BAB 4

"Apapun yang dilakukan sesuai keinginan itu lebih menyenangkan."

-Adel

Adel sudah selesai membantu mertuanya untuk mencuci piring dan membersihkan meja. Mereka masih asyik bercengkrama, bahkan Mamah mertuanya itu menarik Adel agar duduk di ruang tamu dan berbincang dengannya.

"Kamu tahu nggak, waktu kecil itu Daniel sering banget nangis, dia sama Badut aja takut sampai sekarang," ujar Mamah.

Adel hanya tersenyum mendengar cerita dari Mamah mertuanya, entah mengapa ia merasa nyaman berbincang dengan mertuanya tak ada rasa canggung seperti awal datang bahkan Mamahnya kini mengenggam tangan Adel sambil berbincang.

"Daniel itu memang pintar, di sekolah nilai matematika dan fisikanya tertinggi, dia juga pernah beberapa kali ikut olimpiade fisika tingkat provinsi waktu SMP, nah itu piala dan piagam dia sewaktu sekolah," tunjuk Mamah pada lemari kaca di pinggir ruang tamu.

Adel melihat ke arah lemari kaca tersebut, ada sekitar 8 piala dan piagam yang di pajang di sana dan juga beberapa foto berfigura yang juga di simpan di sana, yakni foto Daniel saat memegang piala dan piagam tersebut.

"Nggak di sangka, Mamah kira dia akan jadi ilmuan atau jadi professor ternyata dia pilih masuk ke SMK karena ingin ambil jurusan Rekayasa Perangkat Lunak dan kuliah dia ngambil jurusan IT dan dia bikin program sendiri, perusahaan Papahnya nggak jadi minat dia," ucap Mamah kembali.

"Minat dan bakat seseorang memang berbeda, apapun yang dilakukan sesuai keinginan pasti lebih menyenangkan." ujar Adel terseyum.

"Mamah jarang bisa mengobrol seperti ini, Kirana bukan orang yang senang di ajak berbincang, dia tertutup dan cuek, kalau Daniel jangan ditanya lagi dia paling bicara sama Mamah kalau ada perlu."

Adel menatap mata Mamah mertuanya itu, mungkinkah memiliki dua orang anak saja tidak bisa membuatnya bahagia. Namun melihat raut wajahnya yang terlihat sendu, tampaknya memang anak-anak terlalu sibuk dengan dunia masing-masing terutama sejak lahir sudah di penuhi dengan kemewahan.

"Mamah nggak usah sedih, kalau Mamah butuh teman bercerita atau mengobrol Mamah bisa hubungi Adel," ucap Adel mengenggam tangan Mamah mertuanya.

"Kalau kamu ke sini dari kemarin-kemarin, kita bisa berjalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama, tapi besok kamu sudah pindah ke Bandung."

"Mamah bisa main ke Bandung kok, atau Adel suruh Mas Daniel kalau libur kerja untuk pulang ke Jakarta."

Mamah hanya tersenyum keduanya melanjutkan perbincangan mereka, sedangkan dari tangga Daniel dan Kirana baru saja hendak turun.

Tak ada sapaan dari mereka, Daniel dan Kirana memang selalu begitu, kakak-beradik itu memang selalu cuek satu sama lain.

"Mamah ngobrol sama istri lo tuh," ucap Kirana menepuk bahu Daniel.

"Kenapa memang?" tanya Daniel.

"Tumben Mamah bisa akrab sampai ngobrol deket gitu?"

"Bukan salah Mamah, salah anak-anaknya yang sibuk dengan urusan sendiri dan ngejauhin Mamah," ucap Daniel yang langsung turun dari tangga menghampiri Adel dan Mamahnya.

Kirana masih termenung di tangga sambil menatap Mamah dan adik iparnya itu. Sudah lama bahkan sebelum menikah dan memiliki anak, ia tak pernah bisa berteman akrab dengan Mamahnya itu, setiap kali Mamahnya bertanya ia akan menjawab tanpa bertanya kembali. Ia dulu dan sekarang selalu sibuk dengan dunianya sendiri.

"Mas Daniel," ucap Adel menatap Daniel.

"Daniel kamu belum tidur?" tanya Mamah.

"Nunggu Adel," ucap Daniel.

"Kalau begitu kalian istirahat dulu, Mamah juga akan menyusul Papah di kamar," ujar Mamah pergi.

Adel mengangguk dan berdiri menatap Daniel yang masih melipat tangan menatap ke arahnya dengan muka serius.

"Kamu ngomong apa aja sama Mamah?" tanya Daniel.

"Cuma bicarain urusan wanita."

Daniel mengangkat sebelah alisnya kemudian memilih duduk di sofa.

"Bukannya mau tidur, Mas?" tanya Adel.

"Belum ngantuk," jawab Daniel dingin.

Adel menatap Daniel kemudian memilih duduk di samping suaminya itu. Jika ia pergi ke kamar Daniel, ia sendiri pun tak tahu dimana, dan lebih baik jika ia menunggu Daniel.

"Besok kita pergi Bandungnya sore, besok pagi kamu bisa ketemu Mamah sama Papah kamu," ucap Daniel sambil memainkan ponselnya.

"Iya, Mas." jawab Adel.

"Kita ke kamar, saya sudah mengantuk."

Adel mengikuti Daniel yang sudah berdiri dan berjalan ke atas. Kamar Daniel bersebelahan dengan kamar Kirana dan suaminya. Mereka hanya menginap satu hari sama dengan Daniel.

"Kamu mau tidur?" tanya Kirana pada Adel.

"Mau ngapain, lo?" tanya Daniel pada Kirana.

"Gue pinjem istri lo bentar mau ngobrol sama dia," ucap Kirana.

"Kita mau tidur."

"Bentar doang," ucap Kirana menatap adiknya sambil melotot.

"Gak apa-apa, Mas biar Adel ngobrol dulu sama Mbak Kirana," ucap Adel pada Daniel.

Daniel yang kesal karena Adel memilih mengikuti perintah Kirana langsung masuk ke kamar dan menutup pintunya dengan kencang.

"Nggak usah takut, kelakuannya dari dulu emang gitu," ucap Kirana.

Adel hanya tersenyum canggung, melihat Daniel yang nampak kesal padanya membuatnya takut.

"Kita ngomong di sana," ajak Kirana.

"Ada apa Mbak?" tanya Adel.

"Gak ada sih, aku cuma mau ngobrol dikit aja biar kita akrab, gapapa kan?" tanya Kirana.

"Nggak apa-apa."

"Tadi ngobrol apa aja sama Mamah?" tanya Kirana.

"Tentang Mas Daniel sama tentang anak Mbak Kirana, katanya kalau Mbak Kirana pergi bawa anak-anak rumah jadi sepi."

Kirana hanya menunduk kemudian tersenyum pada Adel.

"Mamah selalu begitu, nggak pernah mau terbuka sama anak-anaknya tapi sama kamu atau orang lain dia selalu ngeluarin isi hatinya," ucap Kirana.

"Ya mungkin Mamah belum bisa langsung bilang ke Mbak sama Mas Daniel, Mamah juga tahu kalau anak-anaknya sudah menikah pasti akan sibuk dengan keluarganya apalagi Mbak udah punya anak," jawab Adel tersenyum.

"Aku sama Daniel itu jarang banget bisa akrab, kita sibuk dengan urusan masing-masing dan aku kira selama ini Daniel adalah kebanggaan keluarga karena kepintarannya," ucap Kirana.

"Mbak Kirana ngerasa kalau Mamah kalian itu lebih sayang sama Mas Daniel? Kalian berdua itu sama, prestasi itu nggak akan merubah rasa sayang apalagi dari seorang Ibu, Mbak Kirana hanya merasa terasing aja karena menutup diri sendiri." ucap Adel yang berani menyimpulkan setelah mendengar curhatan dari mertuanya tadi.

"Maksudnya?"

"Mbak Kirana coba bicara akrab sama Mamah, bicara dari hati ke hati. Kalian berdua itu pasti istimewa di hati Mamah tanpa ada perbedaan."

"Aku nggak bisa ngobrol akrab kayak kamu sama Mamah," jujur Kirana.

"Kalau gitu di coba, Mamah itu orangnya pengen kita terbuka. Apalagi sejak Mbak Kirana nikah mungkin jarang bisa bicara dan sekarang kesempatan bisa bertemu lebih baik di manfaatkan."

"Kamu ternyata orangnya gampang akrab."

"Adel biasanya selalu bicara apapun sama Mamah sama temen kalau orang yang di ajak ngobrol ramah Adel juga akan ramah," ucap Adel tersenyum.

"Ya sudah kalau gitu, aku mau tidur dulu udah ngantuk," ucap Kirana.

"Iya Mbak."

Mereka berdua berjalan ke kamar, baru saja membuka pintu kamar Kirana berteriak di kamar Adel dan Daniel.

"Woyy Niel, gue mau ponakan yang lucu jangan lupa, gue pengen lihat gimana kemampuan lo bikin anak!" teriak Kirana.

Adel yang baru saja hendak menutup pintu benar-benar terkejut dengan teriakan Kirana, terlebih mengatakan hal demikian. Ia menutup pintu dan berjalan ke arah ranjang dan ia terkejut melihat Daniel yang masih duduk di rajang sambil memainkan ponselnya.

"Mas belum tidur?" tanya Adel.

"Ini mau tidur," ucap Daniel yang langsung menaruh ponselnya di nakas.

Adel yang merasa canggung setelah teriakan Kirana sebelumnya memilih untuk mencuci mukanya.

Adel menatap sekeliling kamar Daniel, tanpak seperti kamar pria pada umumnya, hanya saja kamarnya lebih luas dari apartemen yang mereka tempati.

Ia memasuki kamar mandi yang berada di kamar Daniel. Harum aroma musk menyeruak dan Adel sangat suka dengan aroma tersebut. Tampaknya Daniel baru saja memakai kamar mandi itu, namun Adel berpikir bagaimana ia akan tidur dengan pakaian baju gaun, ia lupa membawa baju ganti karena tidak akan tahu jika akan menginap.

Adel berjalan keluar kamar mandi dan melihat Daniel yang sudah menutup matanya. Ia tak tega membangunkan lekaki itu, tapi ia juga tak bisa tidur dengan gaun seperti ini.

"Kenapa?" tanya Daniel membuka matanya.

"Adel nggak bawa baju ganti, Adel nggak bisa tidur pakai gaun," ucap Adel meremas gaunnya.

Tanpa menjawab ucapan Adel, Daniel bangun dan berjalan ke arah walk in closet. Ia mengambil kemeja putih dan celana pendek, ia memberikannya pada Adel yang membuat gadis itu ragu untuk memakainya.

"Saya nggak punya baju untuk perempuan, kaos saya nggak akan cukup, kemeja ini ukurannya nggak terlalu besar," ucapnya.

"Terimakasih," ucap Adel yang kemudian pergi ke kamar mandi.

Adel sudah mengganti pakaiannya dengan kemeja milik Daniel dan juga celana pendek yang ia berikan. Kemejanya cukup panjang hingga ke paha dan celananya hanya seatas lututnya.

Adel sudah menggelung rambutnya dan mencuci mukanya, namun ia sedikit ragu bagaimana bisa ia keluar dari kamar mandi dan bertemu dengan Daniel dengan pakaiannya yang menurutnya kurang baik. Kemejanya terlihat sedikit transparan di tambah celananya yang pendek.

Namun hari sudah makin malam, tak mungkin ia menunggu di kamar mandi sampai besok pagi, Adel menggulung lengan kemejanya kemudian keluar dari kamar mandi.

Adel menengok ke arah kasur dan untung saja Daniel sudah tidur, Adel cepat-cepat berlari menuju kasur dan membuat kasur berdenyit karena ulahnya.

"Maaf, Mas." Adel melihat Daniel kembali membuka matanya.

Daniel tak menjawab, ia merubah posisi tidurnya dan membelakangi Adel.

Adel menghela nafasnya untung saja Daniel tidak marah padanya, lelaki itu sudah menutup matanya kembali. Adel membaringkan badannya dan menutup kaki jenjang dengan selimut.

"Kamu bicara apa aja sama Mamah?" tiba-tiba Daniel berbicara.

"Hah?" tanya Adel terkejut.

"Kamu bisa mengobrol akrab dengan Mamah, bukannya kalian baru dua kali bertemu?" tanya Daniel.

Adel tampak berpikir sejenak, kenapa lelaki ini begitu ingin tahu tentang perbincangannya dengan Mamahnya, bukan hanya Daniel. Tadi pun Kirana menanyakan hal yang sama. Apakah diantara kedua anaknya tidak ada yang akrab dengan Mamahnya itu?

"Mamah nyeritain tentang Mas Daniel katanya dulu sering menang olimpiade fisika," ucap Adel.

Daniel merubah posisi tidurnya berbaring, ia menengok ke arah Adel sejenak namun langsung menatap ke arah langit kamarnya.

"Mas Daniel nggak pernah ngobrol sama Mamah?" tanya Adel.

"Nggak ada yang harus di obrolin," ucap Daniel kembali dingin.

"Menanyakan kabar juga itu udah bikin orangtua bahagia, Adel malahan nggak bisa pisah apalagi dari Mamah, apapun masalahnya Adel selalu cerita sama Mamah, semenjak nikah baru kerasa jauh dari Mamah itu nggak enak," ucap Adel.

"Terus gimana, kita akan pindah ke Bandung dan jauh dari orangtua kamu?" tanya Daniel.

"Adel sudah menjadi istri, jadi ke manapun suami pergi Adel akan ikut karena sekarang tanggung jawabnya sudah berubah," ucap Adel menatap Daniel.

Daniel menatap Adel, kedua mata mereka bertemu. Entah mengapa jawaban dari Adel membuat hatinya tenang, gadis ini memang tak banyak menuntut dan banyak berkomentar bahkan sikap Daniel dingin pun dia masih mau menghadapinya.

Daniel menatap wajah polos Adel tanpa makeup, bulu mata lentiknya memang menjadi hal yang paling disukai Daniel saat menatap Adel.

Daniel mendekatkan wajahnya dengan Adel, hingga beberapa detik kemudian bibir mereka menyatu. Adel yang terkejut dengan Daniel yang tiba-tiba menciumnya membulatkan matanya, ini pertama kalinya selama mereka menikah Daniel menciumnya bahkan dengan lembut.

°°°

Terimakasih yang sudah membaca kelanjutannya

Jangan lupa vote dan komentarnya

^_^

Terpopuler

Comments

Putri Ayu Ardianaa

Putri Ayu Ardianaa

lanjut thor,, seru ceritanya..😁😁

2020-07-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!