Segar kepala dan seluruh tubuh Lautan setelah selesai mandi. Seakan-akan rasa tegang efek tidur Purnama yang memancing naluri bangsatnya semalam penuh itu, luruh sudah.
Pasang kumis palsu dan topi hitamnya sebagai penyamaranya sudah apik di tubuh. Waktunya keluar dari kamar mandi.
Buka pintu dan ternyata banyak yang sudah mengantri untuk mandi termasuk Purnama.
"Lama amat," cicit Ama. Lautan cuma cengir. "Ehh... Kok di duluin?"
Brakk ... Purnama menendang kesal pintu saat salah satu anak buah Jimmi masuk begitu saja mendahuluinya yang sudah mengantri sedari tadi.
"Woi, buka nggak pintunya atau saya dobrak nih." Tidak ada respon dari dalam akan suara Ama yang marah marah. Pasalnya, ia lagi lagi kebelet pipis. Nggak mungkin juga kan ia main wer di barisan pojok sana bersama pria pria lainnya. Kan, ia itu cewek. Masa kencingnya berdiri berjamaah? Iuhh...
"Hahaha..." Lautan malah tertawa geli. Lanjut merangkul leher Purnama dengan gaya sok laki memperlakukan Purnama di depan Jimmi yang baru bergabung. "Mending kita nyarap dulu," katanya yang bermaksud menurunkan emosi Purnama. Takutnya, Purnama kelepasan dan bisa saja membongkar penyamaranya sendiri.
"Nggak, saya mau pipis." Tangan Lautan ia tepis.
"Noh, tinggal pipis di pojok sana. Beres kan?" Jimmi yang menyahut dengan mata terus memperhatikan Ama. Di lihat lihat, postur Ama itu seperti cewek. Punggung tangan putih itu juga sama sekali tidak ada urat urat pekerja keras. Lirik ke tangan Amir yang tak lain adalah Lautan. Tuh kan, meski pria itu tangannya juga terlihat mulus, tapi kelihatan tangan seorang pria yang lebar.
Nah, satu lagi yang ganjil untuk mata Jimmi, yaitu kuku kuku Ama yang di cat warna merah dengan ujung ujungnya sangat runcing.
"Permisi, permisi, permisi..." Ama yang peka sedang di tatap penuh ketelitian oleh Jimmi, segera meminta jalan dari lima orang termasuk Jimmi dan Lautan yang menghadang langkah menuju ke urinoar atau yang bisa di kenal tempat pipis para lelaki yang cara penggunaannya adalah berdiri.
Duh, gimana caranya agar Ama bisa mengelabui orang orang termasuk Jimmi. Masa ia harus berdiri memancurkan sesuatu dari dalam tubuhnya? Kan tidak mungkin bisa punya pancuran dahsyat. Sekali lagi, ia cewek yang kodratnya nongkrong buang pipisnya.
"Pikir, Ama ... Pikir," batinnya.
Lautan saja jadi deg degan melihat Jimmi masih terus memperhatikan punggung Ama dari belakang. Tapi, Lautan cukup jadi penonton dulu. Terjadi sesuatunya nanti, ia akan hadapi. Bila perlu melumpuhkan semua orang orang yang ada di kapal besar itu demi menyelamatkan sang sahabat.
Gelubuk gelubuk...
"Nananana... Sylalala..." Suittt...
Gleekk...
Lautan, Jimmi dan anak buahnya kompak menganga lebar mendengar suara pipis Purnama yang deras pakai gemerincik berbunyi akan aduan urinoar. Mana Ama di sana pakai senandung kecil dan sesekali bersiulan siulan merdu lagi.
Lautan jadi kepo maksimal, Ama pipis nya heboh amat. Duh, baru juga tubuhnya segar dari ketegangan semalam. Ini ... Ama kembali memaksa otak nya berfantasi liar.
Nut nut ... Eh, si adik di bawa sana cenat cenut nendangin jala segitiga bin sempaknya lagi kan. Hadeeh... Kesal Lautan akan tingkah sembrono Purnama yang berhasil membuatnya pusing tanpa gadis itu sadari.
"Dia benar benar laki tulen. Ah, kirain cewek, ternyata aku salah ..." kata Jimmi lirih yang bisa di dengar Lautan. Dalam hati, ia juga ingin memuji Ama karena berhasil meyakinkan Jimmi yang sempat menaruh curiga.
"Dah, ayo Amar, kita sarapan. Mandi belakangan saja." Ama berseru mengajak Lautan pergi dari ruangan yang berbaur laki laki itu. Mual sih, tapi Ama tahan tahan saja.
Sampai di lorong deck, Lautan yang penasaran akan Purnama yang pipis berdiri tadi tidak kuat juga kalau ia tahan tahan pertanyaan keponya.
"Ama, kamu benar pipis dengan cara ekstrim seperti tadi?"
Tuk...
"Aduh..." Lautan mengadu kaget alih alih sakit akan kepalanya yang tiba tiba ditabok botol air mineral kosong oleh Purnama.
"Nih, air minum yang rencananya buat gosok gigi ku, habis."
"Terus, apa hubungannya?" Lautan masih bingung.
"Telmi di pelihara. Pancuran tadi yang deras pakai gemerincik itu dari air ini, Dodol."
Lautan tertawa tawa geli. Ada aja akalnya Ama demi mengelabui otak curiga Jimmi.
"Kamu pantas di beri julukan the power of tipu tipu."
"Bacot!" Sungut Purnama. Ia masih kesal karena pipis yang ia tahan tahan masih ingin mencari lubang keluar. "Huaciii..." Hidung Ama geli efek kumis tebalnya yang menggelitik. Akibatnya ia bersin dan tidak terduga, kumis itu copot separuh.
"Aduh, cepat pakai dengan betul." Lautan membantu Ama menekan kumis itu supaya kembali merekat. Tengok kiri kanan, keduanya elus dada karena tidak ada orang yang melihat.
" Ama ... Kok ada bau pesin ya? Kamu nyium nggak?" Hidung Lautan mengendus endus seperti kucing mencari makan dengan mata menelusuri lorong deck kapal barang itu.
"Hehehe... Utan, aku ngompol gara gara bersin tadi." Ama malu setengah hidup di depan Lautan. Ia hanya bisa cengengesan di iringi ringisan tak berdayanya.
"Astaga...!" Lautan mengusap wajahnya, speecless. "Ayo, kita pergi dari sini." Lanjut Lautan menuntun Purnama untuk mencari kamar mandi di lantai kapal lainnya agar tidak bersinggungan dengan kelompok Jimmi lagi.
Ama hanya pasrah. Berjalan risih di genggaman perhatian Lautan. Mau baper akan sentuhan Lautan, tapi ia sadar diri hubungan mereka sekedar sahabat dan sepupu doang. Dalam hati, ia terus mengingatkan dirinya kalau Lautan adalah milik Vanila.
"Kamu itu seperti bayi, tukang ngompol."
Bibir Ama cemberut akut. "Dibilangin tadi kalau saya kebelet. Kan kamu tau, hal yang tidak bisa di tahan tahan olehku dari kecil adalah pipis. Lagian, semua orang di pagi hari setelah bangun tidur itu butuh membuang racun dalam tubuhnya."
Lautan tidak lagi menyahut. Naik tangga menuju lantai berikutnya. Nah, ketemu kamar mandi yang bisa dibilang sepi kayak kuburan.
"Mandi di sini saja. Saya akan menunggu dan menjaga mu dari luar."
Ama tersenyum. Lautan memang sohib ter-the best.
Saat ingin masuk, langkahnya terhenti lagi. "Terus, habis mandi nanti, aku pakai celana yang mana? Kan nggak ada gantinya."
Iya juga. Tidak mungkin Ama memakai celana kotor dan bau yang wajib dibuang saja. Lautan berpikir.
"Pakai celana ku, nggak apa? Ini masih bersih, baru ganti habis mandi," tawar Lautan sembari menunjuk kain training berwarna hitam yang ia kenakan.
Tidak ada pilihan, Ama setuju setuju saja. Lagian kan ada karet kolornya jadi nggak akan melorot.
Lautan segera copot celana. Di dalamnya terdapat boxer di atas lutut, jadi aman. Ama kira, akan disuguhkan segitiga kramat. Dasar otak, rutuknya dalam hati.
" Nanti, kamu pakai apa, Utan? Nggak mungkin pakai boxer terus, kan? "
"Tenang, di tas masih ada satu."
Okelah, celana milik Lautan sudah di tangan. Ama pun masuk ke kamar mandi tersebut. Sejurus terbuka kembali karena masih butuh bicara dengan Lautan. "Sana gih, pakai celana dulu. Aku bisa jaga diri. Tapi kalau selesai, balik lagi ya."
"Yakin?" Alis hitam Utan terangkat satu. Ama hanya mengangguk sekilas dan kembali menutup rapat rapat pintu tersebut.
Lautan pun segera pergi mengambil celana cadangan yang ia taruh di tas.
Gantungkan celana milik Lautan. Tarik dalaman yang ia sembunyikan di dalam saku hodie besarnya. Sejurus, ia pun menanggalkan semua pakaiannya.
Baru ingin mengguyur tubuhnya, Ama terjeda akan derap langkah seseorang yang terdengar di luar sana. Ama sengaja tidak menimbulkan suara karena ingin mendengar sosok siapa yang ada di luar, apakah Lautan yang sudah kembali? Ah, masa secepat itu?
"Halo..."
Tuh kan, bukan Lautan. Orang lain yang sedang menelepon dengan suara setengah berbisik bisik membuat naluri agen Purnama tumbuh kecurigaan. Dengan keadaan toples seluruh tubuh, Ama mendekatkan kupingnya ke penyekat kamar mandi umum tersebut.
"Butuh beberapa jam lagi, kapal akan sampai ke titik pembajakan."
Wah, ada bau bau kriminal yang diendus oleh Ama setelah mendengar kata 'pembajakan.'
"Kita bisa mengoper barang barang berharga pesanan bos. Bonusnya, di kapal ini ternyata ada pengiriman besar besaran barang milik pengusaha yang bisa kita bajak sekalian. Hah? Kamu nanya ada polisi nggak? Heheh.. Santai saja, tidak ada penjagaan ketat kok, saya sudah mengulik info. Dan lebih menguntungkannya, penjagaan barang barang milik pengusaha itu cuma ada dua belas orang. "
Dua belas? Itu tandanya kelompok Jimmi yang di maksud? Barang milik Guntur dan kelompok Jimmi dalam bahaya dong.
Ama menyeringai. Sepertinya, perjalanannya bersama Lautan melalui kapal laut, tidak semudah yang mereka pikirkan. Ia kira tinggal menunggu waktu sampai ke Negara tujuan tanpa capek capek lagi menghadapi sekelompokkan orang orang jahat. Ternyata...?
"Dasar Guntur, bukannya nyewa kapal secara khusus untuk usaha, ini malah naik umum. Dih, bikin susah saja." Ama mendumel dalam hati. Lanjut ia duduk tenang di atas kloset duduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Itarohmawati Rohmawati
yaampun deredeg akooooh
2023-04-03
1
Dedy Harianto
🤣🤣🤣🤣 sampai nangis saya , gara gara tertawa 😅😅😅
2023-03-13
0
Rhiedha Nasrowi
semoga kalian berdua berjodoh ya Ama sama utan 😁😁
2023-03-09
0