Katanya Papua, tapi ini Jakarta

"Hei tunggu, kamu telat ya?" sebuah suara membuat Alin menoleh saat langkah mantapnya hendak ke ruang guru.

"Eh, iya. Maaf bu, tadi saya nyasar sedikit. Masih belum hafal jalan" jawaban Alin memanglah sebuah kenyataan.

"Alasan saja! Kalau telat ya telat" balas guru itu.

"Iya bu, maaf" ucap Alin.

"Kamu murid baru? Sepertinya saya belum pernah melihat wajah kamu. Eh, tapi sepertinya pernah" kata bu guru yang intonasi suaranya melemah di akhir perkataanya.

"Saya murid baru, bu. Pindahan dari Malang. Baru hari ini masuk sekolah. Jadi memang masih sedikit bingung dengan jalanannya. Ehm, tadi saya salah belok bu, jadinya nyasar deh" kata Alin.

"Oh, kamu yang adiknya Senopati ya?" tanya guru itu mulai faham.

"Betul bu. Itu kakak saya" jawab Alin riang, senang juga punya kakak terkenal.

"Baiklah, tapi telat tetap saja telat dan kamu harus dihukum juga. Sebelum kamu masuk ke kelas, kamu harus lari keliling lapangan sebanyak tiga kali. Setelah hukuman kamu selesai, nanti saya yang akan mengantarkan kamu ke kelas" kata Bu guru.

"Huft, baiklah bu" jawab Alin yang sebelumnya berfikir akan mendapatkan dispensasi di hari pertamanya.

Bu guru mengantar Alin ke lapangan untuk melakukan hukumannya, dan ternyata sudah ada cowok yang tadi juga datang telat dengannya.

Alin melihat cowok itu sudah berlari di posisi memunggunginya, membuatnya belum bisa melihat wajah cowok itu.

"Tenang, kamu nggak lari sendirian. Ada kakak kelas kamu yang juga kena hukuman" kata bu guru.

Cowok yang tengah memutari lapangan itu tahu jika adik kelasnya ikut berlari, dia jadi gelagapan.

Ingat jika helmnya ada di pinggir lapangan beserta tasnya, cowok itu segera menepi dan mengambil helmnya untuk dikenakan.

Jadilah dia berlari sambil memakai helm full face nya. Cuaca yang agak panas tak dia hiraukan entah karena apa hingga dia memutuskan untuk berlari sambil memakai helm.

"Hei kak, tunggu" seru Alin nampak heran, sepertinya tadi cowok itu berpeluh karena berlari. Tapi sekarang malah memakai helm.

Cowok itu tak menggubris, tetap berlari meski Alin terus saja berusaha mengimbangi langkahnya.

"Kak. Aneh banget sih. Kenapa lari pakai helm?" setengah berteriak saat Alin sudah bisa mensejajari langkah cowok itu.

"Bukan urusan lo" balas si cowok.

"Tapi terimakasih sudah mau menunjukkan jalan ya kak. Kalau nggak ada kakak, pasti aku datangnya lebih siang" kata Alin masih berusaha untuk mengobrol dengan kakak tingkatnya yang jual mahal itu.

"Sama-sama" jawab cowok itu singkat.

"Jangan kenceng-kenceng dong larinya, kak" keluh Alin sedikit lelah.

Tapi cowok itu hanya menoleh singkat tanpa mau memperlambat langkahnya hingga membuat Alin tertinggal jauh.

Hukuman Alin hanya tiga putaran, sementara cowok itu lima putaran dan mereka berdua menyelesaikan hukumannya hampir bersamaan dan menghadap bu guru yang masih saja menunggui mereka di tepi lapangan.

"Saya sudah lari tiga putaran, Bu" kata Alin melapor dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

"Bagus, istirahat sebentar lalu ibu akan mengantarmu ke kelas" kata bu guru.

"Hei, Rifat. Kamu juga sudah kan? Kemari dulu!" perintah bu guru sembari melambaikan tangan agar cowok yang ternyata bernama Rifat itu mendekatinya.

Alin sedikit terpaku mendengar nama Rifat disebut. Selalu teringat akan gus Rifat yang telah meninggalkannya hingga membuat Alin harus pindah sekolah demi bisa melupakan pria yang dianggapnya kakak terbaik.

"Ya bu Kris" jawab cowok itu masih tak mau menanggalkan helmnya.

"Yang sopan ya, buka helm kamu atau hukuman kamu akan ibu tambah!" perintah bu guru yang ternyata bernama bu Kris itu tak diindahkan oleh si cowok. Membuat Alin semakin penasaran dengan wajahnya.

"Jangan bu" sepatah-sepatah kata yang keluar dari mulut cowok itu semakin Alin resapi nada dan intonasinya.

Mencocokkan dengan memori di otaknya akan suara dari Rifat yang dia kenal.

"Baiklah, push up dua ratus kali, menyikat toilet cowok, atau buka helm kamu!" pilihan yang sulit, sebenarnya cowok itu tak mau ketiganya.

Tapi cuaca yang panas, pasti membuat toilet menjadi jorok. Dan untuk push up dua ratus kali pasti akan membuat perut cowok itu kembali lapar.

Akhirnya, mau tak mau dia membuka helm full face nya secara perlahan. Gerakan yang semakin terasa lambat bagi Alin yang sangat penasaran terhadapnya.

Hampir satu menit hanya untuk membuka helm, tapi itu berhasil membuat Alin melotot tajam saat mendapati wajah cowok dihadapannya.

"Gus Rifat? Benar ini gus Rifat?" tanya Alin sedikit berteriak. Entah harus bagaimana dia bereaksi, antara senang karena bertemu teman terdekatnya atau harus marah karena telah dibohongi olehnya.

Cowok itu hanya terdiam, belum ada sepatah katapun keluar dari mulutnya.

"Gus? Namanya Rifat, bukan Agus" kata bu Kris.

"Dia ini Gus Rifat, bu. Iya kan? Benar kan, gus?" tanya Alin semakin tak tenang, tangannya sampai berani mengguncang seragam putih yang Rifat pakai karena tak berani memegang tangannya.

"Gus, jawab dong. Kenapa diam saja sih?" Alin telah menangis karena tak juga mendapat jawaban darinya.

*gus adalah panggilan untuk keturunan laki-laki yang masih muda dari seorang kyai / ulama besar. Panggilan ini biasanya kerap dipakai di daerah Jawa Timur.

"Rifat, kenapa diam? Sampai nangis anak orang karena kamu" kata Bu Kris semakin bingung.

"Iya Lin, gue Rifat" pada akhirnya Rifat tak bisa mengelak.

"Kenapa bohong katanya pergi ke Papua? Ini kan di Jakarta, gus" kata Alin geram, dia bahkan sudah mencubit pinggang Rifat dengan gemasnya.

"Sakit, Lin. Maaf! Nanti gue jelasin" jawab Rifat yang tak mau identitasnya terbuka di hadapan sang guru.

Alin mengerti, dia berhenti menangis dan juga berhenti mencubiti Rifat.

"Kalian kenal? Bagaimana bisa?" tanya bu Kris.

"Kenal bu" jawab mereka berbarengan.

"Ah sudahlah, teruskan nanti saja. Sekarang kalian masuk kembali ke kelas. Alina, biar ibu antar kamu ke kelas ya" ucap bu Kris yang hanya diangguki oleh Alin.

Segera Rifat pergi dengan terburu-buru selagi ada kesempatan. Dia masih belum bisa untuk menjelaskan apapun pada Alin.

Sedangkan Alin juga tak bisa membuat Rifat bersuara karena diapun harus masuk kelasnya sendiri.

"Ehm, bu guru. Gus Rifat, eh maksud saya, kak Rifat kelasnya dimana?" tanya Alin sembari berjalan menyusuri koridor sekolah bersama bu Kris.

"Rifat si anak nakal itu? Dia masuk kelas XI IPS-2" jawab Bu Kris.

"Dia nakal ya bu?" tanya Alin lagi.

"Sangat. Hampir tiap hari terlambat, suka berbuat onar di sekolah, dan masih banyak lagi. Ibu sampai pusing dibuatnya. Tapi entah bagaimana dia bisa secerdas itu" kata bu Kris.

Alin tersenyum kecil, Rifat memang cowok yang pandai. Tapi untuk menjadi nakal, bagaimana bisa?

Heran Alin dibuatnya.

Episodes
1 Beragamnya Negriku
2 Kecelakaan
3 benang merah
4 Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5 Dasar Monyet
6 Deklarasi Kebencian
7 Semakin Membenci
8 Benci tak berdasar
9 Masalah selanjutnya
10 Dipanggil Bu Kris
11 Terlihat Abu-abu
12 Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13 Mengalihkan kekecewaan
14 Good Idea, Akbar!
15 Pengalaman Geng Lisa
16 Wejangan dari orang yang tepat
17 Rumit
18 Bimbang
19 Surprise
20 Hubungan Darah
21 Malam Perpisahan?
22 Di rumah Papa
23 Perumahan Tirta Agung
24 Syukuran Bersama
25 Cewek super udik
26 R.I.P Bejo
27 Mirip Mummy
28 Jalan-jalan Pagi
29 Dihukum Lagi
30 Amarah seorang Alina
31 Seperti Nano-nano
32 Bukan Perkara 'maaf'
33 Lisa dirawat
34 Pilih aku atau dia, pa?
35 Biarkan Takdir yang Berkata
36 Pandangan Masa Depan
37 Tanah Haram
38 Seperti Bangau
39 Tante Berlian
40 Tunggu Saja Dulu
41 Kesal
42 Jangan panggil aku anak kecil, om!
43 Kabur Lagi
44 Simbiosis Mutualisme
45 Seatap?
46 Om Songong
47 Segomi
48 Saudara?
49 Maaf
50 Hansen
51 Tugas Siaga
52 Bimbang
53 Papa
54 Makanan spesial?
55 Yasudah
56 Ternyata Hansen itu...
57 Fans Hansen
58 Niat baik Sam
59 Kepercayaan Sam
60 Menyebalkan
61 Usaha Berlian
62 Tergigit
63 Dasar anak kecil
64 Ikan Lele
65 Hasil olahan Lele
66 Majemuk
67 Partner Ghibah
68 Berkenalan
69 Akhirnya bertemu Hansen
70 Es Krim Red Velvet
71 Membuat emosi saja
72 Pilihan Alin
73 Sabar ya Akbar
74 Dinner
75 Kecemasan Lisa
76 Apakah aku salah
77 Tak jadi berdamai
78 Ikut om, boleh?
79 Tidak sengaja bertemu papa
80 Benarkah?
81 Dasar Alina!
82 pagi yang canggung
83 kotak merah maron
84 Sedikit khawatir
85 Terlalu bermasalah
86 sepulang sekolah
87 keputusan Yudha
88 Akankah berpisah
89 sebuah kejutan
90 Kehilangan jejak
91 Senapan Slime?
92 harus berbakti kepada siapa?
93 Sisi lain Lisa
94 Tidak jelas
95 Kenapa?
96 sudut pandang Lisa
97 gadis yang kesepian
98 dasar Sam!
99 Enam bulan
100 malam ini
101 Siapa sebenarnya?
102 papa mama baru
103 ancaman lagi
104 kado
105 kenapa ikat pinggang?
106 Clara yang aneh
107 pisau lipat dan botol parfum
108 bau ketek
109 saling mengejutkan
110 kalang kabut
111 rupanya diterima
112 kesempatan dalam kesempitan
113 bertahanlah Clara!
114 debat kusir
115 bertanya
116 bahaya
117 kejutan lagi
118 baik saja
119 rumah sakit lagi
120 hati
121 dijemput
122 tak sengaja bertemu
123 kucing garong
124 terjebak
125 tragedi Hansen
126 diantar pulang
127 kesedihan Berlian
128 ponsel baru
129 hanya iseng, Tante
130 kemesraan
131 Dadah Rifat
132 skak mat
133 gundah
134 anak manja
135 undangan
136 bersiap
137 menikah
138 keajaiban untuk Berlian
139 Merasa egois
140 Bangun lagi
141 terminal lucydity
142 hati yang canggung
143 merasa sendiri
144 om duda tapi perjaka
145 extra part
146 new novel, ARUNA
Episodes

Updated 146 Episodes

1
Beragamnya Negriku
2
Kecelakaan
3
benang merah
4
Katanya Papua, tapi ini Jakarta
5
Dasar Monyet
6
Deklarasi Kebencian
7
Semakin Membenci
8
Benci tak berdasar
9
Masalah selanjutnya
10
Dipanggil Bu Kris
11
Terlihat Abu-abu
12
Tidak seperti yang Yudha bayangkan
13
Mengalihkan kekecewaan
14
Good Idea, Akbar!
15
Pengalaman Geng Lisa
16
Wejangan dari orang yang tepat
17
Rumit
18
Bimbang
19
Surprise
20
Hubungan Darah
21
Malam Perpisahan?
22
Di rumah Papa
23
Perumahan Tirta Agung
24
Syukuran Bersama
25
Cewek super udik
26
R.I.P Bejo
27
Mirip Mummy
28
Jalan-jalan Pagi
29
Dihukum Lagi
30
Amarah seorang Alina
31
Seperti Nano-nano
32
Bukan Perkara 'maaf'
33
Lisa dirawat
34
Pilih aku atau dia, pa?
35
Biarkan Takdir yang Berkata
36
Pandangan Masa Depan
37
Tanah Haram
38
Seperti Bangau
39
Tante Berlian
40
Tunggu Saja Dulu
41
Kesal
42
Jangan panggil aku anak kecil, om!
43
Kabur Lagi
44
Simbiosis Mutualisme
45
Seatap?
46
Om Songong
47
Segomi
48
Saudara?
49
Maaf
50
Hansen
51
Tugas Siaga
52
Bimbang
53
Papa
54
Makanan spesial?
55
Yasudah
56
Ternyata Hansen itu...
57
Fans Hansen
58
Niat baik Sam
59
Kepercayaan Sam
60
Menyebalkan
61
Usaha Berlian
62
Tergigit
63
Dasar anak kecil
64
Ikan Lele
65
Hasil olahan Lele
66
Majemuk
67
Partner Ghibah
68
Berkenalan
69
Akhirnya bertemu Hansen
70
Es Krim Red Velvet
71
Membuat emosi saja
72
Pilihan Alin
73
Sabar ya Akbar
74
Dinner
75
Kecemasan Lisa
76
Apakah aku salah
77
Tak jadi berdamai
78
Ikut om, boleh?
79
Tidak sengaja bertemu papa
80
Benarkah?
81
Dasar Alina!
82
pagi yang canggung
83
kotak merah maron
84
Sedikit khawatir
85
Terlalu bermasalah
86
sepulang sekolah
87
keputusan Yudha
88
Akankah berpisah
89
sebuah kejutan
90
Kehilangan jejak
91
Senapan Slime?
92
harus berbakti kepada siapa?
93
Sisi lain Lisa
94
Tidak jelas
95
Kenapa?
96
sudut pandang Lisa
97
gadis yang kesepian
98
dasar Sam!
99
Enam bulan
100
malam ini
101
Siapa sebenarnya?
102
papa mama baru
103
ancaman lagi
104
kado
105
kenapa ikat pinggang?
106
Clara yang aneh
107
pisau lipat dan botol parfum
108
bau ketek
109
saling mengejutkan
110
kalang kabut
111
rupanya diterima
112
kesempatan dalam kesempitan
113
bertahanlah Clara!
114
debat kusir
115
bertanya
116
bahaya
117
kejutan lagi
118
baik saja
119
rumah sakit lagi
120
hati
121
dijemput
122
tak sengaja bertemu
123
kucing garong
124
terjebak
125
tragedi Hansen
126
diantar pulang
127
kesedihan Berlian
128
ponsel baru
129
hanya iseng, Tante
130
kemesraan
131
Dadah Rifat
132
skak mat
133
gundah
134
anak manja
135
undangan
136
bersiap
137
menikah
138
keajaiban untuk Berlian
139
Merasa egois
140
Bangun lagi
141
terminal lucydity
142
hati yang canggung
143
merasa sendiri
144
om duda tapi perjaka
145
extra part
146
new novel, ARUNA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!