Chapter 2: Pertemuan Pertama

Hari-hari berlalu dengan cepat di sekolah. Suatu hari, suasana di kelas kimia terasa berbeda. Guru mereka, Bu Williams, dengan senyum ramahnya, mengumumkan proyek kelompok yang akan mereka kerjakan dalam beberapa minggu ke depan. Kebetulan, setiap siswa akan dipasangkan dengan satu mitra untuk proyek tersebut.

Alex duduk dengan tegang di bangku nya. Meskipun ia ahli dalam pelajaran kimia, kecanggungannya dalam berinteraksi dengan orang lain membuatnya merasa gugup tentang proyek ini. Ia berharap ia bisa bekerja sendirian, tetapi kemungkinannya sangat tipis.

Ketika nama-nama mitra dipanggil, hati Alex berdegup kencang. Ketika namanya diumumkan, ia hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Alex, kamu akan bekerja bersama Mia."

Mia, yang duduk di sebelahnya, melihat Alex dengan senyumnya yang cerah. "Hai, Alex! Sepertinya kita akan menjadi mitra dalam proyek ini."

Alex tersenyum canggung, mencoba untuk menutupi kecemasannya. "Ya, sepertinya begitu."

Setelah kelas selesai, Mia langsung menghampiri Alex. "Jadi, bagaimana menurutmu? Apa kamu sudah memiliki ide untuk proyek kita?"

Alex memikirkan sesaat. "Sebenarnya, aku belum memiliki ide yang pasti."

Mia menepuk bahunya dengan lembut. "Tenang saja, kita bisa bekerja sama untuk menemukan ide yang bagus. Aku yakin kita akan melakukan dengan baik!"

Alex merasa ada semacam kenyamanan dalam ketenangan Mia. Mungkin, bekerja bersama Mia bukanlah hal yang buruk seperti yang dia kira sebelumnya. Ia merasa sedikit lebih percaya diri.

Mereka berdua memutuskan untuk bertemu di perpustakaan pada sore harinya untuk membahas lebih lanjut tentang proyek tersebut. Saat mereka duduk di meja di sudut perpustakaan, Mia membuka bukunya dan mulai berbicara.

"Jadi, apa yang kamu pikirkan tentang proyek ini? Apakah kamu tertarik pada topik kimia tertentu?"

Alex merenung sejenak. "Aku tertarik pada reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, bagaimana reaksi kimia mempengaruhi makanan yang kita konsumsi atau bahan-bahan sehari-hari lainnya."

Mia mengangguk penuh semangat. "Itu terdengar menarik! Kita bisa memilih beberapa bahan dan mengamati bagaimana reaksi kimia terjadi pada mereka. Dan kita bisa membuat presentasi yang interaktif untuk menjelaskan konsep tersebut kepada kelas."

Alex tersenyum. Ide Mia terdengar sangat bagus dan kreatif. Ia merasa beruntung memiliki Mia sebagai mitra proyeknya. "Iya, itu kedengarannya bagus. Kita bisa mencari contoh-contoh reaksi kimia yang sederhana dan relevan dengan kehidupan sehari-hari."

Mereka berdua mulai merencanakan langkah-langkah yang akan mereka ambil dalam proyek ini. Mia dengan antusias memberikan banyak ide-ide kreatif, sementara Alex memberikan wawasan mendalam tentang konsep kimia yang terlibat dalam setiap reaksi.

Seiring berjalannya waktu, Alex dan Mia semakin merasa nyaman bekerja bersama. Mereka berdua memiliki cara pandang yang berbeda, tetapi itu justru membuat mereka saling melengkapi. Mia membawa semangat dan kreativitas, sementara Alex membawa ketelitian dan analisis yang mendalam.

Mereka bekerja bersama di perpustakaan, ruang belajar, dan bahkan di kedai kopi di akhir pekan. Setiap kali mereka bertemu, mereka semakin memahami satu sama lain dan tumbuh menjadi tim yang solid. Alex merasa bahwa proyek ini tidak hanya membantu mereka memahami kimia dengan lebih baik, tetapi juga membuka kesempatan untuk mengenal Mia lebih dalam.

Saat hari presentasi tiba, Alex dan Mia merasa sedikit gugup. Namun, ketika mereka mulai mempresentasikan proyek mereka, rasa gugup itu hilang. Mereka dengan percaya diri menjelaskan tentang berbagai reaksi kimia dalam kehidupan sehari-hari, sambil memamerkan percobaan-percobaan sederhana yang mereka lakukan.

Tanggapan dari guru dan teman-teman sekelas sangat positif. Alex dan Mia merasa bangga dengan hasil kerja keras mereka. Namun, yang lebih penting, mereka merasa bangga atas kolaborasi mereka dan pertemanan yang semakin erat.

Setelah presentasi, Mia memberikan Alex sebuah buket bunga sebagai ucapan terima kasih atas kerjasama mereka. "Terima kasih, Alex. Aku merasa sangat beruntung bisa menjadi mitramu dalam proyek ini."

Alex tersenyum malu-malu. "Sama-sama, Mia. Aku juga belajar banyak dari kamu."

Mereka berdua berdiri di lorong sekolah, saling bertatapan dengan senyum yang tulus. Sesuatu yang lebih dari sekadar proyek kelompok telah tumbuh di antara mereka, sesuatu yang bisa mengubah arah cerita hidup mereka menjadi hal yang lebih menakjubkan.

Setelah proyek kimia mereka berhasil, Alex dan Mia merasa semakin dekat. Namun, seperti halnya permulaan hubungan, mereka merasakan kecanggungan dan keraguan. Kedua belah pihak merasa tidak yakin tentang bagaimana melanjutkan pertemanan mereka. Awalnya, mereka cenderung hanya berbicara tentang proyek dan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran.

Pada satu sore di perpustakaan, setelah beberapa minggu proyek selesai, Mia mencoba memecahkan kebekuan tersebut. "Alex, sebenarnya apa yang kamu suka lakukan di luar sekolah dan pelajaran? Apa hobi kamu?"

Alex merenung sejenak, seperti mencoba mengingat apa yang ia lakukan di luar rutinitas harian. "Aku suka bermain catur dan terkadang membaca fiksi ilmiah. Tapi, sebenarnya aku lebih sering belajar."

Mia mengangguk mengerti. "Tampaknya kamu benar-benar rajin belajar. Tapi, kamu juga perlu waktu untuk bersantai dan mengejar hobi-hobi kamu."

Alex tersenyum malu-malu. "Mungkin kamu benar. Tapi, aku merasa nyaman dengan cara hidupku sekarang."

Mia meletakkan buku yang ia baca dan menatap Alex dengan serius. "Tapi, Alex, hidup tidak hanya tentang belajar. Kita juga harus mencari kebahagiaan dan kenikmatan dalam momen-momen kecil. Seperti bermain catur atau membaca fiksi ilmiah yang kamu suka."

Alex merasa sedikit terdorong oleh kata-kata Mia. Ia mulai merasa bahwa mungkin ada hal-hal lain yang bisa ia nikmati di luar belajar. Namun, kecanggungannya masih ada di sana.

Beberapa minggu berlalu, dan Alex dan Mia mulai mencoba melakukan hal-hal bersama di luar proyek. Mereka pergi makan siang bersama, berjalan-jalan di taman, dan bahkan mencoba bermain catur. Namun, meskipun usaha-usaha ini, mereka masih merasa canggung dan tidak yakin bagaimana berkomunikasi dengan lebih bebas.

Pada suatu sore, Mia mengajak Alex untuk pergi ke sebuah kafe yang baru saja dibuka di kota. Ia berharap tempat yang lebih santai dan nyaman ini akan membantu mereka merasa lebih rileks.

Ketika mereka tiba di kafe, Alex merasa suasana yang berbeda. Tempat itu dihiasi dengan lampu-lampu hangat dan dinding-dinding yang dihiasi dengan karya seni. Mereka memesan minuman dan duduk di sudut ruangan yang nyaman.

Mia tersenyum pada Alex. "Tahu tidak, kita sudah bekerja sama dalam proyek kimia, tetapi aku merasa kita belum benar-benar mengenal satu sama lain."

Alex mengangguk setuju. "Aku merasa hal yang sama. Terkadang aku merasa tidak tahu apa yang harus aku katakan atau lakukan."

Mia melepaskan tawa ringan. "Aku juga merasa seperti itu. Tapi, mungkin kita bisa mencoba untuk lebih terbuka satu sama lain. Kita bisa berbicara tentang apa saja yang ada dalam pikiran kita."

Alex mengangguk, merasa sedikit lebih lega. "Baiklah, aku akan mencoba."

Mereka mulai berbicara tentang hal-hal yang lebih pribadi. Mia menceritakan tentang keluarganya dan kenangan-kenangan masa kecilnya. Alex juga membuka diri dan menceritakan tentang impian-impian dan rasa cemasnya tentang masa depan.

Seiring berjalannya waktu, percakapan mereka semakin dalam dan jujur. Mereka berbicara tentang rasa takut mereka akan kegagalan, harapan-harapan mereka, dan juga tentang betapa sulitnya menjadi remaja di tengah tekanan pelajaran dan ekspektasi.

Ketika mereka berbicara dengan jujur tentang perasaan mereka, kecanggungan perlahan-lahan menghilang. Mereka merasa semakin dekat satu sama lain dan merasakan bahwa ada kepercayaan yang tumbuh di antara mereka.

Saat mereka meninggalkan kafe, Mia tersenyum pada Alex. "Aku merasa lebih dekat denganmu sekarang. Kita tidak perlu merasa canggung lagi, kan?"

Alex merasa lega dan bahagia. "Ya, aku setuju. Terima kasih sudah membantu aku melewati kecanggungan ini."

Mia mengangguk. "Tidak masalah, Alex. Kita saling mendukung, kan? Jika ada yang ingin kamu bicarakan atau kamu ingin berbagi, aku di sini untukmu."

Mereka berdua tersenyum satu sama lain, merasa bahwa hubungan mereka telah mencapai tahap baru. Awalnya yang canggung telah membuka pintu untuk komunikasi yang lebih dalam dan jujur di antara mereka. Dan dari titik ini, mereka tahu bahwa tak ada hal yang tidak bisa mereka hadapi bersama-sama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!