Chapter 19: Krisis Hubungan Akhir

Waktu berlalu, dan hubungan Alex dan Mia semakin erat. Mereka telah melewati begitu banyak hal bersama, dari pertengkaran hingga perjalanan mendalam dalam mengenal diri mereka sendiri dan satu sama lain. Namun, seperti dalam setiap hubungan, tantangan baru selalu menghadang di depan.

Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Alex dan Mia duduk di sebuah kafe di tengah kota, menikmati secangkir kopi hangat. Suasana tenang dan akrab, tapi ada sesuatu yang mengganjal di pikiran mereka.

"Mia," ucap Alex perlahan, "Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."

Mia mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan matanya Alex, "Apa itu, Alex?"

Alex mengambil nafas dalam-dalam, "Aku diberi peluang akademis untuk melanjutkan studi di luar negeri. Ini adalah kesempatan besar yang sulit untuk dilewatkan."

Mia mendengarkan dengan hati-hati, tapi dia bisa merasakan getaran kecemasan yang mulai merayap. "Tapi itu berarti kamu harus pergi jauh, kan?"

Alex mengangguk, ekspresinya penuh perhatian, "Iya, Mia. Itu berarti aku harus pergi selama beberapa tahun. Aku tahu ini akan menjadi ujian besar bagi hubungan kita."

Mia mencoba tersenyum, tapi senyumnya terasa pahit, "Aku senang kamu mendapatkan kesempatan ini, Alex. Tapi... apa artinya bagi kita?"

Suasana yang akrab mulai terasa tegang. Mereka saling menatap, mencari jawaban dalam ekspresi wajah satu sama lain.

"Mia, aku tidak ingin kehilangan kamu," kata Alex dengan tulus. "Tapi aku juga ingin meraih impian akademis dan karierku."

Mia merasa berdebar-debar, perasaan cemburu dan takut mulai merayap di hatinya. "Aku tahu, Alex. Tapi bagaimana kita bisa menjalani hubungan jarak jauh seperti itu? Apakah kita akan tetap sama? Apa yang akan terjadi pada kita?"

Alex meraih tangan Mia dengan lembut, "Aku tidak punya semua jawaban, Mia. Tapi aku ingin kita mencobanya. Aku ingin kita bekerja sama menghadapi tantangan ini."

Mia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata, "Aku tahu aku egois jika memintamu untuk tidak pergi. Tapi rasanya sulit, Alex."

Alex menyentuh pipi Mia dengan lembut, menghapus air mata yang mulai jatuh, "Kamu tidak egois, Mia. Perasaanmu penting, dan aku menghargainya. Mari kita bicarakan ini dengan lebih jujur."

Mereka berdua duduk di sana, mengobrol panjang lebar tentang konsekuensi dan peluang dari keputusan ini. Mereka membahas apa yang bisa mereka lakukan untuk menjaga hubungan mereka tetap kuat, seperti berkomunikasi secara teratur, merencanakan kunjungan, dan menciptakan rencana untuk masa depan.

Mia akhirnya tersenyum, "Aku tidak ingin merusak impianmu, Alex. Dan aku tahu aku harus belajar lebih banyak tentang kepercayaan dan komitmen dalam hubungan kita."

Alex mengangguk, "Dan aku akan selalu mendukungmu, Mia. Kita akan mengatasi ini bersama-sama."

Waktu terus berjalan, dan mereka berdua bekerja keras untuk menghadapi tantangan hubungan jarak jauh. Mereka terus berkomunikasi melalui panggilan video dan pesan, berbagi pengalaman dan perasaan mereka dalam hidup masing-masing. Walaupun kadang-kadang rindu dan cemburu masih muncul, mereka belajar bagaimana mengatasi perasaan itu dengan saling memahami dan memberikan dukungan.

Beberapa bulan kemudian, Alex merencanakan kunjungan ke kota Mia. Saat mereka bertemu di bandara, perasaan bahagia dan haru menyelimuti mereka. Mereka merangkul erat dan tak ingin melepaskan satu sama lain.

Mia tersenyum, "Rasanya begitu aneh melihatmu lagi, Alex."

Alex juga tersenyum, "Aku merindukanmu, Mia. Tidak ada yang bisa menggantikan kehadiranmu."

Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota dan menciptakan kenangan indah. Mereka tahu bahwa meskipun hubungan jarak jauh sulit, mereka masih bisa menemukan momen-momen berharga untuk bersama.

Suatu malam, saat mereka duduk di tepi pantai, Alex memandang Mia dengan serius, "Mia, aku ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu lebih dari apapun. Dan aku ingin kita bisa menjalani masa depan bersama."

Mia tersenyum, "Aku juga mencintaimu, Alex. Tapi apa yang kamu maksud?"

Alex mengambil sesuatu dari saku celananya dan membuka kotak kecil, mengungkapkan cincin berkilau di dalamnya. "Mia, apakah kamu mau menjadi bagian dari hidupku selamanya? Apakah kamu mau menikah denganku?"

Mia merasa hatinya berdetak cepat, air matanya bercahaya di bawah cahaya bulan. Dia menatap cincin itu dengan kagum, "Alex, aku... Aku mau!"

Mereka berdua merangkul erat, tertawa dan menangis bahagia. Mereka tahu bahwa menghadapi konflik dan tantangan, mereka telah menemukan bahwa mereka lebih kuat saat bersama. Keputusan untuk menikah adalah langkah lebih lanjut dalam komitmen mereka, sebuah bukti bahwa cinta mereka bisa mengatasi segala rintangan.

Tantangan terbesar dalam hubungan Alex dan Mia datang ketika mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit: menjalani hubungan jarak jauh atau berpisah. Setelah berbulan-bulan melewati hubungan jarak jauh, mereka merasa perlu duduk bersama dan mempertimbangkan apa yang terbaik bagi mereka berdua.

Mereka memutuskan untuk bertemu di tempat yang selalu memberi mereka ketenangan, dan itu adalah pantai di mana mereka pertama kali berbicara tentang masa depan mereka. Hari itu matahari tenggelam dengan gemerlap di cakrawala saat Alex dan Mia duduk di pasir, terpisah oleh api unggun kecil yang membakar.

"Alex," Mia memulai, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran, "Aku tahu kita berdua mencintai satu sama lain, tapi hubungan jarak jauh ini semakin sulit."

Alex mengangguk, "Aku setuju, Mia. Ini tidaklah mudah, dan aku ingin kita berdua bahagia."

Mia menatap laut, wajahnya penuh pikiran, "Tapi jika kita terus seperti ini, apakah ini akan merusak kita lebih banyak? Apakah cinta kita cukup kuat untuk mengatasi jarak ini?"

Alex meraih tangan Mia dengan lembut, "Aku tidak ingin cinta kita menjadi beban, Mia. Aku ingin kita bisa merasa bebas dan bahagia bersama."

Mereka duduk dalam keheningan sejenak, mendengarkan suara ombak yang perlahan-lahan mendekat ke bibir pantai. Kemudian, Alex berkata, "Aku punya ide, Mia. Bagaimana jika aku mencari peluang akademis di tempat yang lebih dekat ke tempatmu? Aku ingin kita bisa berada dalam jarak yang bisa kami jalani."

Mia menoleh, matanya memancarkan kejutan dan harapan, "Benarkah, Alex?"

Alex tersenyum, "Iya, aku ingin kita bekerja sama dalam membangun masa depan kita. Dan aku merasa kita tidak harus berada dalam satu kota yang sama, tapi mungkin di wilayah yang lebih dekat."

Mia merasa hatinya menghangat, dia meraih wajah Alex dan menciumnya dengan lembut, "Aku mencintaimu, Alex."

"Mia, aku juga mencintaimu," Alex menjawab sambil tersenyum lembut.

Setelah beberapa waktu, mereka mulai merencanakan bagaimana melanjutkan hubungan mereka dalam jarak yang lebih dekat. Mereka mencari peluang yang cocok untuk Alex, di tempat yang dekat dengan kota Mia. Selama proses itu, mereka meluangkan waktu untuk berbicara tentang apa yang mereka harapkan dari hubungan ini dan bagaimana mereka bisa mendukung satu sama lain.

Suatu sore, Alex dan Mia duduk di teras kafe yang tenang. Mereka memesan secangkir kopi dan menatap ke arah langit yang mulai berubah warna saat matahari tenggelam. Sela kicauan burung dan bunyi ombak yang jauh, mereka tahu bahwa keputusan besar harus diambil.

"Mia," Alex mulai dengan suara lembut, "Aku sudah melihat peluang yang bagus di dekat kota tempatmu."

Mia tersenyum, mencoba menutupi kebahagiaan di matanya, "Benarkah, Alex? Itu berarti kita bisa lebih sering bertemu."

Alex mengangguk, "Iya, Mia. Aku ingin kita bisa lebih dekat, bisa saling mendukung dalam hal-hal yang kita lakukan. Tapi aku juga ingin kita merasa bebas untuk mengejar impian kita masing-masing."

Mia meraih tangan Alex, "Aku juga merasa sama, Alex. Aku tahu kita akan menghadapi tantangan lain, tapi aku percaya kita bisa mengatasinya."

Keduanya saling menatap dengan mata penuh keyakinan dan cinta. Setelah beberapa saat, Mia berkata, "Jadi, apa yang akan kita lakukan?"

Alex tersenyum, "Aku akan mendaftar dan melanjutkan studi di universitas di dekat sini. Aku percaya ini akan menjadi langkah yang baik bagi kita."

Mia merasa hatinya begitu hangat, dia mencium Alex dengan penuh kebahagiaan. "Aku sangat berterima kasih, Alex. Aku tahu kita akan mengatasi ini bersama-sama."

Mereka menghabiskan waktu berbicara tentang rencana masa depan mereka, bagaimana mereka akan menghadapi tantangan baru, dan bagaimana mereka akan tetap terhubung satu sama lain. Mereka merasa lebih kuat dan yakin bahwa hubungan mereka akan terus berkembang, meskipun masih ada rintangan yang harus diatasi.

Ketika mereka meninggalkan kafe, tangan dalam tangan, mereka tahu bahwa meskipun perjalanan ini tidaklah mudah, mereka memiliki cinta yang bisa mengatasi jarak dan tantangan. Keputusan untuk menjalani hubungan dalam jarak yang lebih dekat bukanlah akhir dari perjalanan mereka, tapi awal dari babak baru yang penuh harapan dan cinta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!