HILANG (TAMAT)

Ibunya Nana mempersilakan anak-anak itu beserta orang tuanya untuk masuk ke dalam. Tentu saja kursi yang ada tidak dapat menampung orang-orang itu karena ibunya Nana memang tidak sedang mempersiapkan acara apapun. Terpaksa ada beberapa orang yang harus duduk di luar rumah. Setelah mempersilakan semua tamunya untuk duduk, ibunya Nana pun menanyakan maksud kedatangan orang-orang itu ke rumahnya dan perempuan itu terkejut saat mendengar jawaban dari salah satu perwakilan orang tua anak-anak itu. Para orang tua sudah mau memarahi anak-anak mereka. Namun, Satria langsung berkata jujur tentang tujuan anak-anak itu membohongi orang tua mereka.

“Maaf, Bu. Sebenarnya kedatangan kami ke sini ada tujuan lain. Kami tidak berniat membohongi orang tua kami. Tapi, kami tidak punya cara lain agar bisa sampai ke tempat ini,” ujar Satria dengan jujur.

“Apa yang kamu rencanakan bersama teman-temanmu? Kasihan ibunya Nana ini sampai kebingungan,” sahut Bram dengan sedikit meninggi nadanya.

“Tunggu dulu, Pak! Biarkan anak-anak ini menjelaskan maksud dan tujuan mereka melakukan ini semuaya,” ujar ibunya Nana dengan ramah.

“Anu, Bu. Kami tidak mau Nana pindah sekolah. Kedatangan kami ke sini ingin meminta maaf dan menjelaskan kejadian kemarin yang membuat Nana menangis di sekolah,” sahut Satria sambil memberi kode kepada Asa.

Ibunya Nana mulai menatap serius ke arah anak-anak itu. Ia menghela napas saat kembali terbayang dengan kejadian waktu Nana menangis di sawah dekat sekolah.

“I-iya, Bu. Saya dan kedua teman saya ini mau meminta maaf kepada Ibu dan Nana. Kami bertiga waktu itu mengerjai Nana. Nana minta antar kepada kami untuk menjenguk Satria di rumahnya. Tapi, kami juga sebenarnynya tidak tahu rumah Satria. Jadi, pas sampai di sawah itu kami bertiga berlari meninggalkan Nana sendirian di sawah hingga ia menangis,” tutur Asa dengan menunduk.

“Kami mohon maaf, Bu!” ujar Rio menimpali sambil menangis.

“Kami janji tidak akan mengulangi perbuatan kami. Tapi, tolong jangan pindahkan Nana ke sekolah lain. Kami tidak mau kehilangan Nana,” ucap Jodi dengan sesegukan.

Semua orang yang berada di tempat itu tercengang mendengar pengakuan ketiga anak itu. Ibunya Nana juga terperangah setelah mengetahui penyebab anaknya menangis di tengah sawah waktu itu yang membuat pikirannya risau dan ia sudah mengatakan kepada Ustadzah Azizah bahwa ia berencana memindahkan Nana ke sekolah lain. Meskipun untuk sementara Ustadzah Azizah masih memberikan waktu kepada ibunya Nana untuk memikirkan rencananya masak-masak. Rasanya ia mau marah kepada ketiga anak itu, tapi melihat kejujuran dan ketulusan mereka bertiga, ia urungkan niatnya memarahi mereka. Toh, mereka itu masih anak-anak.

Para orang tua tidak berani berbicara karena mereka merasa malu dengan perilaku anak-anak mereka. Mereka menunggu reaksi ibunya Nana yang seperti bertarung dengan emosinya sendiri.

“Terima kasih atas kejujuran kalian bertiga. Saya menerima permintaan maaf kalian. Saya berharap untuk ke depannya kalian tidak mengulangi perbuatan semacam ini dan menjadi anak yang baik dan membanggakan orang tua kalian,” ujar ibunya Nana setelah beberapa menit terdiam.

“Alhamdulillah …,” ucap anak-anak yang berada di tempat tersebut.

“Jadi, besok Nana sudah masuk sekolah lagi kan, Bu?” cetus Satria kembali.

Ibunya Nana menatap tajam ke arah Satria. Anak-Anak yang lain kembali menunggu jawaban perempuan itu.

“Maaf, Satria. Keputusan saya sudah bulat untuk memindahkan Nana ke sekolah lain,” jawab ibunya Nana dengan tegas.

Anak-Anak yang mendengar jawaban ibunya Nana langsung merasa kecewa saat itu juga.

“Kenapa, Bu? Bukankah barusan Ibu sendiri yang mengatakan kalau Ibu sudah memaafkan kami?” protes Satria.

Ibunya Nana menatap mata Satria dengan perasaan sedih. Air matanya menetes. Ia seperti mengenang sesuatu.

“Satria, maafkan ibu, ya? Ibu terpaksa memindahkan Nana ke sekolah lain. Ibu khawatir sekali dengan keselamatan Nana,” jawab ibunya Nana sambil menangis.

“Ibu jangan khawatir. Kami akan menjaga Nana selama di sekolah. Nana pasti akan baik-baik saja di sekolah, Bu! Tolong, jangan pindahkan sekolah Nana, Bu!” Kali ini Satria yang meneteskan air mata.

Ibunya Nana diam sejenak. Kemudian ia pun berkata.

“Dulu, sewaktu saya masih kecil. Usia saya waktu itu sepuluh tahun. Saya punya adik laki-laki berusia enam tahun. Ibu kami sudah meninggal ketika usia saya masih sembilan tahun. Setahun setelah kepergian ibu, ayah menikah lagi dan ibu tiri saya sangat membenci kami berdua. Ketika ayah tidak ada di rumah, ibu tiri kami bertigkah kasar kepada kami. Bahkan ia tidak segan-segan memukul kami. Saya sudah melaporkan perbuatan ibu tiri kepada ayah, tapi ibu tiri selalu punya alasan untuk menyudutkan kami. Dan ayah cenderung lebih membela ibu tiri kami tersebut. Hingga satu hari sepulang sekolah saya tidak melihat adik laki-laki saya di rumah. Bahkan sampai ayah pulang kerja, adik laki-laki saya tak kunjung pulang. Kamipun mencari adik ke mana-mana, tetapi tak kunjung ditemukan. Saya sempat curiga kepada ibu karena ada salah satu tetangga yang bilang kalau tadi siang sempat melihat ibu membawa adik ke area persawahan di sekitar rumah. Tapi, ibu mengelak. Ia malah mengancam tetangga saya itu. Sejak saat itu adik saya hilang sampai saat ini belum ditemukan. Kami sudah melapor kepada polisi, tapi hasilnya nihil. Jadi, ketika kemarin saya melihat Nana menangis di sawah, trauma saya muncul kembali. Saya mohon maaf kepada kalian semua kalau Nana terpaksa saya pindahkan sekolahnya ke dekat-dekat sini saja.” Ibunya Nana bercerita panjang lebar dengan berderai air mata.

Semua orang yang berada di tempat itu tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah mendengar penjelasan ibunya Nana. Mereka ikut bersedih dan prihatin dengan nasib yang menimpa ibunya Nana dan adik laki-lakinya. Akhirnya, mereka semua bisa mengikhlaskan Nana untuk pindah ke sekolah lain meskipun dengan berat hati.

“Sat, maafkan kami, ya? Gara-Garakami bertiga Nana pindah sekolah,” ucap Asa dengan lemah.

“Iya, Sa,” sahu Satria sambil memeluk Asa.

Selanjutnya semua orang berpamitan pulang kepada ibunya Nana. Hanya tinggal Satria dan ayahnya yang berencana pulang paling akhir.

“Maafkan ibuya, Satria?” ucap ibunya Nana kembali.

“Iya, Bu. Saya bisa memahami kesedihan ibu. Ibu sudah memutuskan yang terbaik,” jawab Satria.

“Oh ya, saya bangunkan Nana dulu biar sekalian kamu pamitan sama Nana,” ucap ibunya Nana sambil beranjak ke belakang.

“Iya Bu.”

Tak sampai lima menit ibunya Nana kembali bersama Nana. Nana sejak tadi tertidur di kamarnya hingga ia tidak tahu teman-temannya datang ke rumahnya.

“Eh, kamu, Sat?” apa Nana.

“Iya, Na. Teman-Teman sudah pulang duluan barusan,” jawab Satria.

“Oh ya. Saya sampai lupa. Saya mau menunjukkan foto pamannya Nana yang hilang sejak kecil,” ujar ibunya Nana.

“Iya, Bu,” jawab satria dengan sopan.

Selanjutnya ibunya Nana mengeluarkan album foto tua dan menunjukkan sebuah foto yang terdiri dari sepasang suami istri dan dua anak di depannya.

“Ini ayah dan ibu kandung kami. Ini saya dan ini foto adik saya,” ucap ibunya Nana sambil menunjuk ke foto seorang anak kecil yang wajahnya tidak asing lagi bagi Satria dan juga Bram.

“Anak itu!” pekik Bram.

“Emon!” pekik Satria sambil menutup mulutnya karena ayahnya menatap aneh ke arahnya.

“Kalian berdua kenal anak di dalam foto ini?” tanya ibunya Nana dengan penasaran.

Bram saling bersitatap dengan Satria. Sepertinya ia mulai mencurigai anaknya itu menyembunyikan sesuatu darinya.

“Anak ini …” ucap Bram dengan ragu-ragu.

“Kenapa dengan adik saya, Pak?” tanya ibunya Nana.

Satria menatap ke arah Bram.

“Katakan apa yang kamu tahu, Sat!” perintah Bram kepada anaknya.

Ibunya Nana dan Nana menunggu jawaban Satria.

“Nana … Ibu … tolong bawa foto ini dan barang-barang masa kecil anak ini! Setelah itu ayo ikut saya!” ucap Satria tanpa panjang lebar.

Ibunya Nana bingung dan syok mendengar ucapan anak kecil di depannya. Entahlah, saat itu ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tidak membuang waktu, akhirnya ia pun menuruti perintah Satria dan membawa Satria beserta ayahnya itu dengan membawa mobil juga. Sepanjang perjalanan ibunya Nana dan Bram bertanya-tanya di dalam hatinya, tapi mereka tidak bergeming. Hingga sampailah mereka semua di rumah Satria ketika menjelang magrib. Kedatangan Satria disambut dengan gembira oleh Emon yang sudah menunggunya sejak lama di kamarnya.

“Akhirnya kamu datang, Satria,” ujar Emon.

“Aku tidak datang sendirian. Aku datang bersama kakak perempuanmu, Emon .. Eh Dani … Iya, nama kamu bukan Emon, tapi Dani. Dan ini adalah foto masa kecilmu,” ucap Satria sambil menunjukkan sebuah foto dan mainan mobil-mobilan.

Emon terkejut mendengar perkataan Satria. Ia secara perlahan mendekati Satria yang sedang memegang foto dan mobil-mobilan di tangannya. Emon tidak memperdulikan keberadaan ibunya Nana dan Bram di tempat itu. Ia sibuk memperhatikan foto yang sangat mirip dengannya dan juga mainan mobil-mobilan di tangan Satria.

“Mbak Andin …,” selanjutnya Emon memekik dan menangis dengan keras karena sudah mulai mengingat jati dirinya yang sebenarnya.

Satria pun memeluk Emon dengan erat. Satria memberi kode kepada ibunya Nana untuk turut mendekat.

“Ibu Andin … sini!” teriak Satria.

Ibunya Nana kaget karena Satria isa mengetahui namanya. Ia pun yakin bahwa Satria sedang berkomunikasi dengan arwah adiknya. Dan ia pun menghampiri Satria dan ikut merangkul Satria.

“Maafkan Mbak Andin, Andi … Maafkan Mbak Andin Dik!” tangis ibunya Nana punpecah saat itu juga.

“Dani, ini Mbak Andinmu. Dia sudah puluhan tahun mencarimu,” ucap Satria.

Emon pun kaget dan memeluk ibunya Nana. Pada saat itu ibunya Nana bisa merasakan kehadiran adiknya meskipun matanya tidak bia melihatnya secara langsung.

Magrib itu pun dihiasi air mata antara sepasang kakak beradik yang saat ini sudah berbeda alam. Pada malam itu juga mereka melapor kepada Pak Kasun. Pak Kasun pun mengerahkan beberapa warga untuk menggali tanah di sekitar tikungan angker. Awalnya Emon takut untuk diajak ke tempat itu karena takut diculik oleh sosok Dia. Namun, setelah dirayu oleh Satria akhirnya ia pun mau. Berkat petunjuk Bram, kerangka Andi pun ditemukan di tikungan angker tersebut. Dan Pak Kasun pun melaporkan kepada pihak kepolisian. Ternyata sosok Dia yang ditakuti oleh Emon itu adalah rasa traumanya kepada ibu tirinya yang telah menyiksanya dan juga membunuhnya.

Setelah ditemukan, kerangka Emon pun dimakamkan secara layak oleh keluarganya. Ibunya Nana sangat berterima kasih kepada Satria dan keluarganya. Nana pun urung dipindahkan ke sekolah lain. Ibunya Nana menjadi donatur tetap di sekolah tersebut dan ia yang membayar Satpam untk bertugas menjaga keamanan di sekolah tersebut. Tidak ada yang dipenjara dalam kasus penemuan kerangka emon karena pelakunya sudah lama meninggal dunia. Usut punya usut sebelum meninggal, kehidupan ibu tiri Emon sangat memprihatinkan. Setelah ayahnya Emon menua, ia meninggalkan suaminya itu dan menikah lagi dengan orang lain. Sayangnya suami barunya itu jahat dan sering melakukan kekerasan kepadanya, sehingga ia sakit-sakitan dan meninggal tidak dalam perawatan yang baik. Sedangkan ayahnya Emon sudah lama meninggal juga karena sakit-sakitan karena hidup sendirian. Setelah kehilangan adiknya, Bu Andin memilih tinggal bersama neneknya sampai dewasa. Ia tidak mau diajak tinggal bersama ayahnya karena trauma.

Demikianlah kisah tikungan angker itu berakhir dengan penemuan kerangka Emon. Setelah dimakamkan dengan selayaknya, arwah Emon sudah tidak muncul lagi dalam kehidupan Satria. Di tikungan tersebut juga sudah tidak muncul lagi suara-suara tangisan misterius, meskipun sebagian warga yang mengetahui bahwa ada penemuan kerangka anak kecil di sana masih merasa takut lewat di tempat itu sendirian di malam hari.

TAMAT

Terima kasih atas kesetiaan Pembaca mengikuti kisah ini. Tunggu cerita hororku yang akan muncul beberapa hari lagi berjudul MBAH PUTRI

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

tamat

2024-02-17

1

Sani

Sani

kok sngkat bngt sih

2023-09-25

0

angel

angel

nah cerita seperti ini yang aku suka...gak berbelit belit...

2023-05-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!