Bab 4 - Orang Itu

...****************...

(Pov Sarah)

Bu Susi langsung panik ketika melihatku mendadak sesak nafas. Berulang kali aku mencoba menarik lalu membuang kembali nafasku yg memburu. Aku tidak ingin orang bertanya-tanya mengapa aku mendadak sesak nafas ketika mendengar nama Ibu ku.

Perlahan namun pasti akhirnya aku kembali tenang. Berangsur-angsur aku mulai bisa tersenyum ke arah Bu Susi walau rasanya sangat sulit mengukir senyum tersebut di wajah ku ini.

"Kamu kenapa Sarah? Kenapa mendadak sesak begitu. Kamu membuat Ibu takut." Tanya Ibu Susi lembut. Ia belai lenganku yg semula bergetar.

"Aku hanya takut Mama khawatir padaku Bu." Jawab ku singkat. Bu Susi terlihat mengerutkan keningnya. Mungkin ia tidak langsung mempercayaiku begitu saja. Belum sempat Bu Susi menimpali jawabanku. Bunyi sepatu hak tinggi yg terpantul di lantai terdengar mendekat. Perasaanku berdebar sekali. Sesaat aku memejamkan mata. Jika benar itu Mama, Aku harus siap menerima amukan nya.

"Permisi..." Suara seseorang yg sangat aku kenali akhirnya terdengar juga. Aku tahu benar kalau itu adalah suara Mama ku. Tanpa melihatnya pun aku sudah bisa menebak dengan pasti siapa yg ada di depan ruangan UKS tersebut.

Dengan perasaan was-was campur aduk. Aku berusaha untuk tetap tenang. Setidaknya yg aku yakini Mama tidak akan memarahi ku di depan umum. "Iya.. Silahkan masuk kesini saja Bu Ziva. Anak Ibu sedang terbaring disini." Ucap Bu Susi ramah sembari bangkit untuk menyambut kedatangan Mama.

Langkah tergesa setelah ucapan Bu Susi terlontar terdengar bergemuruh. "Oh ya ampun anakku. Apa yg terjadi!" Tanya Mama begitu khawatir setelah melihat kondisiku. Seketika aku membeku memandangi Mama yg menjelma menjadi seorang ibu yg sangat menyayangiku. Tanpa sadar air mata ku meleleh membasahi pipiku.

Ini adalah pertama kali nya aku di lihat oleh Mama dengan tatapan khawatir dan kasih sayang. Aku begitu terharu, tak dapat aku menahan desakan air mata yg mendobrak kedua kelopak mataku. Napasku tersengal saking bahagia nya dengan apa yg aku lihat saat ini.

"Mama..." Lirihku tersedu-sedu.

"Iya nak. Mama disini." Jawab Mama lembut. Ia juga membelai lengan dan wajahku dengan lembut pula. Aku sampai memejamkan kedua mataku saking menikmati moment ini dan akan aku rekam baik-baik untuk suatu saat menjadi penguatku.

"Ibu Susi, sepertinya Saya harus membawa anak saya pulang saja. Apa tidak apa-apa kalau begitu?" Tanya Mama pada Bu Susi. Aku terbelalak, Sontak dadaku berdenyut nyeri. Ada perasaan takut ketika aku pulang ke rumah. tidak ada yg bisa menjamin Mama akan tetap lembut begini padaku, atau malah akan semakin menyiksaku saat di rumah nanti.

"Bu.. Sepertinya jangan di bawa pulang ke rumah dulu, nak Sarah harus di periksa lebih lanjut oleh dokter di rumah sakit. Tadi saya melihat ada lebam yg cukup parah di bagian pinggang dan bawah perutnya. Di khawatir kan itu akan menimbulkan penyakit dalam." Saran Bu Susi yg semakin membuatku takut. Aku tidak tahu pasti lebam itu di sebabkan dari apa, apakah dari Mama yg menendang ku tadi pagi, atau dari yg aku kecelakaan tadi.

Tanpa aku duga, Mama membuka kancing baju bawah ku beberapa untuk mengecek keadaan perutku. Mama terkejut, dia membelalakkan mata nya lebar. Sambil menutup mulut ia tatap mataku yg tengah menatap Mama juga. "I-ini karena apa?" Tanya Mama gugup.

"Aku tidak tahu pasti Ma, mungkin terkena stang Motor atau yg lainnya. Aku tidak bisa memastikannya." Ucapku pelan tanpa berani menatap Mama kembali. Aku tertunduk ke arah baju yg terbuka dan memperlihatkan perut ku yg lebam.

"Baiklah, Tentu jika keadaannya begini saya akan membawa nya ke rumah sakit Bu. Terimakasih atas pelayan sekolah ini yg mau membantu merawat anak saya. Nanti akan saya lebih kan donasi bulan depan untuk sekolah ini." Tegas Mama memberi tambahan dana untuk sekolah ini. Memang Mama selalu ikut andil dalam sekolah yg Aku dan adikku geluti. Entah apa niat nya, tetapi memang seperti itulah Mama sejak dulu.

"Ini sudah menjadi tanggung jawab kami Bu Ziva. Tetapi jika Ibu ingin menambahkan dana untuk sekolah ini, tentu itu adalah rejeki kita semua. Terimakasih ya Bu."

"Iya Bu, nanti asisten saya yg akan mengurus itu dengan kepala sekolah disini. Saya pamit." Ucap Mama begitu ramah namun tegas.

Setelah Mama berbicara dengan Ibu Susi, Aku di bantu duduk oleh Mama. Dan tak lama menunggu, ada pria berbadan besar yg datang menghampiri. "Kamu gendong lah Sarah. Dia tidak bisa berjalan. Disini tidak ada kursi roda." Titah Mama pada pria berbadan besar tersebut.

"Baik Nyonya." Jawab sang Bodyguard. Hanya dalam sekali gerakan, aku sudah berada di dalam gendongan pria itu. sebenarnya aku malu sekali sampai harus di gendong-gendong begini, syukur nya ini masih jam belajar, jadi para siswa siswi tidak bisa bebas melihat aku yg kebetulan melintas di depan kelasnya.

"Oh halo Bu Ziva, anda berada disini juga?" Tanya seorang pria pada Mama ku, atensi ku langsung mengarah pada pria yg menyapa Mama. Dan betapa terkejutnya aku, orang tersebut adalah orang yg telah aku tabrak pagi tadi! Mati aku! ternyata dia teman Mama. Teriak ku dalam hati.

"Oh ya David. Aku disini sedang menjemput anakku yg sed___"

"Loh! Ini kan anak itu. Kamu yg nabrak aku pagi tadi kan?" Cerca pria itu padaku yg berusaha sembunyi di balik dada sang pria besar ini. Ia bahkan tak segan meraih lenganku agar aku menoleh ke arah nya. Dengan berat hati, akhirnya aku menunjukkan wajahku yg sudah memerah menahan malu dan takut tentu nya.

"hehe i-iya Pak. Ini sa-saya." Jawab ku sembari tersenyum kaku. Seketika Mama terperangah, ia mendekat ke arah ku dan juga bapak yg telah ku tabrak. Dan ternyata pria tampan itu bernama David.

"Maksudnya bagaimana ini David? Anakku menabrak mu? Dimana? Kapan?" Tanya Mama heran dengan nada yg sedikit tinggi. Aku tahu Mama mulai kelepasan emosi. Aku menunduk takut, aku pasrah saja apa yg akan dikatakan pria tampan itu.

"Oh ternyata dia anak anda? Wah bagaimana keadaan mu sekarang? Apakah kamu baik-baik saja? Aku lihat pagi tadi kamu lumayan parah. Maafkan aku juga yg sempat marah padamu. Tadi itu, aku sedang buru-buru mengejar klien. Makanya aku meledak seperti itu." Jelas David padaku. Seketika aku lega, ia tidak mengganti rugi pada Mama secara langsung.

"Saya baik Pak. Terimakasih karena tidak menuntut saya." Ucapku lirih.

"Tidak! Tidak bisa begitu. Aku akan mengganti kerugian yg di sebabkan oleh anakku David. Kirim tagihannya ke kantorku." Tegas Mama tidak terima di kasihani oleh orang lain. Aku menghela nafas panjang, sudahlah aku pasrah saja. Toh sampai di rumah nanti pun, aku akan tetap di marahi Mama.

"Kamu tahu aku siapa Nyonya Ziva. Tidak perlu sungkan hanya karena tagihan kecil." Seringai pak David menatap sarkasme pada Mama. Aku terkejut ada orang yg begitu meremehkan Mama. Karena setahu ku semua orang akan tunduk pada Mama. Tapi tidak dengan pria tampan ini.

...****************...

Setelah berdebat soal tagihan yg keukeuh ingin Mama bayar, akhirnya Pak David melenggang pergi begitu saja meninggalkan kami. Ia tampak menuju satu ruangan yg berada di sekolah ini. Aku tidak tahu dia jadi apa disini, sudahlah biarkan itu aku pikirkan nanti saja.

Karena saat ini ada hal yg harus lebih dulu aku pikirkan dan hadapi yaitu... Kemarahan Mama. Tampak dari raut wajah Mama ia begitu kesal dengan perlakuan Pak David tadi. "Bawa Sarah ke mobil sekarang!" Ucap Mama pelan namun tersirat emosi mendalam dari suara tekanan yg ia keluarkan.

Sesampainya di dalam mobil. Aku di letakkan di kursi belakang, lalu di susul oleh Mama yg duduk bersebelahan denganku. Aku sedikt tersentuh, karena ini pertama kali nya juga Mama mau duduk bersebelahan denganku. Walau sekalipun Mama tidak mau menoleh ke arahku. Bagiku tak mengapa, begini saja aku sudah senang.

Kendaraan pun melaju, tampak yg menjadi supir kali ini bukan lah Pak Jimi yg biasa membawa Mama kemana pun. Walau heran, aku tetap tidak berani membuka suara untuk bertanya pada Mama. Namun di tengah-tengah perjalanan, Mama sekilas menoleh ke arah ku. seketika aku terkejut karena sedari tadi aku terus mencuri pandangan ke arah Mama. Aku langsung menunduk takut tanpa berani lagi menoleh untuk melihat Mama ku yg cantik.

...****************...

Perjalanan yg memakan waktu selama 15 Menit, akhirnya aku tiba di rumah. Aku terkekeh dalam hati, ternyata Mama hanya baik saat di depan orang saja, terbukti saat ini aku di bawa ke rumah, bukan ke rumah sakit.

"Jalan kamu!" Titah Mama padaku yg membuatku terlonjak kaget. Walau perih di bagian lutut akibat luka yg baru di jahit, aku tetap usahakan tetap berjalan sendiri. Namun lagi-lagi aku tersentak saat.. Bruukkk

Aku terjatuh saat baru memasuki pintu rumah, jatuhku bukan tanpa sebab, aku terjatuh karena di dorong Mama hingga aku terhempas di atas lantai. "sssshhh!" Aku meringis kesakitan.

"Dasar anak pembawa sial!!!! Kenapa kamu tidak mati saja hah! Kamu itu lebih baik mati dari pada hidup tapi hanya bisa membuatku marah dan marah terus!!!!" Amuk Mama seperti yg sudah aku duga sebelumnya. Hatiku nyeri sekali, sungguh perih sekali. keadaan ku yg sedang terluka begini pun tidak membuatnya iba sebagai seorang ibu.

"Sampai kapan kamu tidak membuat ulah terus Sarah! Sampai kapan hah! aku sudah muak sekali mengurus mu!" lanjut Mama memaki ku. Dengan segenap tenaga yg tersisa, aku kembali bangkit walau terseok. Aku meninggalkan Mama yg sedang menghardik ku. Aku tidak ingin membalas ucapannya, maka aku putuskan untuk bangkit saja dan pergi menuju kamar ku. Lalu..

"Dasar anak tidak tahu diri! Aku sedang berbicara malah pergi begitu saja! Praaaannnggg!!!" suara benda keras yg hampir mengenai ku pecah berserakan di atas lantai. Aku perhatikan benda itu dengan mata terbelalak. ternyata itu adalah guci yg berada di atas meja hias.

"Ya ampun Nyonya. Ada apa?" Histeris Bi Sumi menghampiri kami. Langkahnya yg tergopoh ia mendekatiku. Aku menangis di pelukan Bi Sumi.

"hrrraaaggghhhh!!!" Pekik Mama berteriak kencang. Sontak Bi Sumi menarik tubuhku menjauhi Mamaku.

...****************...

"Bi...." lirihku menangis tersedu-sedu.

"Iya Non... Bibi ampun sekali melihat nasib Non Sarah. huhuhu.." Tangis Bi Sumi selalu pecah ketika Mama menyiksaku.

"Ya Allah Non! ini lututnya berdarah." Ucap Bi Sumi yg seketika aku pun ikut melihat ke arah lututku. Dan benar, darah segar kembali mengalir di balik perban tersebut. Aku terkekeh, bahkan rasa sakit di tubuhku tak lagi terasa olehku, semua itu akibat dari rasa sakit di hati yg lebih dominan di banding semua nya.

"Iya Bi, mungkin karena di paksa berlari tadi. Aku pagi tadi menabrak mobil Bi!" Ucap ku antusias. Lalu Bi Sumi menutup mulutnya yg melebar dengan kedua telapak tangannya.

"Haha Bibi terkejut ya? Tenang Bi, aku tidak apa-apa, dan yg terpenting adalah..... Pria tampan itu tidak meminta ganti rugi atas kerusakan yg terjadi!"

"Ya ampun Non! Terluka begini di bilang tidak apa-apa! sini biar Bi Sumi obati lagi." Ucap Bi Sumi sedikit cemberut kesal padaku. Lalu ia bergegas menuju kotak obat yg selalu tersedia di dalam kamarku.

"Ya memang sakit sih Bi, tapi sudahlah!"

"Tuh kan sakit juga. Sudah minum obat belum non? Bisa demam loh ini nanti kalau di biarkan." Tanya Bi Sumi sembari membersihkan luka ku kembali.

"Sudah Bi. tadi di sekolah."

setelah nya Bi Sumi menanyakan detail apa yg terjadi sampai aku bisa di jemput Mama di rumah ini. Bi Sumi selalu menangis jika sudah tentangku. Sebenarnya aku tidak ingin di kasihani. Namun mengingat Bi Sumi sudah bersamaku sejak lama, biarlah dia begitu. Toh aku sudah menganggap dirinya layaknya orangtuaku sendiri.

...****************...

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!