RA AL-MARWAH

Hari itu Satria berangkat sekolah diantar ibunya dengan berjalan kaki. Satria sudah dua tahun ini menjadi salah satu peserta didik di RA Al-Marwah, sekolah setara TK tetapi berada di bawah naungan kementerian agama. Jamila yang memilih untuk menyekolahkan Satria di sekolah tersebut karena ia ingin anaknya mendapatkan pondasi yang kuat dalam hal agama. Di samping itu Jamila juga mendapat rekomendasi dari salah satu sahabatnya yang menjadi dosen di sebuah Universitas Negeri di kota tersebut. Menurut sahabatnya itu RA Al-Marwah termasuk sekolah yang cukup maju dalam hal mendidik anak usia dini.

“Aku kenal baik dengan kepala sekolahnya, Mil. Metode yang digunakan di sekolah tersebut sangat baik. Jadi, anakmu nanti tidak dipaksa untuk bisa Calistung.”

“Apa Calistung itu, Wati?”

“Baca Tulis Hitung …”

“Loh, bukankah bagus kalau anakku nanti pandai membaca, menulis, dan berhitung di usianya yang masih belia?”

“Tidak begitu konsepnya, Mil. Sekarang kamu pilih mana anakmu bisa membaca, menulis, dan berhitung atau anakmu suka membaca, menulis, dan berhitung?”

“Hm … tentunya aku lebih senang kalau anakku suka membaca, menulis, dan berhitung. Karena kalau dia suka hal itu berarti sepanjang hidupnya dia akan selalu bersemangat untuk mencari ilmu pengetahuan.”

“Tepat sekali, Mil! Harapan pemerintah juga seperti itu, tapi banyak sekolah dan orang tua yang tidak memahami hal itu. Anaknya dimasukkan ke TK atau RA dengan tujuan supaya anaknya pandai berhitung, membaca, dan menulis. Padahal, untuk anak yang usianya masih kurang dari tujuh tahun, kalau dipaksa belajar membaca, menulis, dan berhitung syaraf-syaraf di otaknya banyak yang putus dan kamu tahu efeknya? Ketika anak tersebut mencapai jenjang sekolah yang lebih tinggi seperti SD atau SMP, anaknya menjadi jenuh dengan pelajaran bahkan jenuh untuk sekolah. Kalau sudah seperti itu siapa yang rugi? Orang tua dan anaknya juga, kan?”

Mila hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan sahabatnya itu.

“Terus, kalau anakku sekolah RA tapi ujung-ujungnya lulus nggak bisa membaca, menulis, dan berhitung rugi dong tiap hari berangkat sekolah? Mending aku ajak bermain saja di rumah?”

“Nah, sebenarnya kalau kamu mampu, anakmu tidak perlu kamu sekolahkan RA karena madrasah pertama dan terbaik untuk seorang anak adalah ibunya. Tapi, ingat anak seusia Satria itu butuh sekali mengenal banyak hal yang dapat menunjang pertumbuhannya secara fisik dan mental. Misalnya, sejak kecil anakmu harus dilatih untuk bersikap baik kepada orang lain, dilatih untuk bisa berbagi dengan orang lain, bekerja sama, dan juga dilatih untuk disiplin dan juga senang beribadah. Hm … Kira-Kira kamu sanggup melakukannya sendiri di rumah?”

“Waduh! Kayaknya aku nggak sanggup deh kalau harus melakukan itu semuanya. Aku kan juga sibuk bikin gorengan dan kue untuk dijual ke tetangga, Wati?”

“Nah, itu dia. Dengan disekolahkan ada banyak guru yang akan membantu kamu mendidik anakmu, Tentunya kamu juga tidak bisa lepas tangan. Kamu bisa membantu memantau perkembangan anakmu juga. Guru-Guru di RA Al-Marwah itu sudah terlatih untuk melakukan hal itu semuanya. Oh ya kamu nggak usah khawatir anakmu lulus nggak bisa baca,tulis, atau pun berhitung. Kenapa? Karena anakmu itu akan diajak bermain sambil belajar oleh gurunya. Jadi, anakmu itu ngerasanya bermain padahal secara tidak langsung anakmu juga sedang belajar. Bedanya, anakmu tidak akan dendam dengan sekolah karena sekolah baginya adalah tempat yang menyenangkan. Kamu paham sekarang?”

“Iya, Wati. Aku paham sekarang. Pantas saja anakku itu semenjak sekolah jadi lebih mudah kalau diajak sholat dan menjaga kebersihan. Anakku juga sudah lumayan bisa menulis sekarang padahal dulu aku juga sempat protes kok anakku diajari *******-***** kertas awalnya. He he he … Ternyata … Untung aku punya sahabat kamu, Wati. Jadi, anakku bisa tumbuh dengan baik.”

“Padahal Bram itu juga guru. Apa dia nggak pernah ngomong hal itu sama kamu?”

“Tahu sendiri kamu gimana Mas Bram? Orangnya mah agak cuek begitu. Dia itu mah main perintah saja kalau sama aku.”

“He he he … Dia itu aslinya paham kok, Mil.”

*

Satria dan kawan-kawannya baru saja selesai membuat mainan secara berkelompok. Tibalah waktunya mereka beristirahat. Bu Guru mempersilakan anak-anak untuk beristirahat di luar kelas. Satria dan kawan-awannya langsung saja berlari dengan gembira menuju halaman sekolah. Satria dan awan-kawannya berencana untuk makan bareng bekal mereka di gajebo yang ada di pojok halaman sekolah. Tanpa mereka sadari, di balik kebahagiaan itu ada tiga orang anak kelas lain yang menatap tidak suka terhadap kebahagiaan Satria dan kawan-kawanya itu. Dari kejauhan ketiga anak yang bernama Rio, Jodi, dan Asa itu sedang merencanakan hal buruk untuk mencelakai Satria dan kawan-kawannya.

“Sebentar lagi Satria dan teman-temannya itu akan makan bareng di gajebo. Kamu sudah paham yang harus kamu lakukan, Sa?” ucap Rio.

“Iya, Rio. Aku paham.”

“Kamu gimana, Jod?”

“Aku juga sudah siap.”

“Oke. Kalau mereka sudah membuka semua bekalnya barulah kalian beraksi!”

“Oke, Sa!”

Satria dan kelima temannya sudah mulai membuka bekalnya masing-masing. Mereka begitu gembira karena bisa makan bareng seperti itu.

“Wah, kamu bawa bekal telur ya, Si?” tanya Satria kepada Arsi.

“Iya. Kamu bawa bekal tahu dan tempe ya? Aku minta dong!” jawab Arsi.

“Siapa yang mau sayur bayam?” Ronald.

“Aku … aku ….” Sahut yang lain.

“Nggak usah berebut! Nanti semua kebagian kok!” ucap Ronald.

“Tapi, aku nggak bawa nasi. Aku cuma bawa buah saja!” ucap Nana.

“Nggak apa-apa, Na. Aku bawa lebih kok nasinya. Aku bisa membaginya denganmu,” sahut Satria.

“Horeee!!!!” Anak-Anak itu berteriak dengan gembira.

Kemudian mereka mulai menggeralr makanannya di tengah sedangkan mereka duduk melingkari makanan itu. Tiba-Tiba dari kejauhan terdengar teriakan Rio dan kawan-kawannya yang sedang bermain bola. Awalnya Rio mengoper bola kepada Jodi, kemudian Jodi menerima bola itu dan dioper ke Asa. Setelah itu mereka bertiga berlari dengan cepat menuju ke dekat gajebo. Ketiga anak kelas B itu sedang menyusun rencana untuk mencelakai Satria dan kawan-kawannya. Pada saat Satria dan kawan-kawannya sedang menimatik kebahagiaan makan bersama, tanpa mereka sadari Rio memberikan umpan lambung bola kepada Jodi dan Jodi yang memang sudah mengambil ancang-ancang melompat setinggi mungkin dan menendang bola tersebut dengan keras dan lurus ke arah makanan Satria dan kawan-kawannya.

Terdengar suara teriakan anak-anak yang lain karena melihat tendangan Jodi yang sangat kuat dan mengarah lurus ke makanan Satria dan kawan-kawannya. Sementara itu Satria dan kawan-kawannya terlambat menyadari bahaya yang sedang mengancam mereka. Bola yang ditendang oleh Jodi sebentar lagi akan menukik ke arah makanan yang sedang mereka nikmati. Satria dan kawan-kawannya menoleh ke arah bola itu dan mereka berteriak histeris karena menurut pandangan mereka bola itu akan mengenai makanan yang sedang mereka santap.

“Tidaaaaaaaak!!” teriak Satria dan kawan-kawannya.

Sementara Rio, Jodi, dan Asa tersenyum lebar sambil menunggu bola itu menghancurkan kebahagiaan Satria dan kawan-kawannya.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Mia Roses

Mia Roses

begitulah dunia, tidak semua baik tapi tidqk semua jahat. 😁

2023-05-14

0

angel

angel

duh masih kecil udah kaya gitu..gimana besar nya🤔🤔

2023-05-13

0

Ayuk Vila Desi

Ayuk Vila Desi

kecil2 udah nakal banget ya

2023-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!