STRATEGI

Selanjutnya terjadi pembicaraan yang serius di antara mereka berenam.

“Aku siap melakukan apapun asal Nana bisa kembali bersekolah di sini dan tidak jadi pindah,” ucap Asa.

Satria dan kedua temannya menatap serius ke arah Asa dan kedua temannya.

“Sat, apa yang harus kita lakukan agar ibunya Nana tidak jadi memindahkan Nana ke sekolah lain?” tanya Rio.

Satria awalnya terdiam karena ia bingung untuk menjawab pertanyaan Rio. Namun, beberapa detik kemudian ia pun bersuara.

“Meskipun kemungkinannya kecil, sepertinya kalian bertiga harus minta maaf langsung kepada Nana dan ibunya,” jawab Satria.

“Ya, kami mau melakukannya. Tapi, bagaimana cara kami untuk pergi ke rumah Nana? Selain kami tidak tahu alamatnya, kami juga takut hilang di jalan,”jawab Rio.

“Gimana kalau habis ini ketika pelajaran di kelas kita minta diberi tahu alamat seluruh teman kita di kelas?” sela Ronald.

“Kalau Ustadzah Azizah menanyakan alasannya, gimana?” tanya Satria.

“Ya, kita bilang saja untuk bisa saling mengenal masing-masing anggota kelas?” balas Ronald.

“Masuk akal sih, tapi …” Satria masih ragu dengan pendapat Ronald.

“Kita coba saja dulu, Sat!” sela Arsi.

“Oke … Terus nanti kalau kita sudah mendapatlan alamat rumah Nana, bagaimana cara kita bisa ke sana? Kalau pergi ke sana sendiri aku rasa tidak mungkin. Kita ini masih anak RA, pasti dimarahi ole sopir angkot. Iya, kan?” ujar Satria lagi.

Lagi-Lagi keenam anak itu pun berpikir.

“Ulang tahun ….” Tiba-Tiba Arsi bersuara.

“Siapa ulang tahun, Si?” tanya Satria.

“Maksudnya kita berpura-pura membuat undangan ulang tahun Nana dan ditunjukkan kepada orang tua kita masing-masing. Kita samakan jamnya yaitu jam 3 sore. Nah, kita rayu orang tua kita supaya mau mengantarkan kita ke rumah Nana. Gimana?” ucap Arsi.

“Good idea!” seru Jodi dengan keras.

Akhirnya mereka pun sepakat untuk melaksanakan rencana yang sudah mereka susun bersama. Sesuai dengan ide Ronald, anak yang sekelas dengan Satria pun merayu Ustadzah Azizah untuk bisa diberitahukan alamat seluruh anggota kelas A. Ustadzah Azizah yang melihat antusiasme anak didiknya pun dengan semangat menuruti usulan Ronald dan teman-temannya. Sayangnya, Ustadzah Azizah hanya membagikan alamat anak-anak yang masuk hari itu saja.

“Loh, alamat Nana mana, Ustadzah?” tanya Ronald.

“Nana kan tidak masuk, Nald. Jadi, data alamatnya tidak saya bawa ke kelas,” jawab Ustadzah Azizah.

“Tapi, kami kan ingin tahu juga alamat rumah Nana, Ustadzah?” protes Satria.

“Nanti saja kalau Nana masuk sekolah, biar Nana sendiri yang berbagi kepada kalian semua,” jawab Usatdzah dengan senyuman manis tersebut.

“Hm … Apakah Nana akan tetap bersekolah di sini, Ustadzah?” tanya Arsi.

Ustadzah Azizah terdiam sejenak. Nampak matanya sedikit sembab.

“Ya, semoga Nana masih ditakdirkan bersekolah di sini,” jawabnya kalem.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Satrian dan kedua temannya nampak lemas saat keluar dari kelas. Ketika mereka keluar kelas, Asa dan kedua temannya sudah menunggu mereka di depan kelas.

“Gimana? Apa kalian sudah mendapatkan alamat rumah Nana? Kalau sudah, kami minta untuk aku tuliskan di surat undangan yang sudah aku buat,” ucap Asa.

“Anu, Sa. Maaf sekali kami gagal mendapatkan alamat Nana,” jawab Ronald.

“Ya Tuhan. Terus, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Asa lagi.

Mereka semua terdiam dan tidak ada yang berkata sepatah kata pun. Yang ada wajah mereka semua nampak sedih karena sebentar lagi mereka akan kehilangan teman mereka tanpa bisa melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya.

Tiba-Tiba Satria berjalan meninggalkan mereka berlima.

“Kamu mau ke mana, Sat?” tegur Asa.

“Tunggu di sini sebentar!” jawab Satria sambil berjalan meninggalkan teman-temannya.

Kelima anak itu pun menunggu Satria di tempat tersebut. Mereka bertanya-tanya apakah yang akan dilakukan oleh Satria. Sepuluh menit setelah mereka menunggu, Satria pun datang dengan membawa sebuah kertas.

“Ini alamat rumah Nana,” ucap Satria pada mereka berlima.

Tentu saja kelima anak yang sejak tadi kebingungan itu pun bersorak senang mendapatkan alamat Nana. Mereka pun secara bersamaan menyalin alamat tersebut ke undangan palsu yang sudah mereka siapkan sebelumnya.

“Hebat kamu, Sat! Bagaimana kamu bisa mendapatkan alamat ini dengan mudah? Apa kamu menyelinap ke dalam kantor?” tanya Satria.

Satria diam tidak menyahut.

“Kamu merayu Ustadzah Azizah, ya?” tanya Ronald.

“Sudahlah. Tidak penting caraku mendapatkannya. Yang penting alamat Nana sudah kita dapatkan,” jawab Satria sambil melempar senyum kepada teman-temannya.

Satria sebenarnya merasa bersalah karena ia memang secara diam-diam meminta pertolongan Emon untuk menyelinap ke kantor mencari data-data Nana. Ia harus merahasiakan hal itu dari teman-temannya.

Selanjutnya mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Dan mereka pun melancarkan aksinya kepada orang tua mereka, yaitu menyodorkan undangan ulang tahun palsu di rumah Nana agar orang tua mereka mau mengantar mereka ke rumah Nana pada jam 3 sore.

“Ayah nggak bisa mengantarmu karena ada urusan dengan Pak RT, Sat,” ucap Bram.

“Yah, Nana ini sahabat aku. Dia yang selalu menyemangati aku dan teman-teman untuk belajar. Masa aku nggak datang di acara ulang tahunnya, Yah?” protes Satria.

“Antarkan saja, Mas! Lagipula urusan dengan Pak RT kan bisa ditunda malamnya saja,” bela Jamila.

“Tuh, Yah! Ibu saja mendukung Satria,” rengek Satria.

“Ya, deh!” Akhirnya Bram menyetujui permintaan Satria.

“Hore!” teriak Satria kegirangan.

Pukul setengah tiga sore, berangkatlah Satria dengan diantar oleh Bram dengan naik sepeda ontel menuju alamat yang diberikan oleh Satria di undangan palsu itu. Saat melewati tikungan angker, Satria kembali tidak berani menoleh karena dia ingat cerita Emon kalau ada sosok Dia yang selalu membuat Emon ketakutan. Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, sampailah mereka di rumah Nana.

Ternyata, kelima teman Satria sudah sampai di rumah Nana duluan. Tapi, mereka belum masuk ke rumah Nana karena menunggu Satria datang. Kelima orang tua mereka pun saling bersalaman dan menyapa.

“Katanya ada pesta ulang tahun, tapi kok rumahnya kayak sepi begitu?” tanya Bram kepada Satria.

“Pesta ulang tahun kan nggak harus rame-rame, Yah. Yang penting kumpul-kumpul mendoakan keberkahan usia,” jawab Satria berbohong.

Akhirnya Satria pun mengajak teman-temannya untuk masuk ke pekarangan rumah Nana . Orang tua mereka mengikuti dari belakang.

Tok Tok Tok

“Assalamualaikum …” teriak mereka berenam sambil mengetuk pintu.

“Waalaikumussalam …” jawab seseorang dari dalam rumah.

Beberapa detik kemudian, pintu rumah pun dibuka dari dala. Keluarlah ibunya Nana yang beberapa waktu yang lalu datang ke sekolah untuk menjemput Nana. Perempuan itu sepertinya baru bangun tidur dan ia terlihat kaget saat melihat kelima anak kecil berdiri di depan pintu dengan membawa kado dan juga di belakang anak kecil itu ada orang tua yang mendampingi mereka.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

👍👍👍👍👍👍

2024-02-17

1

Shyfa Andira Rahmi

Shyfa Andira Rahmi

anak tk pinter bnget ngomongnya😁

2023-09-23

1

V3

V3

yaa ampyun ..... bocah sgtu otak nya pd jenius bgt yaaa ,, cm mo kerumahnya Nana mpe pd bohong bgtu Ramean nya 🤣🤣🤦🏻‍♀️
kira-kira nti apa yaa kata para orangtuanya stlh tahu klu anak-anaknya itu pd berbohong ❓🤣🤣❓🤣🤣

2023-05-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!