"Lin, kamu berbuat ulah di sekolah?" tiba-tiba Vee yang baru turun dari kamarnya menegur Alin yang tengah menyantap makanannya.
"Ehem" mulut Alin yang masih penuh dengan nasi dan mie instan membuat Alin hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Ngomong yang jelas! Lagian kamu kenapa makan mie pakai nasi, sih? Itu kan bik Ndari sudah masakin kita semur ayam. Masa pertumbuhan seperti kamu itu perlu banyak makanan yang bergizi. Bukan cuma mie sama nasi saja" ucap Vee mulai memanjang seperti kereta api.
"Soalnya aku lagi kangen sama bunda, kak" jawab Alin yang sudah menelan nasinya.
"Apa hubungannya?" tanya Vee.
"Bunda juga pasti akan marah kalau melihat aku cuma makan nasi sama mie instan doang. Makanya aku sengaja makan begini biar kakak marah dan rasa rinduku sama bunda sedikit terobati" Vee malah terdiam mendengar jawaban dari mulut adiknya.
Selama ini Vee jarang sekali merasa rindu terhadap orng tuanya karena sudah sejak lama dia hidup mandiri. Tinggal di rumahnya sendiri sejak Vee masih kelas tiga SMP meski jarak dari rumahnya ke rumah sang bunda tak begitu jauh.
Sampai dia pindah ke Jakarta, seingatnya dia hanya pulang sebanyak tiga kali saja. Vee jadi ikut rindu pada bundanya.
"Lagipula aku makan ayamnya juga kok, ditambah jamur, wortel parut dan lalapan timun dan tomat" mendengar Alin menyebutkan lauknya, membuat Vee membelalakkan matanya.
"Buset, bukan cuma empat sehat itu mah" kata Vee disertai kekehan ringan.
"Masa pertumbuhan, kak" jawab Alin santai. Dia memang doyan makan dan tak pernah pilih-pilih makanan.
Hidup di pesantren meski hanya satu tahun membuat Alin sangat menghargai makanan.
"Oh iya. Tadi guru kamu telpon kakak, beliau bilang kalau besok wali murid atas nama Alina Jovanca Putri diharapkan hadir ke sekolah karena ada yang perlu dibahas" kata Vee yang mengingat tujuannya datang untuk menemui Alin.
"Memangnya apa yang sudah kamu lakukan di sekolah? Jangan bilang kalau kamu jadi anak bandel" ucap Vee.
"Sebenarnya nggak ada masalah apapun, kak. Cuma salah paham saja. Tapi bu Kris sebagai guru BP menanggapi terlalu serius. Kakak tenang saja. Kalau memang kakak sedang sibuk, tidak apa-apa kok kalau tidak bisa hadir ke sekolah Alin" kata Alin berharap agar Vee tak pergi.
"Enak saja! Nanti kalau kakak nggak datang, kamu mau nyuruh tukang gali kubur untuk berpura-pura jadi bapak kamu?" kata Vee mengejek.
"Nggak lah. Itu kan kerjaannya kakak dulu" celetuk Alin yang membuat saya Seno terkekeh mendengarkannya.
"Apa benar itu, sayang?" tanya Seno sambil memeluk Vee dari belakang.
"Ugh! Aku jadi susah untuk menelan makananku kalau melihat adegan begini" sindir Alin.
Seketika Seno melepaskan pelukannya dan duduk di dekat sang istri untuk mendengarkan perdebatan apa lagi diantara Vee dan adiknya.
"Pokoknya besok kakak datang bersama kak Seno. Kalau sampai kamu terlibat sebuah kasus, bersiaplah untuk kakak kirim kamu ke Papua. Susul saja gus Rifat mu itu" ancam Vee.
"Padahal sudah aku katakan kalau gus Rifat itu satu sekolah di Mahardika juga" kata Alin yang sudah berhasil menyelesaikan seporsi makan sorenya.
Sebagai remaja yang ada di fase doyan makan, Alin tak pernah mengikuti jam untuk mengisi perutnya. Saat dia merasa lapar, ya makan saja.
Tak ada istilah sarapan, makan siang ataupun makan malam. Bisa-bisa Alin makan lima kali sehari jika sedang libur sekolah.
"Oke, kita lihat saja besok. Saya akan siapkan tiket penerbangan menuju Papua jika memang kamu terbukti bersalah, Alina" giliran Seno yang bicara. Hanya ingin melucu saja, tak ada niat untuk menyakiti hati siapapun.
"Walaupun dia bersalah, nggak mungkinlah aku kirim dia ke Papua, kak" kesal Vee pada suaminya.
"Bercanda sayang, bercanda" ucap Seno yang tak menyangka jika istrinya akan tersinggung. Sementara Alin hanya senyum-senyum kecil sambil mencuci piringnya.
Mungkin perasaan ibu hamil memang terlalu sensitif, sulit diajak bercanda.
Vee dan Seno datang pukul sembilan pagi, sudah terlewat setengah jam dari undangan yang Vee dapatkan.
Vee dan Seno menyempatkan diri untuk mengunjungi kelas Alin dan meminta izin pada guru pengajar untuk mengajak Alin keluar jam pelajaran.
Kini mereka bertiga sudah berada diambang pintu, berdiri terpaku saat melihat ke dalam ruangan BP yang nampak ramai oleh tiga orang siswi beserta wali muridnya.
Vee kira hanya dia yang diundang untuk datang ke sekolah.
Memindai isi ruangan, Vee terkejut bukan main saat melihat seorang pria paruh baya yang duduk tegap dengan seorang pria bersetelan formal di belakangnya.
Keduanya saling membelalakkan mata saat pandangannya bertemu. Ya, Vee sedang bertatapan dengan Yudha dan Akbar, asisten pribadi Yudha.
"Papa Yudha?" kata Vee yang masih tak percaya dengan pandangannya.
"Vee? Kamu disini juga, nak?" tanya Yudha yang langsung menghampirinya.
Menuntun lengan Vee dan mempersilahkan wanita hamil itu untuk duduk dengan tenang karena sedikit syok.
"Kamu bersama siapa? Dan ada keperluan apa sampai kamu kemari?" tanya Yudha yabg hanya melihat Vee datang bersama Senopati.
"Kak Seno" kata Lisa lirih dengan gemas karena dia sangat mengidolakan Seno, dia sudah berharap jika papanya yang berinisiatif untuk turut mengundang Seno pagi ini, namun senyumnya lantas hilang saat mendapati adanya Alin di belakang Seno sambil berjalan pelan dan memegangi jas bagian belakang Seno seperti anak kecil.
"Dia? Apa mungkin dia itu?" Yudha tak bisa melanjutkan pertanyaannya saat melihat Alin yang berdiri di belakang Seno.
Wajah Alin yang sungguh mirip dengan Lisa membuat Yudha tentu sangat yakin akan siapa yang Vee bawa pagi ini.
"Vee, apa benar dia adikmu?" tanya Yudha mencari kepastian.
Vee hanya bisa terdiam. Tak tahu harus berkata apa. Karena Alin yang sejak kecil tak pernah diberitahu jika punya saudara kembar.
"Saya datang ke sini sebagai wali dari Alina untuk menghadiri undangan yang Bu Kris sampaikan kemarin" kata Seno mengambil alih perhatian.
"Dan untuk menghemat waktu kami yang sangat berharga, bisakah bu Kris untuk mengatakan perihal undangan itu, bu" perkataan Seno membuat semua terdiam dan Vee menjadi lebih tenang, sementara Alin malah diberi tempat duduk di samping Lisa.
"Baiklah, silahkan semua wali murid untuk kembali duduk" ucap Bu Kris yang tak menyangka jika anak muridnya dulu sudah menjadi orang yang sukses seperti Senopati.
"Jadi tujuan kami mengundang wali murid semua disini karena sebuah kasus yang telah dilakukan oleh Lisa dan kedua temannya terhadap Alin selaku murid baru di sekolah ini" ucap Bu Kris.
"Sebelumnya saya mohon maaf kepada pak Yudha selaku investor tetap di sekolah ini karena sudah berani menegur putri bapak dikarenakan tindakannya yang sudah melebihi batas terhadap Alina" ucap Bu Kris lagi.
"Seperti yang kita tahu jika keluarga Widjojo pun adalah investor yang kuat juga di sekolah ini. Jadi, disini kami ingin mencari jalan keluar dari masalah antara Lisa dan Alin" masih Bu Kris yang berbicara.
"Sebenarnya apa yang sudah adik saya lakukan, bu?" tanya Vee yang sudah tidak sabar.
"Ehm, Alin menjadi korban perundungan dari Lisa dan kedua temannya" jawab Bu Kris.
"Benar begitu, Lisa?" tanya Seno mengintimidasi.
Lisa sedikit takut kali ini. Dia tak menyangka jika Alin adalah adik dari Vee dan Seno.
"Jadi begini, bapak dan ibu sekalian. Saya sebagai saksi pertama yang menemukan Alin terkunci di dalam kamar mandi sepulang sekolah kemarin sore. Bahkan menurut sebuah informasi yang saya dapatkan dari satu sumber terpercaya pagi tadi, bahwa tidak hanya sekali itu saja Lisa dan temannya berbuat iseng yang merugikan terhadap Alin" kini Dewi yang mengambil alih pembicaraan. Dia memang sangat tegas dan disiplin.
"Beberapa waktu yang lalu, Lisa telah menyuruh seseorang untuk membuat bensin di tangki motor Alin habis tak bersisa" kata Dewi yang tadi pagi mendapatkan laporan dari Rifat setelah menceritakan jika akan ada perkumpulan wali murid untuk kasus Lisa dan Alin.
"Oh, jadi itu juga ulah kamu, Lis?" tanya Alin tak percaya.
"Itu fitnah" sergah Lisa merasa tak terima.
"Semua yang saya bicarakan ini berdasarkan bukti. Saya bukan orang bodoh yang kebal hukum jika hanya berkata sampah" ujar Dewi dengan tatapan menusuk terhadap Lisa si manja.
Tentu Lisa merasa terpojok dan takut. Dia tak mau kalau sampai Senopati tak lagi respect terhadapnya.
Tak ada yang ingin dibenci idolanya, bukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Dewi Ayu Sartika
lanjut kak
2023-10-07
0