Dor...
Purnama yang ditodong senjata, sigap membanting tubuhnya ke samping dan terjatuh menimpa tong sampah. Jaket ojol bagian lengan kiri, robek terkena serempetan peluru yang ternyata senjata sang lawan memiliki peredam suara sehingga tidak menghebohkan orang orang sekitar. Dan kelengahan Purnama itu, langsung diambil OB gadungan untuk kabur.
"Sial...!" erang Purnama murka. Saat ingin mengejarnya tiba-tiba earphone khusus kesatuan miliknya berbunyi. "Ama, cepat cari bom-nya! Jangan jadi ojol terus!"
"Ck, kalian pikir saya lagi ngojek? Saya sudah ada di tempat. Tidak mudah mencarinya di area luas serta gedung bertingkat 29, huu? Beri info lebih akurat dan turunkan perintah untuk mengosongkan gedung, bodoh!" Tidak peduli pangkat tinggi wanita yang bernama Simi yang sedang memberi instruksi dari pusat itu, Purnama hanya mengatakan sesuai kekesalan perasaannya.
"Pusat pun tidak pasti, apa benar adanya bom di sana atau hanya laporan kosong? Intinya, pusat mendapat laporan misterius dan kami tidak ingin gegabah mengosongkan gedung tanpa adanya kepastian bom tersebut, itu sama saja menjatuhkan harga diri kita sebagai SSA kalau bom yang kita prediksi ada, ternyata zonk. SSA akan dihilangkan kalau membuat kehebohan tidak akurat. Ingat Purnama, kita sudah pernah mendapat surat peringatan."
Ama berdesis kesal tentang kalimat penjelasan wanita dari pusat itu. Bisa bisanya atasannya masih memikirkan harga diri SSA daripada nyawa orang-orang yang entah berapa jiwa di dalam gedung ini. Kalau benar ada ledakan yang terlambat ditangani timnya, maka pasti juga SSA lah yang disalahkan oleh pihak petinggi.
"Simi dan seluruh tim, dengarkan aku..." Ama mengubah panggilan dari pembicaraan pribadi bersama Simi ke grup call, sehingga tim yang bertugas mendengar kalimatnya kali ini. Tak lupa, matanya terus jeli memperhatikan benda sekitar sembari berjalan santai tanpa meninggalkan kecurigaan orang orang yang ia lewati di lantai satu bagian dalam, lebih tepatnya di depan kios kios food court outdoor.
"Aku tadi hampir tertembak oleh orang misterius yang menyamar sebagai OB saat aku menyerukan kata 'bom'. Dan apa itu belum cukup tanda adanya bahaya di gedung ini? Saya ingin mengejarnya, tetapi dia cepat sekali dan aku pikir, menemukan bom itu lebih utama demi nyawa orang-orang yang tidak bersalah. Ah, Simi, khusus untuk mu, sebaik baiknya kita bekerja, maka bukan SSA yang mendapat pujian, tetapi kepolisian tertinggi. Kita bekerja hanya bayangan polisi, masih ingat kan?"
Simi mengangguk di balik layar. Ia juga sekarang melihat area depan Purnama, karena gadis itu sudah memakai kacamatanya yang telah di desain khusus memiliki camera kecil tersembunyi.
" Baiklah, saya akan mengintruksi kepolisian untuk bergerak mengosongkan gedung. Kalian yang berada di lapangan, harap bekerja sama terus."
"Jangan lama lama!" Purnama tersenyum tipis mendengar keputusan Simi.
Setelahnya, ia pun kembali mengamati sekitar. Karena mengingat ia tidak memiliki masker untuk menutupi wajahnya, Ama yang melihat ada helm yang tergeletak di dekat pot besar depan kios masakan Cina, menariknya dan memakainya langsung. Semoga pemiliknya tidak melihat, batinnya yang sadar kalau ia itu mencuri.
"Apa ada orang penting yang tinggal di apartemen ini, seperti pejabat atau apalah gitu?"
Ama mendengar salah satu timnya yang bergerak di lantai lorong apartemen, bertanya demikian.
"Saya tidak tau! SSA berdiri bukan untuk menjaga orang orang berduit saja, tetapi untuk melindungi semuanya!" Jawab Simi. Ama jadi teringat dengan Abian, kira kira pria itu tinggal di lantai berapa? Haruskah ia menolong pria itu jika Abian terjerat bom. Ah, biarkan saja dia mati, dengan begitu kan ia bebas tanpa diancam lagi menjadi pabrik anak untuk kecebong pria itu.
"Ah, tidak tidak. Semuanya harus di tolong," tepis Ama akan suara batinnya yang bergulat di dalam sana.
"Apa, Ama? Ada masalah?" Ternyata Simi dan timnya mendengar dumelan spontannya.
"Lupakan!" seru Ama sembari membuang pandangannya ke arah tengah tengah food court. Di sana, ada banyak anak kecil yang sedang merayakan pesta ulang tahun. Kakinya berinisiatif untuk mendekati acara tersebut.
Sejenak Ama berpikir di sela langkah pelannya dan mengingat ingat sosok OB yang menyamar. "Shiiit... telapak sepatu OB gadungan tadi, tidak sengaja terlihat oleh ku tertempel sobekan kertas krep dekorasi saat berlari kencang. Fixed, pasti bom nya ada di area acara bocah di depan ku," lapor Ama yakin sekali.
"Kami datang!"
Dengan sigap, semua tim yang ada di lapangan, berlari dari tempat masing masing untuk menghampiri TKP posisi keberadaan Purnama.
"Simi, mana polisinya?!" Ama bertanya kesal. Alat pelacak bom khusus miliknya yang ia sengaja sambungkan ke handphonenya di tangannya saat ini, sudah melacak adanya sinyal bom. Tapi utusan Simi belum datang juga untuk mengosongkan gedung.
"Saya akan coba hubungi lagi...!"
"Kelamaan!" ketus Ama menjawab.
Sejurus, Purnama berteriak kencang setelah helm full face yang sempat ia curi tadi, terpasang apik menutupi seluruh wajahnya yang memang sengaja tim SSA harus menyembunyikan identitas masing-masing. "DENGAR SEMUA! CEPAT KELUAR DARI GEDUNG INI KARENA ADA BOOOM YANG SUDAH AKTIF. CEPAAAAT...!"
"What the ****..!" Ama lanjut mengumpat kasar. Alih alih pergi mendengar warning kerasnya, semua orang malah bergeming menatapnya aneh. Para bocah kecil, malah tertawa yang menganggapnya badut berhelm. Dan parahnya, beberapa orang malah membuat video ke arahnya.
" Cuih... Kalian pikir saya berbohong, hah? Baiklah, temani saya di sini untuk menjinakkan bom. Kalau kalian terpanggang, maka rasakan sendiri." Saking dongkolnya, Ama sudah masa bodo lagi ke orang orang di sekelilingnya.
Nah, sinyal bom semakin kuat saat alat pendeteksiannya terarah ke tumpukan kado kado. Purnama bahkan tidak mempedulikan ocehan kedua orang tua pemilik acara ultah, saat tangan kurang ajarnya mengacak acak kado.
Timnya pun satu persatu sudah datang. Di susul ada suara instruksi dari pusat sound system information untuk peringatan keras meninggalkan TKP. Barulah orang orang heboh pada pontang panting keluar gedung yang di komando dari kepolisian yang sudah hadir membantu mengevakuasi para penghuni gedung.
Saat Abian ingin meninggalkan area food court yang kebetulan masih mencari Purnama, kakinya tiba tiba berhenti melangkah. Ia melihat postur tubuh mirip Purnama di salah satu rombongan tim SSA di sana.
"Apa benar itu Purnama?" gumamnya yang kurang yakin juga karena orang tersebut tertutup wajahnya oleh helm.
"Pak, cepat keluar, di sini berbahaya." Satu polisi menghentikan Abian yang ingin mendekati tim SSA. Terpaksa dia menelan rasa penasarannya karena dituntun pergi oleh petugas tersebut.
Luasnya parkiran apartemen, saat ini sudah di penuhi lautan manusia. Garis polisi pun sudah terpasang sana sini sebagai peringatan tidak boleh ada yang melintas masuk ke gedung. Heboh dan berisik serta penasaran, tentu saja diselimuti oleh orang banyak itu termasuk Abian yang masih terpikirkan oleh sosok yang mirip postur tubuh Purnama.
Di sebelah Abian, ada ibu ibu yang sedang menonton hasil rekamannya saat Purnama memberi peringatan orang orang untuk pergi.
"Maaf, saya boleh minta videonya," pinta Abian. Wanita keturunan sipit itu menyetujui keinginan Abian.
Balik pada Purnama dan tujuh SSA terlatih lainnya. Mereka kompak saling pandang saat bom aktif lima menit lagi terpangpang nyata di depan mata.
"Oke, rileks. Ini adalah coklat terpanas kesukaanku." Purnama menggosok tangannya yang berkeringat, bersiap untuk bekerja mempertaruhkan nyawanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
YuWie
gemes gak tuh bian...calon yg di claim sehebat itu..hahahaha
2023-04-03
4
Ana
Ama pasti bisa jinakin bom, iya kan dia ahlinya 😁
2023-03-05
0
Irma Tjondroharto
Ama... oh Ama.. kau selalu keren.. habis ni abian tau kamu siapa.. trs reaksinya gmn ya??? wah kepo maksimal aku thor.. kumenunggumu thor... semangat..
2023-03-04
0