Via segera pergi dari pesta itu bersama dengan Riani dan juga putrinya, sekuat tenaga dia menahan air mata karna tidak mau Yara melihatnya menangis.
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara di mobil itu, beberapa kali Yara mengajak Mamanya untuk bicara dan Via hanya menjawab dengan singkat-singkat saja.
"Apa kau baik-baik saja, Vi?"
Tanpa ditanya pun, seharusnya Riani sudah tau bagaimana perasaan temannya saat ini. Hanya saja dia tidak tau harus mengatakan apa untuk menghilangkan kesunyian yang terjadi.
"aku tidak apa-apa, Rin!" jawab Via sembari mengalihkan wajahnya ke jendela, tentu membuat Riani menjadi sedih.
Tidak berselang lama, mereka sudah sampai di halaman rumah Via. Wanita itu segera turun dengan menggendong putrinya, begitu juga dengan Riani.
"apa Yara sudah ngantuk?" tanya Via yang langsung mendapat gelengan dari putrinya.
Via tersenyum sambil mengusap kepala Yara, kemudian dia melihat ke arah Riani yang berdiri di sampingnya. "Rin, bisakah kau membawa Yara jalan-jalan?"
Riani yang mengerti dengan apa yang Via lakukan langsung menganggukkan kepalanya. "Tentu, Vi! Aku akan mengajaknya jalan-jalan ke taman, pasti di sana sangat ramai!"
"Benalkah? Apa Tante mau bawa aku ke taman?"
Yara menatap Riani dengan mata berbinar-binar, dan tentu saja membuat Via dan Riani langsung tersenyum gemas.
"Tentu saja, Sayang! Sana, masuk duluan ke mobil!"
Tanpa disuruh dua kali, gadis kecil itu langsung masuk kembali ke dalam mobil dengan semangat yang membara.
Setelah melihat Yara masuk ke dalam mobil, Riani langsung mengalihkan pandangannya ke arah Via. "Vi, aku-"
Via menggenggam tangan Riani membuat wanita itu tidak bisa melanjutkan ucapannya. "Aku tidak apa-apa, Rin! Terima kasih karna sudah mengajakku ke pesta!"
Riani menatap Via dengan sendu, dia berharap bahwa tidak terjadi apapun dengan rumah tangga sahabatnya itu.
Tidak berselang lama, datanglah Mahen yang langsung mengalihkan perhatian mereka. Kedua wanita itu menatap Mahen dengan tajam, seolah-olah ingin menerkam laki-laki itu saat ini juga.
Mahen yang belum keluar dari mobil mencoba untuk menenangkan diri, dia harus bisa menjelaskan semuanya pada Via agar istrinya itu tidak berpikir macam-macam.
"Papa!"
Yara yang melihat Papanya keluar dari mobil langsung berteriak sambil melambaikan tangannya, membuat Mahen tersenyum dengan canggung.
"Sayang, kenapa tidak masuk ke dalam?" tanya Mahen sambil berjalan mendekati Via dan Riani.
"Aku sedang menunggumu, Mas!" Kemudian Via beralih melihat Riani. "Aku titip Yara sebentar ya Rin, nanti aku akan menelponmu!"
Riani langsung menganggukkan kepalanya. "Oke, kalau gitu kami pergi sebentar ya Vi! Mari Mas Mahen!"
Mahen yang tidak tau apapun hanya melihat mereka dengan bingung, apalagi saat Riani membawa putrinya. "Sayang, kenapa Yara ikut bersama dengannya?" Dia merasa heran.
Via yang akan melangkahkan kaki terpaksa mengurungkan niatnya saat mendengar pertanyaan Mahen. "Aku rasa ada hal yang jauh lebih penting dari pada pertanyaanmu itu, Mas!"
Glek. Mahen menelan salivenya dengan kasar, dia lalu mengikuti langkah Via yang sudah masuk duluan ke dalam rumah.
Mereka duduk di ruang keluarga dengan saling berhadapan, di mana Via menatap Mahen dengan tajam membuat laki-laki itu menjadi gugup.
"jadi, apa Mas bisa menjelaskan kenapa ada di pesta itu?" tanya Via secara langsung, dan tentu saja dia tidak mau berbasa-basi lagi sekarang.
"i-itu pesta salah satu karyawan baru di kantor, Sayang! Dia mengundang Mas untuk datang ke sana, jadi tidak mungkin Mas tidak datang!" jawab Mahen dengan senyum tipis.
Via menganggukkan kepalanya saat mendengar jawaban Mahen. "Lalu, bagaimana dengan pertemuan yang Mas katakan tadi pagi? Bukannya Mas bilang akan pulang terlambat?"
"Ya, ya pertemuan itu sudah selesai, Sayang! Ternyata lebih cepat dari yang Mas pikirkan, itu sebabnya Mas bisa datang ke pesta Clara!" Deg, Mahen merutuki mulutnya yang sudah keceplosan menyebut nama wanita itu.
"Ooh, jadi namanya Clara!" Via mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sepertinya pesta itu sangat penting, sampai-sampai kau tidak sempat untuk memberitahuku, Mas?"
Mahen langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan seperti itu, Sayang! Mas cuma enggak sempat aja ngasi kabar, karna niat Mas memang cuma sebentar saja di sana!"
"Hem ... tapi, kenapa kalian terlihat sangat mesra, Mas? Dia menggandeng lenganmu loh, tadi! Sepertinya hubungan kalian sangat dekat!"
Mahen terdiam, dia harus memikirkan cara agar Via tidak terus memcurigainya. "Sayang!" Dia bangun dan berpindah tempat duduk di samping sang istri.
"Kenapa kita harus meributkan semua ini, apa kau tidak percaya dengan suamimu?"
Mahen melingkarkan tangannya dipinggang Via, berharap apa yang dia lakukan akan menghentikan pertanyaan wanita itu.
"bukannya aku tidak percaya, Mas! Tapi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, tentu saja kau harus menjelaskannya!"
"Iya-iya, Mas mengerti! Hanya saja semua tidak seperti yang kau pikirkan, Sayang! Dia itu cuma karyawan di kantor, dan Mas terpaksa datang ke sana untuk menghargainya. Kalau soal pegangan itu, jujur saja Mas tidak sadar!"
Via menatap kedua mata Mahen untuk mencari kejujuran di sana. "Apa kau berkata jujur, Mas?"
"Tentu saja, Sayang! Kapan sih Mas pernah bohong padamu, kau tau sendiri kalau Mas sangat mencintaimu!"
Via menghela napas berat, kemudian dia menganggukkan kepalanya membuat Mahen langsung mengecupi seluruh wajahnya. "Tapi ingat, Mas! Jangan seperti ini lagi, aku tidak mau memikirkan hal buruk tentangmu!" Dia menahan mulut Mahen yang akan kembali menciumnya.
"Iya, Sayang! Maafkan Mas ya, lain kali Mas pasti akan mengatakannya dulu padamu!"
Via kembali menganggukkan kepalanya, kemudian mereka saling berpelukan untuk meredam amarah masing-masing.
"Aku harap kau mengatakan yang sejujurnya, Mas! Karna aku tidak mau sesuatu terjadi pada rumah tangga kita!"
Setelah semuanya selesai, Via langsung menelpon Riani untuk membawa Yara pulang.
"terima kasih ya Rin!" ucap Via.
"Terima kasih apa sih, cuma kayak gitu aja!" Riani mencebikkan bibirnya dengan kesal. "Tapi, kalian baik-baik saja kan?" Dia masih merasa khawatir.
Via tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, membuat Riani bernapas lega. "Cuma salah paham aja kok, Rin!"
"Syukurlah, kalau gitu aku pulang ya!"
Riani segera pulang dengan diringi lambaian tangannya, kemudian Via kembali masuk ke dalam rumah setelah melihat temannya pergi.
Dia mendengar suara gemercik air pertanda kalau suaminya sedang mandi, Via lalu mengambil jas Mahen yang diletakkan di atas ranjang.
Namun, saat Via mengambil jas itu, tidak sengaja ada sebuah kertas yang jatuh. Dia langsung mengambil kertas itu dan hendak membuangnya, tetapi matanya melihat kalau kertas itu adalah bukti pembayaran untuk penyewaan sebuah gedung.
Deg. "Inikan gedung yang digunakan untuk pesta tadi?"
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Silvi Vicka Carolina
ini ni klo otak sebagian masih ketinggalan di waktu pembagian otak
2024-08-12
0
Akbar Razaq
Via terburu buru sejarusnya insting seorang istri bekerja dg baik jangan iya iya aja begitu melihat hal yg janggal.banyak kejanggalannya loh.
2024-08-01
0
Ani Ani
tipu Akan terbokar juga
2024-08-01
0