.

Dengan kedua bola matanya yang terlihat membulat juga sekaligus terkejut, Amaya mencoba untuk melepaskan tangannya yang dicengkram kuat oleh Edward. Akan tetapi, kekuatan yang dimiliki oleh Edward sama sekali tidak bisa dia lawan sehingga tubuhnya kini terhempas di atas tempat tidur.

"Ah!" Pekik Amaya terkejut.

Edward kembali menyeringai lalu berkata, "Wajahmu yang selama ini tak pernah menunjukkan ekspresi apapun selain Kau hanya ingin menunjukkan bahwa hidupmu tidak baik, aku juga bisa melihat dengan jelas dari sorot matamu yang seolah-olah menjunjung tinggi harga diri yang kau punya. Aku benar-benar sangat membencinya, Aku ingin menghancurkan harga dirimu. Setelah itu, aku yakin sekali aku pasti akan merasa bahagia bukan?" Tanya Edward seraya membuka satu persatu kancing kemeja yang ia gunakan.

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Amaaya harus sabar ya

2023-12-05

0

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

like 👍

2023-12-01

0

Dedi Sutomo

Dedi Sutomo

semangat ya kak

2023-10-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!