BAPAK

Setelah menangis cukup lama, Ana akhirnya tertidur. Ana tidur dengan cukup lelap. Bahkan sampai Ia bangun kesiangan. Tiba-tiba terdengar suara pintu Ana diketuk cukup keras.

“ Tok Tok Tok! Bangun! Udah siang begini anak cewe belum bangun!” Teriak Bapak Ana.

“ Udah jam 6 anak cewe belum keluar kamar, ngapain aja di kamar!” Teriak Bapak Ana lagi.

Mendengar teriakan Bapaknya, Ana segera bangun dari tempat tidurnya. Ia gugup, haruskah Ia segera keluar atau menunggu Bapaknya berlalu pergi terlebih dahulu. Namun saat Ana sedang berfikir, ketukan pintu itu terdengar lagi. Kali ini ketukan pintunya semakin lama dan keras.

“ Tok tok tok. Tok tok tok. Tok tok tok!” Ketuk Bapak Ana.

Ana pun semakin ketakutan, Ia bergegas keluar kamar. Saat pintu kamarnya terbuka, bapaknya sudah ada didepan pintu kamar Ana. Ana pun segera salim ke bapaknya, tapi hal tak terduga didapat Ana.

“ Pakk!” suara tamparan Ana.

Setelah menampar Ana, bapaknya pergi dari depan pintu kamar Ana. Ana mencoba untuk menahan tangisnya. Mama Ana melihat hal tersebut, namun mamanya pun tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya.

Ana bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu, saat berjalan Ia melewati mamanya. Namun, mereka berdua hanya terdiam. Seperti sudah saling mengerti bahwa dalam kondisi seperti itu baiknya menerima dan diam.

Setelah Ana sholat dan mandi, Ana diminta mamanya untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Ia pun tak bias menolaknya meskipun waktu sudah menunjukkan jam setengah tujuh pagi, dimana seharusnya Ana sudah berangkat ke sekolah.

“ Duduk!” Perintah Bapak Ana.

“ Iya Pak.” Jawab Ana.

Mama Ana pun telah menyiapkan piring berisi makanan untuk Ana makan. Ana segera menyantap makanan tersebut agar Ia tidak terlambat ke sekolah. Seperti orang yang sangat kelaparan, Ana menyantap sarapannya tanpa jeda.

“ Makannya pelan-pelan!” Perintah Bapak Ana.

“ Tapi ini udah siang Pak!” Jawab Ana.

“ Makanya anak cewek tuh kalau bangun yang pagi!” Kata Bapak Ana marah.

“ Iya pak.” Jawab Ana.

“ Gimana itu kok kamu bisa disiram-siram pake a*r k*ncing. Bener itu?” Tanya Bapak Ana.

“ Iya pak. Ana juga ga tau pak alasannya kenapa Ana disiram.” Jawab Ana.

“ Loh kamu itu gimana sih. Makanya sholat yang rajin. Ngaji yang bener. Tuh contoh Mba Arin. Bangun pagi, sholat, ngaji, ya mana ada yang mau nyiram-nyiram dia!” Kata Bapak Ana.

Belum sempat Ana menjawab Bapaknya, Mama Ana menyela pembicaraan mereka.

“ Udah berangkat sana Na. Udah siang nih. Kalau ga nemu angkot, nanti biar mama anter ya.” Kata Mama Ana.

“ Iya Ma. Ana berangkat dulu ya.” Kata Ana sambil menjabat tangan kedua orangtuanya.

“ Assalamualaikum.” Salam Ana bergegas pergi keluar rumahnya.

Untungnya saat Ana keluar rumah, terlihat dari arah timur ada angkot bagus yang sedang menuju kearah sekolah Ana. Ia langsung menyeberang dan melambaikan tangannya agar angkot tersebut berhenti.

Ana pun naik angkot tersebut. Ia bersyukur mendapatkan angkot yang bagus, karena dipastikan angkot ini akan ngebut dan bisa sampai di persimpangan jam tujuh kurang. Sehingga Ana pun tidak terlambat sekolah.

Ana berdiri tepat di depan pintu angkot. Angin sepoi-sepoi menampar wajahnya selama perjalanan. Hal tersebut pun mengingatkan tamparan Bapaknya tadi pagi. Mata Ana berlinang, namun Ia berusaha untuk tidak menangis.

Betapa kejamnya Bapak Ana terhadapnya. Anak ragil yang biasanya sangat disayang oleh kedua orangtuanya, namun tidak dengan Ana. Perbedaan kasih sayang yang Ia terima karena lahir sebagai seorang perempuan. Dimana saat Mama Ana mengandung, Bapaknya sangat berharap bahwa yang lahir adalah seorang bayi laki-laki.

Bapak Ana memang mendidik anak-anaknya dengan keras. Namun sangat terlihat bahwa Ia lebih keras dalam mendidik Ana dibanding kakak-kakaknya. Kakak Ana yang pertama adalah seorang laki-laki. Ia sedang kuliah di salah satu universitas ternama di Jogja. Begitupun dengan kakak kedua yang seorang perempuan, Ia juga sedang berkuliah di Universitas di Jogja.

Kakak ketiga Ana yang juga seorang perempuan saat ini pun sedang kuliah di bidang kesehatan namun masih di kebupaten yang sama. Namun karena jaraknya lumayan jauh, sekitar 45 menit dari rumah Ana, maka Kakaknya pun memutuskan untuk kos.

Sehingga, dirumah hanya ada Ana, Mba Arin dan Mamanya. Saat Bapak Ana pulang, Ana selalu disbanding-bandingkan dengan Mba Arin. Menurut Bapak Ana, Mba Arin adalah sosok anak yang sangat berprestasi dan membanggakan. Karena Mba Arin adalah tipe anak yang suka menceritakan prestasinya di sekolah dengan Bapaknya. Berbeda dengan Ana yang sedari awal tidak dekat dengan Bapaknya, karena itu Ia pun tidak pernah menceritakan prestasi yang Ia dapat selama sekolah.

Padahal, sedari SD, Ana merupakan anak yang cukup pintar. Bahkan Ana selalu ranking dikelasnya, meskipun belum pernah mendapat ranking 1, namun beberapa kali Ia mendapatkan ranking 2. Berbeda dengan Mba Arin yang mendapatkan ranking sepuluh besar. Namun tetap saja, bagi Bapak Ana, Mba Arin tetap lebih baik dibandingkan dengan Ana.

Ana selalu ingat perbedaan yang Bapaknya berikan kepadanya dan Mba Arin. Setiap Ana meminta sesuatu untuk keperluan sekolahnya, Bapaknya selalu menundanya. Bahkan akan meminta bukti seperti nota atau slip pembayaran. Berbeda dengan Mba Arin, apa yang dibutuhkan dan di inginkannya, selalu cepat diberikan tanpa pertanyaan-pertanyaan mendetail.

Bahkan untuk HP, Mba Arin dibelikan oleh Bapaknya. Sedangkan Ana, Ia menabung sendiri dari uang jajan sekolahnya. Namun, Ana tidak terlalu peduli dengan hal tersebut karena Ia tidak harus melihat Bapaknya setiap waktu. Akan tetapi, setiap Bapaknya pulang, Ana akan merasa sangat tertekan jika berada dirumah.

Mama dan Bapak Ana masih berada di meja makan. Bapak Ana masih menyelesaikan sarapannya. Mama Ana pun menemani Bapak sampai Ia selesai.

“ Pak, kok ngomongnya begitu sih sama Ana?” Tanya Mama Ana dengan sangat lembut.

“ Begitu gimana?” Tanya Bapak Ana balik.

“ ya begitu, membandingkan Ana dan Mba Arin. Yang Ana alamin kan berat pak, bahkan semaleman Ana nangis sampai tertidur. Kasian dia pak. Makanya tadi bangun kesiangan.” Bela Mama Ana.

“ Halah kebiasaan aja bangun siang. Lagian sholat subuh jam segitu apa ya diterima.” Kata Bapak.

“ Astaghfirulloh Pak, ga setiap hari Ana bangun siang kok. Ini kebetulan aja.” Terang Mama Ana.

“ Udahlah aku lagi makan, nanti jadi ga mood. Ambilin aku air putih Ma.” Pinta Bapak Ana.

“ Iya Pak.” Kata Mama Ana berdiri mengambilkan minum untuk suaminya.

“ Tenang aja, nanti pas jamaah sholat maghrib, aku bakal ngomong sama bapak-bapak. Biar nanti dicari lagi solusi yang tepat.” Kata Bapak Ana menenangkan istrinya.

“ Beneran ya Pak. Aku udah ga tega liat Ana sedih gitu. Padahal kan dia biasanya anaknya ceria terus.” Tambah Mama Ana.

“ Iya-iya, kamu tenang aja.” Pinta Bapak Ana.

Mendengar ucapan suaminya, seperti ada harapan baru untuk Ana dimata mamanya. Ia tahu, meskipun suaminya keras, temperamental dan galak, namun ada sisi dimana Ia sangat melindungi keluarganya. Mamanya berharap semoga kepulangan Bapak Ana dapat menghentikan terror yang Ana alami.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!