"Lisa, dengarkan papa baik-baik" ucap Yudha berusaha sabar, kini dia baru menyadari bahwa terlalu memanjakan putrinya akan menjadi sebuah Boomerang bagi dirinya sendiri.
"Kamu dan Alina bagaikan kedua tangan papa, akan sangat sulit jika hilang salah satunya" ucap Yudha.
"Selama ini papa hanya memiliki satu tangan untuk hidup, papa suka, tapi tentu ada yang kurang. Dan saat papa sudah menemukan tangan papa yang lain, tentu papa sangat bahagia. Dan papa tidak akan pernah melepaskan tangan yang sudah papa miliki selama ini, yaitu kamu" kata Yudha memberi penjelasan terhadap Lisa yang masih merajuk.
"Kamu sangat berharga bagi papa, begitupun Alina yang akan melengkapi hidup papa. Memiliki dua tangan yang utuh akan lebih baik daripada hanya memiliki satu tangan, bukan?" imbuhnya.
"Kalian sangat papa cintai, anak-anak papa yang dilahirkan oleh wanita yang sangat baik. Mengertilah, nak. Papa tak akan pernah melupakanmu, apalagi meninggalkanmu. Akan selamanya papa mencintai kalian" ucap Yudha sambil memeluk Lisa yang masih terisak.
Tak semudah itu bagi Lisa untuk menerima kehadiran Alin. Hatinya masih terlalu egois untuk berbagi kasih sayang dari papanya.
Tapi Lisa hanya bisa diam, biarlah nanti ada waktunya untuk bersikap sebagai saudara terhadap Alin, saudara versi Lisa.
Hingga mobil Yudha berbelok ke pelataran megah dari tingginya hotel yang dibangunnya dengan susah payah, rupanya kedatangannya berbarengan dengan mobil Seno yang seolah datang bersamaan dengannya.
Beruntun terhenti di depan lobi hotel. Bedanya Yudha bersama supirnya, sedangkan Seno menyetir mobilnya sendiri. Dan membiarkan valet hotel membawa mobilnya setelah dia dan dua wanitanya turun dari mobil.
"Malam, pa" sapa Vee sambil menyalami Yudha yang memang sengaja menunggunya dengan berdiri di lobi bersama Lisa.
"Malam Vee" ucap Yudha.
"Assalamualaikum, om" sapa Alin dengan wajah datarnya, mengikuti gerakan sang kakak yang mencium punggung tangan Yudha.
"Waalaikumsalam, nak. Pastikan nanti kamu merubah panggilan itu, dengan panggilan papa" balas Yudha dengan lekat mengamati wajah sendu Alin yang tertutup rapat oleh hijabnya.
Alin hanya diam, berpura-pura tuli saja untuk saat ini.
"Malam om" sapa Seno yang hanya menyalami Yudha tanpa berniat mencium punggung tangannya, hanya kepada papa dan mommynya saja Seno akan melakukan itu.
"Ayo masuk. Papa ada kejutan untuk kalian berdua" ucap Yudha lebih kepada Alin dan Vee, sedangkan Seno yang bisa mengetahui maksud ucapan Yudha tentu hanya bisa diam.
Terlalu turut campur untuk urusan masa depan hanya akan merugikan dirinya sendiri. Seno masih ingin hidup lebih lama agar bisa menemani istri dan buah hatinya kelak dan membahagiakan orang tuanya yang telah bersedia menerimanya tanpa syarat.
Mengikuti alur dan membiarkan bahagia mendarat pada tempat yang tepat, Seno tak akan turut campur sampai mereka menemukan kebahagiaan mereka sendiri.
Alin dan Vee hanya bisa saling lirik, seolah sedang bertelepati karena ada Lisa yang daritadi juga melirik tajam pada Alin.
Yudha sudah mereservasi satu ruangan malam ini. Tempat dimana dia bisa leluasa untuk berdialog dengan semua tamu undangannya untuk membahas masa lalu dan masa depannya.
"Ayo kita duduk, santai saja. Papa sudah menyiapkan ruangan yang nyaman untuk kita bicara" ajak Yudha sambil memasuki sebuah family room yang memang nampak sangat nyaman.
Sebuah meja besar dengan delapan kursi yang mengitarinya. Pendaran cahaya yang agak temaram dengan musik jazz yang menenangkan.
"Sebenarnya musik seperti ini, Aku agak tidak suka sih, om" celetuk Alin sambil menilik isi ruangan yang juga dihiasi dengan bunga cantik. Entah bunga imitasi atau memang bunga hidup, Alin tak mengerti.
"Oh ya? Maaf kalau papa belum tahu apa yang menjadi kesukaan kamu dan apa yang kamu tidak suka, nak. Jadi kamu mau diputarkan musik apa?" tanya Yudha masih berusaha mengambil hati Alin.
"Dasarnya udik ya memang udik. Musik jazz itu adalah jenis musik yang memang digemari oleh masyarakat kalangan atas" ejek Lisa masih dengan lirikan mautnya.
"Akupun juga agak kurang suka musik Jazz. Memang sih kami ini bukan berasal dari ibu kota, tapi kamu bisa lihat juga deh di akta kelahiran kamu, Lisa, dimana kamu dilahirkan" rupanya Vee yang membalaskan ejekan Lisa dengan sebuah sindiran kasar.
Lisa terdiam, hatinya kian memanas karena terlihat Vee yang membela Alin. Cemberutnya nampak sangat lucu. Untung saja cantik. Nampak Lisa mengibaskan rambut panjangnya untuk mengurangi rasa kesal di hatinya.
"Baiklah, biar tidak usah musik saja" akhirnya Yudha menengahi dan mematikan musik dengan remot kecil yang ternyata sudah ada di atas meja.
"Seperti yang sudah papa katakan, papa membawa sebuah surprise untuk kalian berdua" kata Yudha lebih kepada Alin dan Vee.
Membuat perasaan Lisa kembali memanas. "Lagi-lagi untuk Alin. Memangnya surprise apa sih yang papa bawa untuk mereka?" gumam Lisa dalam hatinya.
"Halo Bar, masuklah" perintah Yudha kepada asistennya melalui sambungan telepon.
Tak berapa lama, Akbar datang dengan seorang pria di belakangnya. Mata Vee dan Alin jadi berbinar melihat kedatangan pria itu.
Ya, siapa lagi kalau bukan Jovan. Pria yabg menjadi pacar pertama bagi Vee dan Alin tentunya. Karena selama ini Jovan juga tak pernah membedakan kasih sayang terhadap kedua gadis cantik itu.
Jovan sangat menyayangi Vee dan Alin dengan sama rata.
"Ayah" kata Vee dan Alin berbarengan. Dengan bibir tersenyum dan mata berbinar, Yudha malah merasa kalah sebelum berperang saat melihat Alin nampak sangat antusias dalam menyambut kedatangan Jovan.
Kedua gadis itu lantas berdiri dan memeluk Jovan di lengan kanan dan kirinya. Jovan nampak bahagia dan membelai sayang pada kedua putrinya.
"My princess! Ayah sangat menyayangi kalian berdua" kata Jovan sambil mengecup pucuk kepala kedua putrinya.
Hati Yudha sedikit tercubit, sementara Lisa hanya membuang muka dan bergumam "norak".
Sementara Seno yabg melihat interaksi antara ayah dan putrinya yang manja itu malah membayangkan masa depannya jika anak yang Vee lahirkan kelak adalah seorang putri yang cantik, pasti dia juga akan semanja itu padanya.
Ah! Rasanya Seno tak sabar menanti kehadiran buah hatinya.
"Ayah ngapain disini?" tanya Alin yang mulai duduk dengan tenang bersama ayahnya.
Jovan jadi ingat tugasnya, dan kembali bebannya mulai terasa berat.
"Alina, papa kan sudah bilang padamu untuk membawakan bukti yang otentik dan akurat untuk meyakinkanmu tentang status diantara kita. Jadi, papa berinisiatif untuk mengundang saja Jovan kemari. Untuk meyakinkanmu tentunya" kata Aryudha yang juga ingin disambut dengan antusias oleh Alin.
Mendengar hal itu membuat Alin menunduk. Gurat kesedihan mulai nampak di wajahnya. Dia takut kalau seandainya memang kenyataan berkata jika dia dan Lisa adalah saudara.
"Sebelum kita bicarakan hal ini, ada baiknya jika kita makan saja dulu. Saya sudah memesankan banyak menu untuk kita nikmati bersama" ucap Yudha yang tak ingin kejadian tempo hari di restoran Jepang terulang lagi, saat tamunya pergi sebelum menikmati makan malamnya.
"Menu spesial yang saya hadirkan dari restoran ini, menu terbaik dari chef terbaik. Untuk menyambut putri papa" kata Yudha dengan senyuman yang ditujukan untuk Alin.
Memang semua orang tua di dunia ini akan memberikan semua yang terbaik yang bisa dia berikan untuk anak-anaknya.
Jika masa kecil mereka yang kurang menyenangkan sudah pernah terlalui, para orang tua pasti tidak akan mengulangi hal yang sama terhadap anak mereka seperti yang telah mereka alami dulu.
Begitupun Yudha yang ingin memberikan yang terbaik terhadap Alin. Dia tak tahu seperti apa kehidupannya bersama keluarga Jovan.
Yang dia tahu sekarang, Alin tumbuh menjadi gadis yang mandiri, cantik, pintar dan berakhlak mulia. Entah bagaimana cara Jovan dan Vani mendidiknya.
Bisikan setan dalam hatinya malah membandingkan Alin dan Lisa yang sangat manja dan egois.
Yudha sedikit menyesal karena terlalu memanjakan putrinya itu. Semoga penyesalannya belum terlambat ya, pak Yudha!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments