Malamnya aku nggak bisa tidur, pusing memikirkan kejadian itu! Apa alasannya? Kukorek lagi lembaran demi lembaran kami berdua. Atau... Jangan-jangan dia sadar, malu jalan denganku? Ya, bisa saja! Dia saja kalau jalan nggak pernah gandeng tanganku. Atau... Jangan-jangan dia ingin balas dendam? Ah, dia sudah minta maaf kok. Atau... Jangan-jangan dia baru sadar, cintanya hanya sesaat? Atau, atau... Jangan-jangan ada sifatku yang nggak cocok dengannya? Itu bisa juga! Tapi, tapi, apa? Aduh... Ini semua membuatku pusing! Tak bisa begini, harus ada penjelasan konkrit darinya.
Memang kalau telah dijelaskan, aku mau lepas darinya? Tentu, tidak. Aku tidak mau! Dia sudah buat aku begini, malah meninggalkanku. Itu gak boleh! Oh! Aku tahu caranya biar dia bisa balik lagi bersamaku. Ya, akan kucoba.
Beberapa hari kemudian, aku datang ke kantornya membawa rantang makanan. Aku dipersilahkan masuk oleh petugas piket. Maklum, wajahku sudah dikenal gara-gara tiap libur kerja sering datang. Selain itu, tentu mereka jadi tahu aku ini anak siapa. Soalnya dulu, aku nggak pernah main ke kantor ayahku. Pas dekat dengan Kris baru main. Jadi jangan heran mereka baru tahu. Aku tahu photoku di pajang di meja kerja ayahku saja, karena ayahku yang cerita.
Usai melewati pos piket, aku berjalan menuju gedung. Selanjutnya, aku jalan di lorong menuju ruangan ayahku. Tiap tentara yang berpapasan denganku menyapaku begitu pula aku. Tiba ditujuan, aku mengetuk.
Tok! Tok! Tok!
“Masuk...,” seru ayahku di dalam.
Aku membuka pintu. “Ayah...”
“Oh! Kamu, Nak! Masuklah...”
Aku berjalan masuk, meletakkan dua rantang di atas meja kerja ayahku, lalu duduk di hadapan ayahku. Melihat rantang, tentu ayahku tahu tujuanku kemari.
“Ibu, masak apa?”
“Balado telor, cah kangkung, gurame goreng, tempe goreng, lalapan, dan sambal.”
“Ya sudah, tinggal saja punya Ayah. Kamu temuin saja Mas Kris.”
Orang tuaku selalu membahasakan 'Mas Kris' ke aku karena kami orang Jawa. Aku jika dihadapan kedua orang tuaku memanggil 'Mas Kris'. Di depan orang-orang kantor ayahku juga begitu. Hanya didepan rekan-rekan kerjaku saja, tidak. Biar begitu, mereka nggak ikut-ikutan aku. Sama seperti yang lain memanggil 'Mas Kris'. Aku bukan bermaksud tak sopan, lebih senang saja panggil nama. Kris-nya juga tak masalah.
“Ayah?”
“Ayah bisa makan sendiri. Sudah kamu pergi saja. Nanti keburu dia sudah makan.”
Kendati begitu, aku tetap menyiapkan kebutuhan ayahku. Aku kan anak yang berbakti. Aku mengambilnya di lemari tempat peralatan pecah belah yang disimpan seadanya oleh ayahku.
Sesudahnya, aku pamit. Setiba di depan ruangan Kris, aku lihat dia tidak ada. Pintu ruangan Kris lagi terbuka. Meja kerja Kris berhadapan dengan pintu. Rekan kerja Kris yang melihatku di dalam, lekas berdiri berbicara denganku dari meja kerjanya. Memberi tahuku, kalau Kris lagi di gudang persimpanan senjata. Dengar itu aku titip pesan, kalau Mas Kris sudah kembali, tolong katakan, aku datang dan menunggu di kantin. Setelah itu, aku pergi.
Rekan Kris yang berpangkat Sersan Dua. Yang merupakan asisten Kris inisatif mendatangi Kris ke sana. Tiba di daun pintu orang itu berseru.
“Kapt! Bojone datang."
Bingung. “Siapa?”
“Ya, bojo Kapten.”
Kris mendesah kecil. Iya, ya. Siapa lagi kalau bukan wanita satu itu. Namun untuk apa kemari? Oh! Baiklah, temui saja.
Kapt adalah panggilan pangkat buat Kris artinya Kapten. Bojo bahasa Jawa artinya pacar atau istri.
“Oh, oke!”
“Nunggu di kantin Kapt!” jelas Asisten Kris lagi, sambil lalu.
Sedangkan anak buah Kris disitu yang otomatis mendengar pada meeledeki, tapi nggak sampai kurang ajar hanya candaan biasa. Mereka tahulah yang diajak bercanda siapa, juga tahu pasti Kapten-nya calon menantu Komandan. Itu gambaran yang mereka tangkap menyimpulkan sendiri. Kris juga nggak masalah. Tentu tahu, tentara juga manusia senang bercanda.
Karena ini sudah masuk jam makan siang. Kris menyuruh anak buahnya untuk melanjutkan nanti sesudah makan.
Setiba di kantin, sama seperti tadi Kris dapat sambutan namun berupa siul-siulan iseng dari rekan-rekannya. Kris, begitu pula Dewi spontan menoleh. Namun karena sudah pada kebal digodain, selanjutnya mereka merespon biasa saja.
Lelaki rupawan itu duduk di hadapan mantan kekasihnya dengan mata memperhatikan meja atas hidangan yang sudah dipersiapkan di depannya. Sejatinya, dia ingin langsung bertanya kenapa ke sini? Tapi tempatnya tidak pas.
Atas ekspresi itu, buru-buru Dewi angkat bicara. Sepenuhnya dia sadar, kedatangannya pasti buat Kris bingung. Menimbang posisinya yang disandangnya sekarang.
“Ibu yang menyuruhku ke sini. Membawa rantang makanan untuk Ayah dan untukmu."
“Oh! Baiklah, terima kasih.”
Dewi menuangkan nasi ke piring Kris. Pria itu menyipitkan mata, baru menyadari nggak ada piring kosong di hadapan Dewi.
“Kamu tidak makan?” tanyanya
“Sebelum ke sini, aku sudah makan.”
“Oo...”
Selesai makan, Kris mengajak Dewi ke belakang gedung. Mereka berdiri di bawah pohon besar.
Dewi dapat bernafas lega. Inilah yang diharapkannya. Jarak mereka aman dari gangguan. Selaras dengan misinya jadi pembicaraan mereka tidak didengar orang lain.
“Jujurlah, kenapa kamu ke sini?” tanya Kris.
“Kan sudah kubilang, aku mengantar makanan.”
“Buat apa Ibumu membuatkan rantang makanan untukku? Kita kan sudah putus.”
“Baiklah, aku jujur. Aku belum bicara ke kedua orang tuaku apa yang terjadi diantara kita.”
Kris mendelik. “Kenapa?”
“Kamu tahu sendiri, Ibuku terlalu menyukaimu.”
“Ya, jujur saja!”
“Kalau aku jujur, memang kamu nggak takut dicap jelek oleh kedua orang tuaku terutama Ayahku?”
“Maksudmu?”
“Macarin anaknya terlalu singkat?”
Kris diam. Oo... Ternyata ini tujuan Dewi kemari. Rantang itu hanya alasan saja. Hadeuh... Wanita ini selalu saja bawa-bawa nama ayahnya.
“Orang rumah sakit juga belum ada kuberi tahu,” tambah Dewi.
Ayah Dewi dikenal di rumah sakit. Wanita itu bisa bekerja di rumah sakit karena koneksi ayahnya. Ayahnya kenal dengan Kepala Rumah Sakit. Jadi, kalau Dewi belum bicara ke ayahnya, nggak mungkin dia bicara ke mereka. Karena ayahnya juga dikenal oleh dokter-dokter, dan perawat-perawat di sana.
“Baiklah. Kita buat kesepakatan!” tandas Kris.
“Kesepakatan?” bingung Dewi.
“Kebetulan juga aku belum bicara dengan rekan-rekanku. Sebenarnya, buat apa juga aku bicara, toh bukan urusan mereka. Tapi, ya sudah. Kalau begitu, begini saja. Biarkanlah mereka semua selalu menganggap kita sepasang kekasih. Tapi diluar dari itu, hanya kita yang tahu, kita hanya teman.”
Dewi sedikit terpana. Aduh... Kenapa jadi begini...? Tujuannya kemari dengan alasan membawa bekal dan mengatakan hal-hal tadi. Selain agar pria di depannya ini kembali ke sisinya. Sebenarmya juga, ingin mencari tahu sepanjang mereka balik bersama, apa penyebab Kris memutuskannya, baru perlahan dia berubah. Namun apa boleh buat, dia pun tak bisa apa-apa. Ya sudahlah, mau gimana lagi. Setidaknya Kris kembali ke sisinya. Walau dia hanya dijadikan kekasih bayangan.
**********
Inilah cerita jalinan asmara singkat antara aku dan Kris. Untuk kelanjutannya, mari kita lihat bersama apa selanjutnya yang terjadi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
ibune Aldo
masih o
penasaran alasan kris
2021-09-19
0
erna sutiyana
dewi nya maksa tetep pgn jadi pacar kris
2021-05-21
0
Lina Susilo
sedih banget
2021-03-07
0