PAS 3

Senja telah berganti malam, tapi Amar belum juga menampakkan batang hidungnya di rumah. Sementara itu, Aliyah telah menunggu kepulangan Amar sejak sore tadi. Namun laki-laki yang ditunggu kepulangannya itu, tak jua muncul hingga langit telah menjelaga.

"Mas Amar kemana ya? Kok jam segini belum pulang juga?" gumam Aliyah khawatir.

Aliyah telah mencoba menghubungi Amar, tapi laki-laki itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Istri mana yang tak khawatir, saat suami yang biasanya telah pulang bekerja sejak sore hari, bahkan hingga adzan isya berkumandang, belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Bu, ayah ana?" tanya Gaffi yang heran karena ayahnya belum juga pulang.

"Em, mungkin macet, Sayang. Jadi belum sampai juga," jawab Aliyah.

Gaffi mengangguk-anggukkan kepalanya mesti tidak terlalu paham maksud sang ibu.

"Bu, syusyu. Bu, syusyu," panggil Amri sambil menarik-narik ujung daster Aliyah.

"Amri mau susu? Sebentar ya, ibu bikin kan," ucap Aliyah seraya mengusap puncak kepala Amri.

"Mbu, dong!" Amri mengulurkan tangannya minta gendong. Aliyah lantas mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan si bungsu kemudian menggendongnya.

"Bu, Affi juga hayu susu," ujar Gaffi.

Aliyah menarik nafas panjang, "Abang Gaffi nanti aja ya minum susunya, soalnya susunya belum ibu beli."

Uang bulanan Aliyah telah menipis sehingga ia bingung mengaturnya. Antara membeli susu Gaffi atau untuk keperluan dapur.

Gaffi mencebikkan bibirnya. Kemudian wajah polos itu telah dialiri air mata. Sungguh Aliyah tidak tega melihatnya, tapi mau bagaimana lagi. Bila ia membeli susu Gaffi, maka beberapa hari ke depan bisa dipastikan ia tidak bisa membeli lauk pauk untuk mereka.

"Maaf ya, Sayang. Nanti kalo ibu sudah punya uang, ibu pasti beliin Abang Gaffi susu lagi," ujar Aliyah mencoba menenangkan Gaffi. Bocah lima tahun itu pun mengangguk. Aliyah hanya bisa tersenyum miris. Ia jadi berpikir, ia harus melakukan apa untuk mendapatkan uang tambahan.

Meminta uang tambahan dari Amar rasanya mustahil. Padahal pengeluaran makin besar, tapi Amar tak sedikitpun ingin menambahi uang belanjanya. Aliyah bingung. Ingin bekerja, rasanya tak mungkin sebab bagaimana dengan anak-anaknya?

Oke Nana sudah besar, bisa ia tinggalkan sendiri. Tapi bagaimana dengan Gaffi dan Amri? Gaffi yang sudah lima tahun saja tidak mau ditinggalkan bila ia bepergian, apalagi Amri. Aliyah bingung memikirkan jalan keluarnya. Kepalanya yang sejak tadi sakit, jadi bertambah sakit. Terlalu banyak yang ia pikirkan membuatnya kerap sakit kepala.

"Mbu, Syusyu," pekik Amri yang sudah menarik-narik baju Aliyah. Aliyah tersentak, hampi saja lupa kalau si bungsu belum ia buatkan susu.

"Iya, iya. Adek duduk dulu sebentar di sini, ya! Biar ibu bisa buat susunya."

"Ndak," teriak Amri yang tidak mau melepaskan pelukannya.

Aliyah hanya bisa menghela nafas panjang sambil melangkah menuju dapur untuk membuatkan susu Amri.

Sementara itu, di tempat lain, tampak Amar sedang berbincang ria dengan Nafisa. Kini mereka berdua sedang berada di dalam mobil. Tadi setelah menghabiskan sore mengobrol bersama sampai jam 7, Amar pun menawarkan diri untuk mengantarkan Nafisa pulang ke rumah.

"Mas Amar Fisa boleh nanya nggak?" tanya Nafisa yang duduk di samping kursi kemudi.

"Nanya apa sih, Sa? Kok kayak serius banget sih?" ujar Amar seraya terkekeh.

"Ck Mas Amar ih, nyebelin. Pake ketawa-ketawa segala," protes Nafisa yang sudah mencebikkan bibirnya.

"Abisnya kamu kok mukanya gitu. Emang mau nanya apa sih? Tanya aja, nggak perlu sungkan."

"Bener nih?"

"Iya."

"Mas, Mas Amar ... udah nikah apa belum?" tanya Nafisa hati-hati.

"Kenapa emangnya kalo udah nikah?"

"Yaaa, aku nggak mau aja kalau tiba-tiba istri kamu labrak aku karena jalan sama kamu. Terus teriaki aku pelakor, kan malu."

Lagi-lagi Amar terkekeh, "jujur ... sebenarnya Mas udah nikah."

"Hah! Jadi ... beneran Mas udah nikah? Nggak lagi ngeprank aku kan?"

"Serius. Mas udah nikah. Malah anak Mas udah 3," ujarnya jujur.

"Duh, gawat dong!"

"Kok gawat?" tanya Amar bingung.

"Kayak kata aku tadi, gimana kalau aku tiba-tiba ... "

"Itu nggak akan terjadi," potong Amar cepat.

"Lah, kok bisa?"

"Soalnya istri Mas itu nggak pernah keluar rumah kecuali ke warung sayur."

"Meskipun begitu, tetap aja nggak enak, Mas."

"Nggak enak kenapa? Mas baru sore ini nggak pulang cepat ke rumah. Kamu tahu alasannya?"

Nafisa menggeleng cepat, "emang apa alasannya?"

"Mas itu bosen, tau nggak di rumah. Istri Mas itu bisanya cuma dasteran. Mana setiap pulang ke rumah, rumah kadang amsih berantakan, anak-anak belum mandi, mau makan, masakannya itu-itu aja. Belum lagi, dia itu nggak kayak kamu yang wangi. Kalau nggak bau dapur, ya bau balsem. Enek banget. Mana muka makin hari makin kucel. Bener-bener deh, buat Mas bosen. Mas itu berharap setiap pulang ke rumah, rumah udah rapi, begitu juga anak-anak. Dia udah mandi, wangi, dan cantik. Kayak kamu gini nih. Tapi apa? Yang terjadi nggak sesuai ekspektasi. Untung aja tadi Budi kasi saran nongkrong bareng, jadi Mas bisa lah nyantai terus senang-senang. Apalagi ada kamu yang cantik gini, bikin hari Mas jadi lebih bergairah," ujarnya sambil tersenyum ke arah Nafisa.

Nafisa tersipu malu mendengar pujian Amar.

"Tapi Mas, menurut aku sih wajar. Namanya ibu-ibu. Apalagi anak 3 jadi istri Mas Mas mungkin kerepotan urus segalanya sendiri, makanya jadi nggak sempat urus diri."

"Alah, kerepotan apa. Kerjaan juga nggak ada. Apa sih susahnya jadi ibu rumah tangga. Nggak kayak kita yang mesti kuras otak seharian. Mereka mah hanya gitu-gitu aja, repot apanya. Kalau kamu yang jadi istri, kerja sambil urus rumah wajar kerepotan. Lah dia ... kerja nggak, cuma jaga anak dan rumah, sibuknya udah kayak ngelebihin wanita karir. Kamu aja yang kerja seharian masih bisa terlihat cantik dan wangi. Seharusnya dia yang seharian cuma di rumah lebih bisa dong," ujar Amar bersungut-sungut.

Begitulah para laki-laki kebanyakan, mereka pikir seorang ibu rumah tangga itu tidak sibuk. Santai-santai saja di rumah. Punya waktu luang yang banyak. Padahal sebaliknya, nyaris setiap waktu itu ada saja yang dikerjakan. Apalagi kalau memiliki bayi atau balita. Bahkan terkadang untuk isi perut sendiri saja susah bukan main. Baru saja makan, si bayi udah teriak ini itu. Baru saja masuk kamar mandi, udah ditangisi. Belum sempat sisiran, udah diteriaki lagi. Tidak semudah itu menjadi seorang ibu. Tapi Amar tidak pernah mau mengerti. Ia anggap pekerjaan menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu itu mudah. Padahal tidak sama sekali, Ferguso. Bahkan untuk tidur lelap pun sulit.

Namun seorang ibu akan tetap melakukan segalanya dengan penuh keikhlasan. Mereka sadar marwahnya sebagai seorang istri sekaligus ibu membuatnya harus menerima segala konsekuensi dengan hati yang lapang.

Amar baru tiba di rumah hampir pukul 9 malam. Masuk ke dalam kamar, wajah Amar langsung masam.

"Pulang ke rumah, bukannya disambut dengan wangi menyegarkan, malah bau balsam," sungut Amar.

Aliyah yang tadi sudah tertidur pun tersentak, "Mas baru pulang?"

"Udah tau pake nanya," ketus Amar. Aliyah menghela nafas panjang.

"Mas mau makan sekarang atau ... "

"Tidak perlu. Aku sudah kenyang. Paling juga kamu masak sayur bening, ikan asin, tempe tahu lagi kan?" potong Amar seraya mendelik.

"Mas, bukannya aku nggak mau masakkin yang kamu mau. Bisa masak daging ayam dalam sekali seminggu pun syukur-syukur. Apa-apa sekarang udah naik, Mas. Sementara Mas kasih uang belanja aja udah berapa tahun ini segitu-gitu aja. 2 juta perbulan. Belum untuk susu, keperluan anak-anak, uang jajan dan ongkos gojek Nana, token listrik, gas, dan lain-lain. Ini aja susu Gaffi usah habis, sedangkan uang bulanan dari Mas udah benar-benar menipis, terus aku harus apa? Mas jangan hanya bisa salahin aku dong," ucap Aliyah pelan, namun penuh penekanan.

"Jadi kamu salahin aku begitu? Kamu aja yang nggak becus atur uang itu. Kalau kamu pintar, kamu bahkan bisa nyisihin untuk nabung. Atau jangan-jangan tanpa sepengetahuan aku, uangnya kamu pakai untuk senang-senang? Iya?" tuding Amar.

"Astaghfirullah, Mas, kok mikir sampai ke situ sih? Aku aja nggak pernah keluar rumah kecuali urusan sekolah Nana. Aku aja baru keluar kalau kamu ajakin. Tapi itu udah lama banget. Mas ingat kapan terakhir kali Mas ajak aku jalan? Mas ajak aku jalan saat aku masih hamil Amri. Itupun saat usianya baru berapa bulan, setelah itu? Nggak ada kan. Aku juga mikir, Mas, aku bukan perempuan yang suka keluar tanpa izin suami jadi Mas nggak bisa nuduh aku sembarangan."

"Kalau bukan, lantas kemana uang pemberianku itu? Atau kamu kirim uang itu ke orang tua kamu di kampung?"

"Asal Mas tahu, udah lama aku nggak pernah kirim orang tua aku uang. Aku sampai malu sendiri sama mereka. Meskipun mereka tidak minta, tapi sebagai anak aku kayak anak durhaka. Udah berapa kali lebaran nggak pernah pulang, eh nggak pernah kasi uang juga. Sudahlah Mas, aku bosan debat sama kamu yang nggak mau ngerti sedikitpun."

"Kau pikir aku nggak bosan apa, hah? Udah capek kerja, eh ngadepin sikap kamu yang makin hari makin memuakkan," sentak Amar.

Kesal dengan sikap Amar yang suka menuduhnya sembarangan, Aliyah pun langsung merebahkan tubuhnya dengan posisi menyamping. Ditariknya selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya hingga ke kepala. Dalam diam, air mata Aliyah menetes. Sampai kapan suaminya akan bersikap seperti itu?

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

dasar suami gak tahu diri. segala keburukan istrimu kau beberkan sm org lain. kau sendiri yg membuka oeluang tk oelakor. ya kau kasih oembantu lah. sm uang tk beli kosmetik. kalau mau istrimu tampil cantik

2024-06-10

0

Febrianti Ningrum

Febrianti Ningrum

coba deh si pak suami iti di kasih tantangan 2 hari aja suruh tukar posisi, si suami ngerjain tugas istri, si istri suruh refrshing dulu. kira2 gmn ya reaksi pak suami???

2024-05-22

0

Neli Allen

Neli Allen

Bun biar suami ibu tau suruh dia aja yg belanja dan ngurus segala macam nya suruh belanja ibu tinggal masak aja Bu aman kan

2024-05-03

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!