Kecelakaan

"Sudahlah kak, tenang saja. Aku bisa berangkat sendiri, kakak di rumah saja ya. Aku yakin tidak akan nyasar kok" keukeh Alina pagi ini sambil memakan nasi goreng buatan kakak iparnya.

"Memangnya kenapa sih dek? Ini kan hari pertama kamu masuk sekolah, kalau sampai nyasar kan bisa terlambat, dan kalau terlambat kamu bisa dihukum sama guru kamu. Kan nggak lucu kalau telat di hari pertama sekolah" ucap Vee meyakinkan adik cantiknya, dia hanya khawatir jika adiknya akan salah jalan karena Alina hanya sekali saja datang ke sekolahnya saat pendaftaran kemarin.

"Ingatanku ini masih sangat bagus, kak. Pasti nggak kesasar kok" kata Alina yang juga bersikeras untuk tak mau diantar ke sekolahnya.

"Ehm, bagaimana kalau kamu diantar supir saja. Kami tidak khawatir, kamu juga tinggal duduk manis saja di dalam mobil sampai tiba di sekolah" akhirnya Seno bersuara, tak tahan juga mendengar perdebatan yang sama dari kakak beradik di hadapannya itu.

"Tidak usah, kak. Sayang kan motorku yang jauh-jauh dipaketkan dari Malang ke Jakarta malah nganggur di garasi. Sudahlah kak, kalian tidak usah khawatir. Aku sudah besar, tidak perlu memperlakukan aku seperti anak SD" keluh Alin.

Vee hanya bisa menghela nafasnya dalam-dalam. Adiknya yang satu ini memang sangat cantik, tapi keras kepalanya sudah tingkat nasional. Diapun hanya bisa mengalah, seperti biasanya.

"Baiklah. Tapi ingat, Lin. Kalau sampai kamu nyasar segera hubungi kakak dan jangan off kan ponsel kamu" akhirnya Vee mengalah dan membiarkan adiknya pergi sendiri.

Alin tersenyum riang, dia hanya tidak enak hati pada kakaknya jika terlalu merepotkan mereka. Sudah diizinkan untuk tinggal di rumah kakaknya saja Alin sudah bersyukur. Selebihnya dia akan berusaha untuk bersikap mandiri.

"Alhamdulillah, terimakasih kakakku yang cantik jelita" ucap Alin lega.

Sarapannya sudah selesai, setelah mencuci piring bekas makannya, Alin segera mengambil tas punggungnya dan segera mengambil tangan dari kedua kakaknya untuk berpamitan.

"Alin pergi sekolah dulu, kak. Assalamualaikum" pamit Alin seraya mencium tangan kedua kakaknya satu per satu.

"Waalaikumsalam, hati-hati Lin" jawab Vee dan Seno bergantian.

Alin segera menuju garasi di rumah kakaknya. Sepeda motor matic milik ayahnya dulu lah yang dia gunakan sebagai alat transportasi untuk pergi dan pulang sekolah di Jakarta.

Motor itu terlihat sangat jadul bersisian diantara mobil-mobil keren kakaknya. Ya, kakak Alin, Veronica adalah seorang influencer terkenal. Karya-karyanya berupa video dari tempat-tempat unik telah membuat namanya melambung tinggi, banyak followers yang sangat menyanjungnya.

Begitupun kakak iparnya, Senopati OW yang juga merupakan seorang artis ternama yang kini lebih fokus pada bisnis tembakau milik keluarganya.

Keduanya masih sangat terkenal, mereka sering diundang di banyak acara podcast maupun di acara TV Nasional.

Dan Alin pun adalah pengagum dari seorang Senopati OW, sebelum pria itu menjadi kakak iparnya.

Setelah memakai helmnya dengan benar, gadis cantik dengan hijab di kepalanya itu segera melajukan motornya perlahan keluar dari garasi dan kembali menutup pintu garasi sebelum meninggalkan halaman luas di rumah kakaknya.

"Hati-hati neng" ucap security setelah menutup pintu gerbang.

"Siap pak. Terimakasih, saya pergi sekolah dulu. Assalamualaikum" teriak Alin sambil melambaikan tangan, security itu hanya tersenyum, sopan santun Alin masih sangat terjaga.

Kini, setelah lima belas menit berkendara Alin terkejut karena seseorang yang menabrak seekor kucing hingga hampir mati di tepian jalan.

"Woi, berhenti. Kucingnya mati nih" teriakan Alin seolah tertelan padatnya suara knalpot dari kendaraan yang sedikit macet di jam berangkat sekolah.

Alin yang berhati lembut itu berhenti, menilik keadaan kucing sekarat yang nafasnya sudah diujung.

Menggunakan jaketnya, Alin menggendong kucing itu. Beberapa orang datang ingin menolong juga, sepertinya mereka juga penyayang binatang.

"Bagaimana keadaannya, dik?" tanya cowok klimis dengan tas punggungnya, sepertinya seorang mahasiswa.

"Sekarat kak" jawab Alin tak tega.

"Dokter hewan di dekat sini dimana ya?" tanya Alin.

"Agak jauh sih, gue tahu tempatnya. Tapi gue nggak punya kendaraan" jawab wanita dengan setelan formalnya, sepertinya seorang karyawati.

"Pakai motorku saja, kak. Nanti aku yang bawa motor, kakak yang gendong ya" ucap Alin.

"Oke. Tapi gue nggak ada duit buat bayar" kata si karyawati.

"Nggak apa-apa kak, nanti biar aku yang bayar" jawab Alin tanpa pikir panjang, padahal uangnya hanya cukup untuk jajan di hari ini. Meski ada kartu ATM pemberian kakaknya, Alin tidak serta merta akan menghamburkan uang kakaknya, bukan.

Jadilah Alin dan si karyawati menuju ke dokter hewan yang ternyata memang cukup jauh. Sementara si kakak berambut klimis segera memasuki bis umum untuk mengantar ke tujuannya.

"Masih jauh kak?" tanya Alin.

"Kagak, sudah dekat diujung tuh" jawab mbak karyawati sambil menunjuk plakat dokter hewan.

"Oh iya" kata Alin sambil membelokkan setirnya ke tempat praktek sang dokter.

Setelah keduanya turun, mbak karyawati itu segera memberikan kucing sekarat itu pada Alin.

"Gue sudah hampir telat masuk kantor, lo bisa kan masuk sendiri?" tanya si mbak.

"Bisa kak, terimakasih ya. Kantor kakak jauh?" tanya Alin merasa tak enak.

"Dekat kok, tuh" tunjuk si mbak yang ternyata bekerja di sebuah konter handphone di seberang dokter hewan yang Alin kunjungi.

"Gue jalan dulu ya" pamit si mbak.

"Iya, terimakasih ya kak" ucap Alin sopan.

"Lumayan, irit ongkos angkot" gumaman si mbak terdengar di telinga Alin.

"Ah, manusia. Masih mencari untung diantara buntung" ucap Alin sambil menggelengkan kepalanya dan bersiap masuk ke tempat dokter hewan.

Alin disambut perawat, dengan cekatan perawat itu mengambil alih si kucing yang sudah hampir mati dari gendongan Alin.

"Kondisinya sangat parah. Penanganannya pasti lama" ucap perawat setelah membuka jaket yang menutupi tubuh si kucing.

"Iya kak. Saya tinggal disini ya kucingnya. Nanti pulang sekolah saya kesini lagi. Saya harus sekolah" kata Alin yang ingat untuk segera sampai di sekolahnya.

"Oh, iya. Dokternya masih di perjalanan, sebentar lagi juga sampai. Kamu bisa tinggalkan kucing ini dulu dan tinggalkan nomor telepon aktif yang bisa kami hubungi" ucap perawat sambil memberikan secarik kertas yang berupa formulir.

Alin mengeluarkan bolpoin dari dalam tasnya. Mengisi formulir dengan data yang benar dan segera mengembalikan kertas itu pada perawat.

"Saya permisi dulu kak. Nanti sore saya kesini lagi. Assalamualaikum" pamit Alin sambil melenggang pergi setelah mendengar jawaban salamnya dari sang perawat.

Segera Alin menaiki motornya lagi, membelah jalan raya dan mengamatinya setelah beberapa meter berkendara.

"Aku dimana ini?" gumam Alin yang menepi dan mematikan mesin motornya.

Melihat kondisi jalanan yang berbeda dengan yang dia tahu. Alin belum hafal jalanan di kota ini.

"Yah, masak iya aku nyasar?" gumam Alin sambil melihat jam tangannya.

"Kurang sepuluh menit lagi, apa masih keburu ya?" tanya Alin pada diri sendiri, mengambil ponselnya dan bersiap menghubungi kakaknya untuk minta dijemput.

Tapi belum lagi dia selesai mengutak-atik layar ponselnya untuk menghubungi sang kakak, terdengar sebuah teriakan.

"Woi, lo sekolah di Mahardika ya?" teriak seorang cowok yang berada diatas motornya, dia juga menepi di dekat Alin berhenti, cowok itu memakai helm full face, Alin tak bisa melihat wajahnya.

"Iya. Kamu kok tahu?" teriak Alin.

"Kelihatan di lokasi lo, tuh di seragam lo" tunjuk si pria ke arah lengan kanan Alin.

"Oh iya. Hehe" kekeh Alin.

"Ayo pergi, malah ketawa. Telat nanti" ajak si cowok.

"Kamu kok ngegas sih? Memangnya kamu siapa?" tanya Alin.

"Gue juga sekolah disana. Ayo buruan" ucap si cowok.

"Oh iya kak. Terimakasih" ucap Alin senang, akhirnya ada penolong yang dikirimkan oleh Tuhan untuknya di kala genting begini.

Cowok itu nampak seperti bukan seorang siswa, karena dia memakai jaket jeans dan motornya itu loh, kenapa besar dan keren begitu.

Alin hanya bisa bergumam. Dengan fokus memperhatikan jalan dan membuntuti si penunjuk jalan dengan seksama.

"Sial! Telat beneran nih" kata cowok itu saat melihat gerbang sekolah sudah tertutup rapat.

"Yah, gimana dong kak?" tanya Alin khawatir.

"Padahal masih belum lima menit" gumam si cowok masih duduk diatas motornya.

"Uwah, Alhamdulillah ada pak satpam. Pak, tolong bukain gerbangnya dong, pak" rengek Alin pada satpam yang sangat terlihat sedang mengejek pria di dekat Alin dengan memutarkan kunci pintu gerbang itu dengan jari telunjuknya.

"Lo telat lagi, tong" kata si satpam seolah tak melihat keberadaan Alin disana.

"Bukan urusan lo. Cepat buka. Kalau enggak, gue tendang juga nih gerbang" kata si cowok ringan.

Tapi, sepertinya Alin familiar dengan nada suara itu. Tapi, siapa ya?

"Hahaha, oke gue bukain karena ada cewek baru di sekolah ini yang datangnya telat barengan sama lo. Coba kalau nggak ada dia, putar balik dah lo ke rumah lo lagi" kata pak satpam sambil membukakan gerbang.

"Terimakasih pak" ucap Alin yang melajukan motornya dengan pelan untuk berterima kasih, sementara si cowok langsung saja ngibrit dan membunyikan knalpotnya keras saat dekat dengan pak satpam.

"Gitu tuh, dasar anak bandel. Heran gue waktu kecil dikasih makan apa sama emaknya sampai jadi nakal model kayak begituan pas sudah gede" gerutuan pak satpam masih terdengar oleh Alin yang tengah menuju ke parkiran.

Setelah memarkirkan motornya dengan rapi dan menggantungkan helmnya dengan aman, Alin segera turun untuk ke ruang guru dan menanyakan letak ruang kelasnya.

Episodes
1 Beragamnya Negriku
2 Kecelakaan
3 benang merah
4 Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5 Dasar Monyet
6 Deklarasi Kebencian
7 Semakin Membenci
8 Benci tak berdasar
9 Masalah selanjutnya
10 Dipanggil Bu Kris
11 Terlihat Abu-abu
12 Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13 Mengalihkan kekecewaan
14 Good Idea, Akbar!
15 Pengalaman Geng Lisa
16 Wejangan dari orang yang tepat
17 Rumit
18 Bimbang
19 Surprise
20 Hubungan Darah
21 Malam Perpisahan?
22 Di rumah Papa
23 Perumahan Tirta Agung
24 Syukuran Bersama
25 Cewek super udik
26 R.I.P Bejo
27 Mirip Mummy
28 Jalan-jalan Pagi
29 Dihukum Lagi
30 Amarah seorang Alina
31 Seperti Nano-nano
32 Bukan Perkara 'maaf'
33 Lisa dirawat
34 Pilih aku atau dia, pa?
35 Biarkan Takdir yang Berkata
36 Pandangan Masa Depan
37 Tanah Haram
38 Seperti Bangau
39 Tante Berlian
40 Tunggu Saja Dulu
41 Kesal
42 Jangan panggil aku anak kecil, om!
43 Kabur Lagi
44 Simbiosis Mutualisme
45 Seatap?
46 Om Songong
47 Segomi
48 Saudara?
49 Maaf
50 Hansen
51 Tugas Siaga
52 Bimbang
53 Papa
54 Makanan spesial?
55 Yasudah
56 Ternyata Hansen itu...
57 Fans Hansen
58 Niat baik Sam
59 Kepercayaan Sam
60 Menyebalkan
61 Usaha Berlian
62 Tergigit
63 Dasar anak kecil
64 Ikan Lele
65 Hasil olahan Lele
66 Majemuk
67 Partner Ghibah
68 Berkenalan
69 Akhirnya bertemu Hansen
70 Es Krim Red Velvet
71 Membuat emosi saja
72 Pilihan Alin
73 Sabar ya Akbar
74 Dinner
75 Kecemasan Lisa
76 Apakah aku salah
77 Tak jadi berdamai
78 Ikut om, boleh?
79 Tidak sengaja bertemu papa
80 Benarkah?
81 Dasar Alina!
82 pagi yang canggung
83 kotak merah maron
84 Sedikit khawatir
85 Terlalu bermasalah
86 sepulang sekolah
87 keputusan Yudha
88 Akankah berpisah
89 sebuah kejutan
90 Kehilangan jejak
91 Senapan Slime?
92 harus berbakti kepada siapa?
93 Sisi lain Lisa
94 Tidak jelas
95 Kenapa?
96 sudut pandang Lisa
97 gadis yang kesepian
98 dasar Sam!
99 Enam bulan
100 malam ini
101 Siapa sebenarnya?
102 papa mama baru
103 ancaman lagi
104 kado
105 kenapa ikat pinggang?
106 Clara yang aneh
107 pisau lipat dan botol parfum
108 bau ketek
109 saling mengejutkan
110 kalang kabut
111 rupanya diterima
112 kesempatan dalam kesempitan
113 bertahanlah Clara!
114 debat kusir
115 bertanya
116 bahaya
117 kejutan lagi
118 baik saja
119 rumah sakit lagi
120 hati
121 dijemput
122 tak sengaja bertemu
123 kucing garong
124 terjebak
125 tragedi Hansen
126 diantar pulang
127 kesedihan Berlian
128 ponsel baru
129 hanya iseng, Tante
130 kemesraan
131 Dadah Rifat
132 skak mat
133 gundah
134 anak manja
135 undangan
136 bersiap
137 menikah
138 keajaiban untuk Berlian
139 Merasa egois
140 Bangun lagi
141 terminal lucydity
142 hati yang canggung
143 merasa sendiri
144 om duda tapi perjaka
145 extra part
146 new novel, ARUNA
Episodes

Updated 146 Episodes

1
Beragamnya Negriku
2
Kecelakaan
3
benang merah
4
Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5
Dasar Monyet
6
Deklarasi Kebencian
7
Semakin Membenci
8
Benci tak berdasar
9
Masalah selanjutnya
10
Dipanggil Bu Kris
11
Terlihat Abu-abu
12
Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13
Mengalihkan kekecewaan
14
Good Idea, Akbar!
15
Pengalaman Geng Lisa
16
Wejangan dari orang yang tepat
17
Rumit
18
Bimbang
19
Surprise
20
Hubungan Darah
21
Malam Perpisahan?
22
Di rumah Papa
23
Perumahan Tirta Agung
24
Syukuran Bersama
25
Cewek super udik
26
R.I.P Bejo
27
Mirip Mummy
28
Jalan-jalan Pagi
29
Dihukum Lagi
30
Amarah seorang Alina
31
Seperti Nano-nano
32
Bukan Perkara 'maaf'
33
Lisa dirawat
34
Pilih aku atau dia, pa?
35
Biarkan Takdir yang Berkata
36
Pandangan Masa Depan
37
Tanah Haram
38
Seperti Bangau
39
Tante Berlian
40
Tunggu Saja Dulu
41
Kesal
42
Jangan panggil aku anak kecil, om!
43
Kabur Lagi
44
Simbiosis Mutualisme
45
Seatap?
46
Om Songong
47
Segomi
48
Saudara?
49
Maaf
50
Hansen
51
Tugas Siaga
52
Bimbang
53
Papa
54
Makanan spesial?
55
Yasudah
56
Ternyata Hansen itu...
57
Fans Hansen
58
Niat baik Sam
59
Kepercayaan Sam
60
Menyebalkan
61
Usaha Berlian
62
Tergigit
63
Dasar anak kecil
64
Ikan Lele
65
Hasil olahan Lele
66
Majemuk
67
Partner Ghibah
68
Berkenalan
69
Akhirnya bertemu Hansen
70
Es Krim Red Velvet
71
Membuat emosi saja
72
Pilihan Alin
73
Sabar ya Akbar
74
Dinner
75
Kecemasan Lisa
76
Apakah aku salah
77
Tak jadi berdamai
78
Ikut om, boleh?
79
Tidak sengaja bertemu papa
80
Benarkah?
81
Dasar Alina!
82
pagi yang canggung
83
kotak merah maron
84
Sedikit khawatir
85
Terlalu bermasalah
86
sepulang sekolah
87
keputusan Yudha
88
Akankah berpisah
89
sebuah kejutan
90
Kehilangan jejak
91
Senapan Slime?
92
harus berbakti kepada siapa?
93
Sisi lain Lisa
94
Tidak jelas
95
Kenapa?
96
sudut pandang Lisa
97
gadis yang kesepian
98
dasar Sam!
99
Enam bulan
100
malam ini
101
Siapa sebenarnya?
102
papa mama baru
103
ancaman lagi
104
kado
105
kenapa ikat pinggang?
106
Clara yang aneh
107
pisau lipat dan botol parfum
108
bau ketek
109
saling mengejutkan
110
kalang kabut
111
rupanya diterima
112
kesempatan dalam kesempitan
113
bertahanlah Clara!
114
debat kusir
115
bertanya
116
bahaya
117
kejutan lagi
118
baik saja
119
rumah sakit lagi
120
hati
121
dijemput
122
tak sengaja bertemu
123
kucing garong
124
terjebak
125
tragedi Hansen
126
diantar pulang
127
kesedihan Berlian
128
ponsel baru
129
hanya iseng, Tante
130
kemesraan
131
Dadah Rifat
132
skak mat
133
gundah
134
anak manja
135
undangan
136
bersiap
137
menikah
138
keajaiban untuk Berlian
139
Merasa egois
140
Bangun lagi
141
terminal lucydity
142
hati yang canggung
143
merasa sendiri
144
om duda tapi perjaka
145
extra part
146
new novel, ARUNA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!