Good Idea, Akbar!

"Bagaimana ini, Bar? Apa yang harus aku lakukan agar Alina percaya kalau aku ini papanya?" sudah lebih dari lima puluh kali Akbar mendengar pertanyaan yang sama dari mulut Yudha, padahal pekerjaannya sedang menumpuk dan jika tidak selesai, pasti dia juga yang Yudha omeli.

"Dasar bos tak tahu diri. Nanti aku jawab salah, tapi kalau aku diam tak menjawab, aku juga salah" gerutu Akbar di dalam hatinya, sambil berfikir keras.

"Jangan menggerutu begitu, Bar" perkataan Yudha membuat Akbar seketika menoleh pada bos nya itu.

"Siapa juga yang menggerutu, pak" kata Akbar yang kembali fokus pada layar monitornya.

"Cepat beritahu aku cara agar Alina bisa percaya bahwa aku ini papanya" bentak Yudha.

"Bapak lebih mementingkan saya untuk mengerjakan laporan ini atau berfikir tentang Alina terlebih dahulu?" tanya Akbar yang sudah tidak tahan dengan kelakuan bosnya yang seperti anak kecil.

"Baiklah, tinggalkan pekerjaanmu dan berfikirlah cara terbaik menurut versimu" tantang Yudha, biasanya saran dari Akbar selalu memuaskan.

"Begini saja pak, bawa pak Jovan ke Jakarta tanpa sepengetahuan bu Vani. Pak Jovan kan sudah tahu tentang siapa ayah kandung Alina, sedangkan Bu Vani masih belum tahu" kata Akbar memulai sarannya.

"Jemput saja pak Jovan dan paksa untuk ikut ke Jakarta. Suruh pak Jovan untuk izin sedang perjalanan dinas dari kantornya kepada bu Vani. Lalu, bawa pak Jovan ke hadapan Alina untuk menjelaskan tentang status mereka".

"Tapi saya tidak yakin kalau Alina masih mau untuk mengakui bapak sebagai papanya karena saya lihat kalau Alina itu punya basic agama yang kuat. Sepertinya bapak akan tetap kesulitan untuk mendekati Alina meski nantinya dia sudah tahu kalau bapak itu papanya" lanjut Akbar.

"Ide kamu bagus sekali, Bar. Kenapa aku tidak berfikir untuk membawa Jovan, ya" kata Yudha yang merasa lega.

"Aku tidak perduli bagaimana reaksi Alina nanti. Yang terpenting adalah, setelah nanti dia yakin kalau aku adalah papanya, aku akan membawa Alina pulang ke rumahku. Aku sangat ingin merawat kedua putriku sejak dahulu. Mungkin sekaranglah waktu yang Tuhan berikan padaku" kata Yudha sudah tidak sabar lagi menunggu saat itu tiba.

"Kapan aku harus menjemput Jovan, Bar?" tanya Yudha.

"Terserah bapak saja" jawab Akbar santai.

"Baiklah, urus semuanya dengan baik dan pastikan kalau lusa Jovan sudah berada di Jakarta" perintah Yudha membuat Akbar semakin merasa stress.

"Selalu aku yang harus mengurus semua masalah hidupnya. Bukan hanya urusan pekerjaan, bahkan urusan rumah tangga tanpa istrinya pun harus aku yang mengurusnya. Dasar bos yang menyebalkan" Akbar hanya bisa menggerutu dalam hatinya, toh nanti mau ataupun tidak mau juga tetap dia yang akan mengurus semuanya.

"Tidak usah menggerutu, Bar" kata Yudha tanpa menoleh pada asistennya.

"Saya tidak menggerutu, pak" jawab Akbar dengan kesalnya.

Sudah seharian ini hidup Alin terasa damai. Dengan tidak adanya Lisa and the gang di sekolah membuat suasana sekolah semakin nyaman.

Dan kini Alin sedang berada di dalam ruang PMR. Ruangan besar dengan banyak peralatan kesehatan yang tertata rapi di dalamnya.

Ruangan yang bersebelahan dengan ruang UKS yang memang petugasnya berasal dari anggota PMR dengan satu orang dokter jaga yang setiap hari stay di dalamnya.

"Selamat ya Alin, mulai hari ini kamu resmi sebagai salah satu anggota PMR" kata Dewi sambil menjabat tangan Alin dan disaksikan oleh dua orang senior dalam keanggotaan PMR.

"Terimakasih, kak. Latihannya hari apa, kak?" tanya Alin.

"Seperti ekskul lainnya, kita juga latihan di hari Sabtu jam delapan pagi. Pastikan kamu selalu hadir dan tidak terlambat. Kamu akan mendapatkan banyak pengalaman menarik disini" kata Dewi.

"Siap kak, terimakasih. Kalau begitu saya permisi pulang dulu" pamit Alin karena hari sudah semakin sore.

"Silahkan" jawab Dewi.

Lain Alin, lain pula kegiatan Lisa and the geng seharian ini.

Menjalani hukuman sebagai relawan di panti jompo membuat ketiga cewek itu merasa sangat tak nyaman dan mengeluh tiada henti.

Petugas panti jadi merasa terbebani karena harus terus mengawasi mereka bahkan tak segan mereka harus memberi ancaman agar Lisa, Via dan Zee mau melakukan tugas yang sudah tertera di dalam daftar keseharian para penghuni di dalam panti tersebut.

"Iyuh... Nenek ini boker lagi kakak" keluh Lisa yang tengah menangani nenek Olivia. Wanita sepuh itu memang kondisi kesehatannya sedang tidak baik hingga membuatnya sering BAB.

"Tolong bantu saya untuk membawanya ke kamar mandi dan kita ganti popoknya" kata petugas panti yang sudah terbiasa menangani hal yang seperti itu.

"Lo saja deh Zee yang bantuin bawa nih nenek sepuh. Tadi gue berasa mau muntah, masak sekarang harus melakukan itu lagi sih" keluh Lisa.

"Lo nggak lihat gue lagi nyisirin nih gadis sampul. Lo sih pilih-pilih jadi orang, sukurin deh tadinya lo yang ngejekin gue" ejek Zee yang tengah menyisir rambut seorang nenek centil, nenek yang masih sangat aktif di usia senjanya.

"Sialan lo. Awas lo ya" ancam Lisa.

"Bodo amat" balas Zee.

Mau tak mau, tetap harus mau. Lisa membantu petugas untuk membawa nenek Olivia ke kamar mandi. Terlebih dahulu Lisa dan petugas yang bernama Irna, harus mengangkat sang nenek ke atas brankar dan mendorongnya hingga ke kamar mandi.

Sesampainya disana, kembali mereka harus mengangkat nenek dari atas brankar ke atas meja 'pembersih'. Seperti itulah nama yang diberikan pada sebuah meja yang dikhususkan untuk membersihkan tubuh para penghuni panti yang bermasalah.

Seperti nenek Olivia contohnya, terhitung sudah empat kali beliau bolak-balik menghampiri meja tersebut untuk dibersihkan dan ganti popok.

Bukan Lisa namanya kalau tidak bekerja sambil merengut dan terus menggerutu. Kak Irna sebenarnya sudah sangat panas telinganya untuk mendengarkan gerutuan Lisa. Tapi kesabarannya yang seluas samudera masih tetap berusaha memberi kesempatan terhadap Lisa untuk saling membantu.

"Lagian nenek habis makan apa sih sampai diare begini?" tanya Lisa yang wajahnya tertutup masker, memakai handscoon dan menguncir rambut panjangnya tinggi-tinggi.

"Semalam ada anggota keluarganya yang datang berkunjung dan memberikan nenek makanan. Sepertinya memberikan bubur. Tapi entah bagaimana ceritanya bubur bisa membuat nenek jadi diare" jawab kak Irna sambil melakukan tugasnya.

"Jadi nenek ini masih punya keluarga, kak?" tanya Lisa.

"Punya. Bahkan keluarga nenek Olivia ini bisa dibilang keluarga yang mampu secara finansial" jawab Irna.

"Tapi kenapa mereka mengirim nenek ke panti Jompo? Kenapa tidak di urus sendiri saja dirumahnya?" heran Lisa, baru kali ini dia mendengar cerita seperti ini.

"Keluarganya adalah orang sibuk. Nenek Olivia punya dua anak lelaki yang keduanya berada di luar negri. Salah satunya bekerja di kedutaan, dan yang satunya bekerja di salah satu kantor yang fokus di bidang teknologi" jawab Irna.

"Dan tidak ada yang berminat untuk mengajak ibunya tinggal bersama mereka? Kasihannya nenek Olivia" kata Lisa, rupanya ada banyak cerita yang bahkan diluar jangkauan pemikiran Lisa.

"Pernah nenek dibawa secara bergantian oleh anak-anaknya, tapi entah bagaimana ceritanya sejak tiga tahun belakangan ini mereka memutuskan untuk menitipkan nenek Olivia disini. Dan sejak itu memang kondisi kesehatannya semakin memburuk" jawab Irna.

"Mungkin nenek rindu pada anaknya, kak. Apa mereka tidak pernah berkunjung?" tanya Lisa.

"Sangat jarang, mungkin hanya ada dua kali kunjungan untuk nenek sejak dia ada disini. Tapi untuk urusan finansial, kedua anaknya mengirim dana untuk nenek dalam jumlah yang lebih dari cukup" jawab Irna.

"Tapi pasti nenek ini rindu pada anaknya, kak. Kasihan sekali. Nanti kalau papaku sudah tua, aku tidak akan pernah mengirimnya ke panti jompo, kak. Jika aku tidak bisa mengurus papa setiap saat, maka aku akan menyewa jasa suster untuk membantu mengurus papa" tekad Lisa yang memang sangat menyayangi papanya meski sikap manjanya tidak ada lawan.

"Bagus, memang seharusnya begitu. Berbakti terhadap orang tua selagi kita mampu. Bagaimanapun mereka adalah ladang pahala bagi anaknya" kata Irna yang masih terlihat jika sedang tersenyum meski dalam balutan masker.

Beda cerita dengan Zee, gadis itu sedang berjoget ria dengan seorang nenek yang sangat enerjik.

Nenek Fai, begitu sang nenek minta dipanggil meski nama aslinya adalah Painem.

"Sebentar, nenek capek banget" ujar nenek Fai yang minta diambilkan minum dan duduk manis setelah mematikan musik dari ponselnya.

"Nih minumnya, nek" kata Zee.

"Terimakasih nak Jee" jawab nenek yang tak bisa berujar Z, malah bertukar J.

"Nenek sudah lama disini?" iseng saja sebenarnya saat Zee bertanya.

"Paling lama malah. Dan teman seangkatan nenek yang masuk kesini bersama dulu sudah meninggal semua" jawab nenek Fai.

"Nenek kuat, dong. Hebat" ujar Zee.

Tapi malah membuat wajah sumringah nenek berubah mendung. Tiba-tiba nenek Fai menangis

"Loh, kenapa nek? Kok nangis?" tanya Zee yang bingung dan takut, bagaimana cara menenangkan seorang nenek.

Episodes
1 Beragamnya Negriku
2 Kecelakaan
3 benang merah
4 Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5 Dasar Monyet
6 Deklarasi Kebencian
7 Semakin Membenci
8 Benci tak berdasar
9 Masalah selanjutnya
10 Dipanggil Bu Kris
11 Terlihat Abu-abu
12 Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13 Mengalihkan kekecewaan
14 Good Idea, Akbar!
15 Pengalaman Geng Lisa
16 Wejangan dari orang yang tepat
17 Rumit
18 Bimbang
19 Surprise
20 Hubungan Darah
21 Malam Perpisahan?
22 Di rumah Papa
23 Perumahan Tirta Agung
24 Syukuran Bersama
25 Cewek super udik
26 R.I.P Bejo
27 Mirip Mummy
28 Jalan-jalan Pagi
29 Dihukum Lagi
30 Amarah seorang Alina
31 Seperti Nano-nano
32 Bukan Perkara 'maaf'
33 Lisa dirawat
34 Pilih aku atau dia, pa?
35 Biarkan Takdir yang Berkata
36 Pandangan Masa Depan
37 Tanah Haram
38 Seperti Bangau
39 Tante Berlian
40 Tunggu Saja Dulu
41 Kesal
42 Jangan panggil aku anak kecil, om!
43 Kabur Lagi
44 Simbiosis Mutualisme
45 Seatap?
46 Om Songong
47 Segomi
48 Saudara?
49 Maaf
50 Hansen
51 Tugas Siaga
52 Bimbang
53 Papa
54 Makanan spesial?
55 Yasudah
56 Ternyata Hansen itu...
57 Fans Hansen
58 Niat baik Sam
59 Kepercayaan Sam
60 Menyebalkan
61 Usaha Berlian
62 Tergigit
63 Dasar anak kecil
64 Ikan Lele
65 Hasil olahan Lele
66 Majemuk
67 Partner Ghibah
68 Berkenalan
69 Akhirnya bertemu Hansen
70 Es Krim Red Velvet
71 Membuat emosi saja
72 Pilihan Alin
73 Sabar ya Akbar
74 Dinner
75 Kecemasan Lisa
76 Apakah aku salah
77 Tak jadi berdamai
78 Ikut om, boleh?
79 Tidak sengaja bertemu papa
80 Benarkah?
81 Dasar Alina!
82 pagi yang canggung
83 kotak merah maron
84 Sedikit khawatir
85 Terlalu bermasalah
86 sepulang sekolah
87 keputusan Yudha
88 Akankah berpisah
89 sebuah kejutan
90 Kehilangan jejak
91 Senapan Slime?
92 harus berbakti kepada siapa?
93 Sisi lain Lisa
94 Tidak jelas
95 Kenapa?
96 sudut pandang Lisa
97 gadis yang kesepian
98 dasar Sam!
99 Enam bulan
100 malam ini
101 Siapa sebenarnya?
102 papa mama baru
103 ancaman lagi
104 kado
105 kenapa ikat pinggang?
106 Clara yang aneh
107 pisau lipat dan botol parfum
108 bau ketek
109 saling mengejutkan
110 kalang kabut
111 rupanya diterima
112 kesempatan dalam kesempitan
113 bertahanlah Clara!
114 debat kusir
115 bertanya
116 bahaya
117 kejutan lagi
118 baik saja
119 rumah sakit lagi
120 hati
121 dijemput
122 tak sengaja bertemu
123 kucing garong
124 terjebak
125 tragedi Hansen
126 diantar pulang
127 kesedihan Berlian
128 ponsel baru
129 hanya iseng, Tante
130 kemesraan
131 Dadah Rifat
132 skak mat
133 gundah
134 anak manja
135 undangan
136 bersiap
137 menikah
138 keajaiban untuk Berlian
139 Merasa egois
140 Bangun lagi
141 terminal lucydity
142 hati yang canggung
143 merasa sendiri
144 om duda tapi perjaka
145 extra part
146 new novel, ARUNA
Episodes

Updated 146 Episodes

1
Beragamnya Negriku
2
Kecelakaan
3
benang merah
4
Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5
Dasar Monyet
6
Deklarasi Kebencian
7
Semakin Membenci
8
Benci tak berdasar
9
Masalah selanjutnya
10
Dipanggil Bu Kris
11
Terlihat Abu-abu
12
Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13
Mengalihkan kekecewaan
14
Good Idea, Akbar!
15
Pengalaman Geng Lisa
16
Wejangan dari orang yang tepat
17
Rumit
18
Bimbang
19
Surprise
20
Hubungan Darah
21
Malam Perpisahan?
22
Di rumah Papa
23
Perumahan Tirta Agung
24
Syukuran Bersama
25
Cewek super udik
26
R.I.P Bejo
27
Mirip Mummy
28
Jalan-jalan Pagi
29
Dihukum Lagi
30
Amarah seorang Alina
31
Seperti Nano-nano
32
Bukan Perkara 'maaf'
33
Lisa dirawat
34
Pilih aku atau dia, pa?
35
Biarkan Takdir yang Berkata
36
Pandangan Masa Depan
37
Tanah Haram
38
Seperti Bangau
39
Tante Berlian
40
Tunggu Saja Dulu
41
Kesal
42
Jangan panggil aku anak kecil, om!
43
Kabur Lagi
44
Simbiosis Mutualisme
45
Seatap?
46
Om Songong
47
Segomi
48
Saudara?
49
Maaf
50
Hansen
51
Tugas Siaga
52
Bimbang
53
Papa
54
Makanan spesial?
55
Yasudah
56
Ternyata Hansen itu...
57
Fans Hansen
58
Niat baik Sam
59
Kepercayaan Sam
60
Menyebalkan
61
Usaha Berlian
62
Tergigit
63
Dasar anak kecil
64
Ikan Lele
65
Hasil olahan Lele
66
Majemuk
67
Partner Ghibah
68
Berkenalan
69
Akhirnya bertemu Hansen
70
Es Krim Red Velvet
71
Membuat emosi saja
72
Pilihan Alin
73
Sabar ya Akbar
74
Dinner
75
Kecemasan Lisa
76
Apakah aku salah
77
Tak jadi berdamai
78
Ikut om, boleh?
79
Tidak sengaja bertemu papa
80
Benarkah?
81
Dasar Alina!
82
pagi yang canggung
83
kotak merah maron
84
Sedikit khawatir
85
Terlalu bermasalah
86
sepulang sekolah
87
keputusan Yudha
88
Akankah berpisah
89
sebuah kejutan
90
Kehilangan jejak
91
Senapan Slime?
92
harus berbakti kepada siapa?
93
Sisi lain Lisa
94
Tidak jelas
95
Kenapa?
96
sudut pandang Lisa
97
gadis yang kesepian
98
dasar Sam!
99
Enam bulan
100
malam ini
101
Siapa sebenarnya?
102
papa mama baru
103
ancaman lagi
104
kado
105
kenapa ikat pinggang?
106
Clara yang aneh
107
pisau lipat dan botol parfum
108
bau ketek
109
saling mengejutkan
110
kalang kabut
111
rupanya diterima
112
kesempatan dalam kesempitan
113
bertahanlah Clara!
114
debat kusir
115
bertanya
116
bahaya
117
kejutan lagi
118
baik saja
119
rumah sakit lagi
120
hati
121
dijemput
122
tak sengaja bertemu
123
kucing garong
124
terjebak
125
tragedi Hansen
126
diantar pulang
127
kesedihan Berlian
128
ponsel baru
129
hanya iseng, Tante
130
kemesraan
131
Dadah Rifat
132
skak mat
133
gundah
134
anak manja
135
undangan
136
bersiap
137
menikah
138
keajaiban untuk Berlian
139
Merasa egois
140
Bangun lagi
141
terminal lucydity
142
hati yang canggung
143
merasa sendiri
144
om duda tapi perjaka
145
extra part
146
new novel, ARUNA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!