Masih dalam tangan terborgol satu sama lain bersama Lautan, Ama terus memacu laju mobil milik Lautan dengan ugal ugalan. Simi beserta tiga mobil di belakang sana, masih terus mengejar.
"Untung aku nggak telat, Ama. Kalau nggak, hemm... Kamu uda jadi bulan bulanan mereka." Intonasi nada Lautan sangat ingin dipuji oleh sahabat oroknya itu. Tapi, boro boro Ama memuji atau mengucapkan 'terimakasih', gadis itu malah cuek bebek dan sengaja ditulikan kupingnya. Bahkan, melirik ke arahnya tidak sama sekali. Padahal ia kan si borjuis tampan. Cewek cewek di luaran sana klepek klepek meski cuma diberi kiss bye.
Usut punya usut sih, saat ini Purnama itu masih marah padanya dan juga Petir- kakaknya.
Mau tau pasalnya? Mari flasback satu bulan yang lalu.
Di kala itu, Purnama tiba tiba datang ke apartemennya yang kebetulan ada Petir dan Vay- sang kakak ipar yang bertamu.
"Petir, aku ingin kamu tanggung jawab. Abian masih terus mengejarku untuk membalas dendamnya yang seharusnya kamulah yang membayarnya."
Intinya, Purnama itu protes dengan penampilan kusut habis di buron anak buah Abian, katanya. Melihat kebahagiaan Petir dan Vay yang sudah diberi bayi lucu, Ama jadi meradang. Bukan iri oleh kebahagiaan sepupu beserta sahabatnya itu. Cuma.... Ama nggak kuat hidupnya di ganggu oleh Abian.
"Tanggung jawab seperti apa lagi, Ama. Saya dan Lautan sudah mengajak Abian bicara baik baik. Saya juga sudah meminta maaf padanya. Di maafkan memang, tapi katanya dia sudah terlanjur menjadikan mu target empuknya. Noh, si Lautan juga sudah menghajarnya habis habisan sampai berdarah darah, tapi tetap saja nggak ada kapoknya. So, aku harus apa agar bisa membuatmu puas dengan kata terima kasihku? Membunuhnya? Ck, yang benar saja. Lagian, kalau kamu tega, saya yakin dia sudah mati di tangan mu."
Purnama memberengut. Tatap dulu satu satu orang di depannya ini. Lalu berceletuk frustasi, "Nikahi aku!" Ama cuma main main mengucapkannya. Tapi Vay dan Petir sudah memelototinya, begitu pun Lautan. Dengan santai sih, dianya menarik jus alpukat yang ada di tangan Lautan.
"Wah, wah, minta perang ketiga dengan ku, Ama?" hardik Vay yang tentu saja ogah ogahan punya adik madu.
"Canda, Vay. Kamu uda kebakaran jenggot saja. Aku juga ogah jadi pelakor. Dan jalan satu satunya, Lautan yang harus bertanggung jawab. Nikahi aku, Utan."
Alamak ... Lautan keselek buah anggur. Mangap mangap dia berusaha mencoba mengeluarkan buah itu dari tenggorokannya. Dengan santai dan tanpa dosa, Purnama dari belakang memukul leher bagian belakangnya. Selamat dari pintu neraka.
" Uhuuuk... Kira kira kalau bercanda, Ama. Uhuk..." Lautan masih batuk batuk.
"Saya mana bercanda. Kali ini, saya serius. Bagaimana, Petir, Vay ... Lautan 'kan nggak punya bini. Sah dong, dia jadi suami kontrak ku untuk sementara waktu? Setidaknya kalau Abian berhenti dari obsesinya pada ku."
Terang terangan, Lautan mengibaskan ibaskan tangannya ke Petir dan Vay agar kedua orang itu tidak mendukung keputusan gila Purnama.
"Utan __"
"Jangan membujuk, Bang. Ogah saya jadi tumbal kalian semua."
Bugh... Bantal sofa mendarat sempurna ke wajah Lautan oleh tangan enteng Purnama. "Saya tumbal sesungguhnya dari kebahagiaan kakakmu, Nyuk."
"Ck, iya, aku tau. Tapi, Ama. Aku punya Vanila loh. Kami kan sudah tunangan. Nih, cincinnya di jari manis ku. Masa kamu tega memisahkan kami yang saling cinta."
Tanpa ada sekata patah pun, Purnama beranjak dari sofa itu setelah mendengar penolakan Lautan yang bernada memelas. Hening, tiga kepala yang di belakang Purnama, tidak bisa berbuat apa-apa juga karena bingung harus bagaimana lagi caranya membantu Purnama dari Abian.
Apalagi Lautan yang sangat sangat tidak mungkin menerima ide konyol Purnama yang meski cuma sekedar pernikahan kontrak juga. Vanila - gadis manja itu adalah tambatan hati Lautan. Kasihan juga kekasihnya kalau ujung ujungnya dikhianati.
Dan sejak hari itu lah, Purnama sedikit menjauh dari mereka semuanya. Hubungin Vay kemarin pun, cuma karena butuh bantuan untuk mentake down videonya yang lagi viral itu.
Dor...
Ckiitt...
Lautan terkesiap hebat. Ban mobilnya terkena tembakan dari Simi. Karena kecepatan laju kendaraan itu di atas rata rata, Purnama sedikit sulit mengendalikan mobil nya yang oleng kiri kanan. Sepinya jalan di pertengahan malam itu, sedikit membuat Purnama tenang karena tidak akan ada korban yang tidak salah kalau kalau ia mengeluarkan bomnya untuk membalas kelompok Simi.
"Borjuis jelek, ambil bom di ransel ku. Cepat!"
"Siap, Cantik..." Tadi memang sempat kaget, tapi sekarang Lautan sudah bisa menguasai diri, ia dan Ama adalah mantan klan Kurcil Smart, hal sepele seperti ini pasti Ama bisa menangani masalah nya. Lautan cukup jadi pesuruh saja dulu.
Dor...
Dor...
Dor...
Dor...
"Ya ampun, mobil mahal ku diberondong peluru. Wah, bolong bolong pasti." Tembakan bertubi tubi dari tiga mobil di belakang sana menghadiahi body body besi mulus kesayangan Lautan. Sang pemilik terus menggerutu kesal. Ama jadi sakit kuping mendengar suara Lautan.
"Nih, rasakan." Siap melempar, tapi tangannya lupa kalau diborgol. "Ama, julurkan dulu tangan mu kemari." Lautan sedikit kesusahan.
Ama menurut tanpa ada kata kata.
Pusshhh ... satu bom jenis granat menggelinding. Dan, boomm... Ledakan itu menghentikan dua laju mobil lawannya karena Lautan sengaja membidik tengah tengah aspal agar mobil di belakang sana tidak bisa mengejar lagi. Tapi, mobil Simi terlewat lolos, sehingga masih mengejar.
" Eh, eh ... Amaaaa...!"
Braak...
Lautan menjerit. Ia dibuat jantungan karena Purnama malah sengaja menabrak pembatas jalan, sehingga mobil kesayangannya terjun bebas masuk ke dalam sungai. Entah apa yang direncanakan Purnama, yang jelas Lautan
masih butuh hidup untuk menikahi Vanila bulan depan.
"Oh, Shiiit..." umpat Simi menyayangkan keras kepala Purnama yang mencoba kabur. Dan lihatlah, mobil dan orang yang disandera Purnama, jadi ikutan korban.
Di dalam air, Lautan dan Purnama terlihat bekerja sama untuk keluar dari kabin mobil yang sudah tenggelam. Karena masih terborgol bersama, ruang gerak mereka sedikit sempit. Apalagi Purnama yang mati matian menarik ransel hitam miliknya yang sialnya malah tersangkut di sisi pintu.
"Ayoo...!" Lautan ingin berseru demikian di dalam air dan jelas itu tidak akan tercuat. Tetapi, Ama masih keras kepala memperjuangkan tas yang isinya sangat berharga baginya.
Akhirnya, tasnya itu terlepas setelah Lautan turun tangan membantu. Entah apalagi yang akan di berbuat Purnama. Sahabat nekatnya ini malah membuka ransel.
Dan...
"Bom...?" gumam Lautan dalam hati dengan mata membola di dalam air. Jangan bilang, Purnama pun ingin meledekkan mobilnya yang sudah tenggelam itu.
Eh, benar saja. Bom yang bisa ditempelkan di body mobil, hendak akan di ledekan Purnama.
Purnama terlihat memberi syarat 'beres' dengan tangannya berbentuk O itu ke Lautan.
Sejurus, Purnama pun berenang menjauh bersama Lautan yang masih berat hati kehilangan mobilnya.
Tiga detik ... Ada suara boom besar membuat ledakan ke permukaan. Api menyambar nyambar di air yang disaksikan Simi dan kawan kawannya.
"Laporkan ke atasan kalian, kalau buronan mungkin saja sudah mati!" seru Simi ke polisi yang ikut jadi saksi nyata itu.
"Tanpa menemukan mayatnya, kita tidak bisa mengklaim buronan sudah mati!"
Simi tidak lagi merespon. Ia sih yakin, kalau Purnama yang banyak akal, tidak mungkin mati dengan semudah itu.
"Saya menunggu gebrakanmu, Ama," batin Simi yang memprediksi Purnama mungkin hanya bersiasat mengelabui pihak berwajib.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Leng Loy
Si Simi kok ngotot bgt mau nangkep Ama,jgn" dia dalangnya,jd curiga ma Simi 🤔
2023-09-26
0
Itarohmawati Rohmawati
jadi curiga ma simi
2023-04-03
0
ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ
masih penasaran
2023-03-08
0