“Kamu sudah makan?” tanyanya.
“Masih terlalu sore untuk makan.”
“Tidak, kalau ke tempat itu. Kita akan tiba pas jam makan malam.”
“Ke tempat itu? Maksudnya?”
“Nanti kamu akan lihat.”
Mobil melaju ke tempat yang dia maksud. Sesuai janjinya, hari ini dia menjemputku. Hari ini lelaki itu tak pakai seragam tentara. Tapi bagus juga sih, kalau kita mau ketempat umum harusnya pakai baju bebas. Aku juga kalau pulang kerja selalu ganti baju. Gak lucu kan, kami jadi tontonan orang di tempat makan ‘tentara dan suster’ haha... Setelah menempuh waktu yang lumayan lama, mobilnya tiba ke tempat yang dia maksud. Diparkirkannya kendaraannya pas di depan pintu suatu restoran di pesisir pantai.
“Di sini?” tanyaku.
“Iya, turunlah..." Dia bicara begitu saat sudah berada di luar mobil. Membukakan pintu untukku.
Aku turun. Kami berjalan masuk. Sepanjang kami melangkah, sulit aku mengalihkan pandanganku ke orang yang berjalan di sampingku. Meski tidak pakai seragam tentara tapi mataku tetap saja terkesima. Orang kalau sudah ganteng pakai baju apa saja tetap saja ganteng! Ugh, enaknya jadi orang ganteng. Ganteng mah bebas...
Kami duduk di belakang resto tepatnya di bagian luar yang langsung menghadap pemandangan laut. Restoran itu berbentuk kapal dengan ornamen-ornamen laut menghiasi ruangan baik itu di dalam maupun di luar. Tempatnya nyaman, dan, dan... Mmm... Mmm... Romantis sih!
Dia memesan pelbagai menu hidangan laut. Namun sebelumnya dia sempat bertanya kepadaku, mau makan apa? Biasa, kalau cewek jawabnya 'Terserah...' Makanya dia memesan apa saja. Mungkin dia pikir salah satu ada yang nyantol sesuai seleraku.
Usai pelayan itu pergi, aku bertanya...
“Kamu sering ke sini?”
“Tidak. Aku menemukan tempat ini di internet.”
What? Dia browsing-browsing di internet hanya demi makan berdua denganku? Ada apa ya?... Eh, tunggu dulu. Kalau begini, bukankah kata orang ini namanya kencan? Benar nggak sih? Jantungku mulai berdebar.
“Oh, begitu...”
Selanjutnya aku nggak konsen lagi dengan apa yang dibicarakannya hingga makanan kami datang. Ah, tidak! Bahkan hingga kami selesai makan. Tapi kali ini, tanpa malu aku menanggapinya serius.
“Dewi... Kurasa, sudah saatnya aku bicara. Memang ini terlalu cepat. Tapi aku bukan pria basa-basi. Aku akan langsung ke inti. Maksud tujuanku menemuimu. Apa kamu bersedia jadi pacarku?”
“Baiklah...," jawabku.
Maka resmilah aku jadi pacarnya. Dewi... Kamu luar biasyaaaaaaah... Tanpa basa-basi, atau sekedar pikir-pikir dulu, ataupun bertanya mengapa kamu bisa suka padaku? Dengan lugas, singkat, padat, kamu jawab begitu, Dewiiiiii...
Ah, tahu ah! Mungkin tanpa kusadari dari awal aku sudah terpikat padanya. Kurasa dia begitu, hanya dia sadar lebih dulu. Kalau nggak, nggak mungkin kan dia sejauh ini? Jadi ngapain aku harus malu... Iya, 'kan?
Orang-orang yang bekerja di rumah sakit semua menggeleng atas kabar tentang hubungan kami berdua. Ya, isu itu sudah tersebar luas. Aku nggak bisa mengelak, tiap ada pertanyaan keesokkan harinya yang melihatku kemarin habis dijemput Kris. Maklum, kami terkenal bagaikan kucing dan anjing. Tentu, orang-orang yang bekerja di rumah sakit masih ingat siapa Kris.
Ibuku? Jangan ditanya, luar biasa girang! Nggak ada habis-habisnya membicarakan aku dan Kris. Maklum, seumur hidupnya baru ini lihat anaknya pacaran. Terlebih yang digaet anaknya pria seperti Kris. Meski ayahku berpangkat, tapi kalau yang dipacarin anaknya pria seperti Kris, ibu mana yang nggak bangga? ayahku? Calm memang pembawaannya begitu santai dan tenang.
Gosip itu tidak hanya sampai disitu! Hari libur kerja, aku main ke tempat kerja ayahku mengantar rantang makanan. Biasa, ulah ibuku yang menyuruhku pergi ke sana.
Alasan ibuku? Tolong antarkan ini untuk Ayahmu.
Ujung-ujungnya? Ibu juga ada siapin untuk pacar kamu soalnya Ibu masak banyak...
Aku? Jadi bahan guncingan tentara di sana.
Sudah 3 Minggu lebih kami pacaran. Dia menjemputku lalu membawaku ke tempat kemarin saat dia menembakku, ditempat yang sama, ditempat duduk yang sama. Hari ini dia sedikit berbeda memberiku seikat bunga. Bunga itu diserahkannya disaat aku masuk mobil alias sebelum kami pergi ke sini.
Makanan kami telah selesai, begitu pula perbincangan santai kami. Selanjutnya, aku teperangah saat dia mengeluarkan kotak kecil di saku kemejanya, meletakkannya di atas meja. Menarik tanganku kemudian, mengusap-usapnya lembut.
“Dewi... Aku mencintaimu. Kumohon, jadilah istriku.”
Seperti disambar geledek seketika mulutku menganga. Kali ini aku ada jeda persekian detik tidak segera menjawab pernyataannya.
Kemudian...
“Aku tahu kamu bukan pria basa-basi. Tapi, bukankah hal ini terlalu cepat? Bukankah kita harus saling mengenal dulu sebelum kita ke jenjang lebih serius?”
Pada dasarnya tentu aku ini nggak ngerti pacaran. Nikah? Apa lagi! Tapi pengetahuan umum tentang asmara tahulah! Kan, kata orang harus saling mengenal dulu biar nanti bisa saling memahami. Agar nanti tidak ada masalah sepele dikehidupan kita yang baru. Begitu, 'kan?
Dia sedikit kecewa lekas melepaskan genggaman tangannya. Aku jadi takut atas reaksinya. Untunglah, sikapnya hanya untuk mengembalikan kotak cincin ke sakunya. Lalu berkata...
“Baiklah, kalau itu maumu.”
Selanjutnya kami menjalin hubungan seperti orang-orang pacaran pada umumnya. Kali ini bukan ke tempat makan lagi, ke mall, belanja, ke bioskop, duduk-duduk ngopi, dan lain sebagainya. Tiada hari tanpa dia di sisiku. Ya, kami ingin saling mengenal hubungan kami jadi makin intens.
Dua orang pelayan toko berbisik-bisik di belakangku. Saat kami berada di mall mengunjungi salah satu toko pakaian. Meski volume dua orang pelayan itu kecil, namun dikiranya aku nggak dengar?
“Nggak salah tuh cowok? Masa, ceweknya kayak begitu?”
“Ceweknya pakai susuk kali...”
Hellooow... Ingin rasanya aku balik badan menampar mereka. Tapi itu kan nggak mungkin aku harus jaga sikap sekaligus menjaga imej pacarku. Aku meminta Kris pergi dari situ. Sebenarnya bukan kali ini saja, sudah sering! Yang katanya ceweknya mungkin pakai guna-gunalah, kami bagaikan Bumi dan langitlah, bagaikan angka 10-lah, dan segala macam omongan pahit dari orang-orang tidak berperasaan itu. Ada saja mulutnya yang nyinyir tiap kami jalan berdua.
Aku mempercepat langkahku. Kris ini sebal deh kalau jalan cepat banget... Benar-benar deh! Dikira cewek itu harus bisa mengimbangi jalannya cowok apa? Nanti dipanggil dia berhenti, eh, begitu lagi. Udah mana gak pernah gandeng tanganku. Meski aku gak ngerti pacaran tapi jika dengar romance orang-orang pacaran. Kan katanya, jika pacaran kita sama pasangan suka jalan bergandengan tangan.
Sudah 2 bulan lebih hubungan kami, dia mengantarku tanpa mau turun dari mobil, saat mobilnya tiba di perkarangan rumahku. Dia begitu, rupanya ada maksud tertentu...
“Maafkan aku, Dewi... Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Kamu benar, kita harus saling mengenal dulu. Dan maaf, mari kita akhiri saja sampai di sini.”
Ini bukan disambar petir lagi! Hujan, halilintar, banjir bandang, angin puting beliung, dan hal menyakitkan lainnya. Rasanya aku ingin menjerit sekeras-kerasnya. Kenapa? Kenapa?Kenapa jadi begini? Setelah aku turun, aku menangis tersedu-sedu. Melihatnya melajukan mobilnya pergi meninggalkanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
erna sutiyana
emng jelek ya dewi nya
2021-05-21
0
Lina Susilo
klu jodoh gk kmna
2021-03-07
0
anita21
hahahaha ga ada romantis² ya thor 😊 lurus aja kyk jln tol, jawabnnya ituloh.... baiklah hehhehee 😂😂😂
2020-02-22
3