My Wedding Story
Airin Sifabella seorang gadis cantik yang hidup dengan penuh kasih sayang dan kemewahan disebuah kota besar, ia bukan berasal dari kalangan keluarga miskin yang memiliki banyak utang dan membuat anak gadis yang dimiliki dijadikan tebusan pelunasan utang kepada keluarga konglomerat. Airin memiliki nasib hidup yang sempurna dengan terlahir dari keluarga kelas atas, hidupnya terjamin mewah, namun naas kisah cinta pernikahannya tidak berjalan mulus seperti nasib wujud kekayaan keluarganya.
Hubungan dua buah keluarga yang sudah terjalin sejak kecil menjadi sahabat tetap terbawa hingga mereka hidup berkeluarga dan memiliki seorang anak. Mimpi orang tua yang berniat menyatukan hubungan menjadi keluarga besar dialami hingga pada anaknya, dimulai dari terjadinya kontak pernikahan antara anak kedua perempuan dengan anak pertama laki-laki mereka. Dari tragedi inilah, ada satu hal yang tidak diperhatikan hingga mementingkan ego masing-masing telah memutuskan keputusan yang salah dengan menyatukan sepasang wanita dan pria yang tidak saling mencintai hingga dibawa ke suatu pernikahan dengan menikahkan masing-masing anak bungsu mereka.
Dorongan dari orang tua memang sulit dihindari. Takut dianggap menjadi anak durhaka kemungkinan membuatnya nekat memutuskan untuk segera menikah.
"Saya terima nikah dan kawinnya Airin Sifabella binti Andreas Sudarmono dengan mas kawin tersebut di bayar... Tunai." Ucap sang pria yang melangsungkan pernikahan dorongannya dengan sekali tarikan napas.
"Bagaimana ...? SAH... SAH... para saksi?" Tanya Pak penghulu dengan kedua orang saksi.
"Sahhh...!" Jawab saksi serempak.
Tampak pengantin pria menarik napas lega setelah dinyatakan Sah.
Pengantin pria menunggu dengan gelisah kedatangan pengantin wanitanya. Airin, wanita yang telah menjadi istrinya, adalah teman masa kecilnya dulu akibat orang tua mereka sesama sahabat dan selalu melakukan pertemuan. Dulu, mereka berteman tapi saat dewasa tidak harus sampai menikah juga! Apalagi sang pria saat ini memiliki pujaan hatinya sendiri, meskipun terbilang wanita itu bukan berasal dari keluarga kaya. Jika mereka sampai menikah, betapa beruntung sekali wanita itu diangkat derajatnya karena berhasil menikahi putra bungsu keluarga konglomerat.
Wanita cantik berusia 24 tahun bernama lengkap Airin Sifabella harus terpaksa menikah dengan seorang Pria dingin berusia 28 tahun bernama lengkap Adnan Ghidan Miller yang berprofesi sebagai CEO merupakan perusahaan ternama yang ia miliki di negaranya.
Ketika Airin memasuki ruangan dan duduk di samping Adnan, tampak pria itu terkejut. Dia tidak mengira banyak perubahan yang terjadi pada diri Airin teman saat kecilnya yang bersekolah dasar ditempat yang sama.
Seingat Adnan, gadis kecil itu cukup tomboi dan sering memukul teman sekelas mereka yang nakal untuk membela Adnan yang pendiam saat dimaki.
Setelah itu, penandatanganan surat nikah, penyerahan mas kawin, dan pertukaran cincin pernikahan. Adnan tampak masih terkejut dengan kenyataan jika Airin tidak seperti yang dia bayangkan. Mereka duduk bersanding menerima tamu undangan.
Selama acara berlangsung Adnan tampak hanya diam terpaku. Berbeda dengan Airin, dia tampak gembira dan selalu memberikan senyuman semringahnya.
Setelah jam menunjukkan pukul sebelas malam, tamu undangan mulai sunyi. Keluarga meminta kedua pengantin untuk meninggalkan acara.
Adnan dan Airin meninggalkan tempat pesta langsung menuju kediaman Adnan.
Mobil sport mewah memasuki pekarangan mansion megah. Sepasang pengantin baru perlahan keluar dari mobil, dan mulai memasuki mansion, dengan menyeret koper di masing-masing genggaman.
Si pria berhenti di anak tangga, tanpa menoleh ke belakang untuk berbicara pada wanita yang baru saja dinikahinya karena keterpaksaan.
"Kamarmu sebelah kanan tangga, pintu berwarna cokelat." Ujar pria tampan itu.
"Kamarku?! Lalu kau?" Tanya wanita yang merupakan istrinya.
"Kamarku sebelah kiri tangga di samping kamarmu."
"Kenapa kita pisah kamar? Kita sudah menikah, harusnya kita sekamar."
"Jangan membantah turuti saja!!" Gertak pria itu
"Tapi- ..."
Belum selesai bicara, si pria melanjutkan langkahnya meninggalkan istrinya yang masih berdiam diri di tempat.
Pria itu Berhenti di tengah anak tangga, dan menoleh sembilan puluh derajat. Sang wanita berharap jika suaminya itu telah berubah pikiran dan mengajak ia berada dalam kamar yang sama.
"Satu lagi. Jangan pernah memasuki kamarku tanpa seizinku." Kecam wanita itu sebaliknya.
"Tapi kenapa? Tuan, aku istrimu, tak seharusnya kita berbeda kamar."
Bahkan si pria sudah melanjutkan langkah menghiraukan teriakan sang istri. Hingga tubuhnya menghilang dari balik pintu kamar.
Wanita itu terpaksa memasuki kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang besar itu.
"Padahal kita sudah menikah. Kenapa sikapnya masih dingin padaku. Apalagi kita harus berbeda kamar. Ah sudahlah, aku harus mandi badanku sangat gerah dan lengket." Ucapnya kembali bangkit untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.
Sudah 30 menit wanita itu membiarkan tubuh polosnya terendam di air dingin yang di penuhi busa dan beberapa bunga aromatherapy tanpa berniat beranjak dan mencari kehangatan.
"Sepertinya aku harus berusaha lebih keras lagi." Gumamnya melirih, tanpa mengalihkan pandangan dari gerlap-gerlipnya bintang malam yang terlihat dari jendela kamar mandi yang gordennya sengaja dia buka sedikit.
Di kamar utama, Pria tampan sedang melepas lelah di kasur king size miliknya. Sudah sejak 45 menit matanya terpejam, tapi tak kunjung tidur.
Ia membangunkan tubuhnya kasar dengan mata masih terpejam.
"Arghh... Sial! Lebih baik aku mandi."
Ia memasuki kamar mandi dan memulai ritual malamnya sebelum kembali melanjutkan tidurnya.
Menikah tanpa cinta lazim terjadi. Faktanya, memang tidak semua orang dianugerahi keberuntungan bisa menikahi orang yang ia cintai. Hal ini pun terjadi pada pasangan yang baru saja menikah atas dorongan orang tua ini hanya untuk menyatukan dua buah keluarga yang sudah terjalin persahabatannya sejak lama.
Pagi Hari...
Adnan berpakaian rapi datang menuruni anak tangga dengan sebelah tangan berada di saku celana. Ia memasuki dapur untuk mengambil segelas air putih.
Di sana ia tidak sengaja bertemu dengan Airin yang tengah memasak di dapur.
"Tuan, Kau sudah bangun. Oh, kau ingin kemana pagi-pagi sekali?" Tanya Airin seramah mungkin.
"Perusahaan..." Jawabnya singkat
Alis Airin mengernyit sebelah.
"Bukankah Tuan mendapat cuti selama seminggu."
"Aku bosan di rumah."
"Tapi kita baru menikah kemarin, dan baru pindah ke rumah ini, setidaknya, temani aku mengambil barang-barang ku di rumah."
"Kau bisa mengambilnya sendiri. Aku sibuk." Kecutnya.
"Tuan, bisakah kau libur sehari saja. Tolong temani aku mengambil barang-barang ku. kakakku pasti akan menanyakan mu jika kau tak ikut denganku."
"Itu urusanmu. Jangan pernah ikut campur dengan urusan ku. Aku juga tak akan ikut campur, urus saja urusanmu sendiri." Adnan pergi begitu saja meninggalkan dapur dan Airin masih berdiri menatapnya.
Airin tersadar dari keterdiamannya.
"Tuan!! Kau tak sarapan dulu?" Panggil Airin.
"Tuan!!" Panggilnya lagi.
Sekalipun dengar, suaminya ini tak akan menoleh ataupun menjawab. Adnan semakin mempercepat langkahnya menuju mobilnya terparkir dan mendengar langkah Airin setengah berlari ke arahnya.
Terlambat. Sesampainya di depan pintu, mobil suaminya sudah melaju keluar pekarangan mansion.
Adnan memasuki lobby sebuah perusahaan besar dan mewah. Ia berjalan dengan angkuhnya dengan menghiraukan sapaan karyawan-karyawannya. Terkesan dingin, cuek dengan tatapan tajamnya, dan sangat tampan tapi para karyawannya sudah terbiasa dengan sikap atasan mereka, asalkan mereka bekerja dengan baik dan tak merugikan perusahaan. CEO tampan, telah sampai di tujuannya, ruangan paling besar dan mewah yang terletak di lantai 32 dari 35. Ruangan satu satunya di lantai tersebut karena sisa dari 3 lantai di atasnya telah khusus di pergunakan untuk ruang pribadi, dan rooftop. Sedangkan di lantai 31 sengaja dikosongkan untuk ruang tunggu, dan telah di desain dengan senyaman mungkin untuk tamunya.
Adnan menduduki kursi kebesarannya, tangannya meraih telepon di atas meja.
"Sekertaris Shana. Kemarilah!!
Setelahnya ia segera menutup telepon, lalu menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi, menunggu seseorang yang dipanggilnya barusan.
Ceklek!
"Presdir, Anda memanggil Saya?!" Ucap sang sekretaris bersama Shana itu.
Pandangannya beralih dari layar laptop pada sekretarisnya.
Adnan menanyakan agendanya hari ini pada sekretarisnya itu dan mulai bekerja seperti biasanya tanpa merasakan hari yang spesial di atas pernikahannya.
Ku kira, hubungan penyatuan keluarga besar hanya terjadi pada kakak kita. Tidak ku sangka, kita menjadi korban bagian dari mimpinya...
Dulu, aku bahagia menghadiri pernikahan masing-masing keluarga kita yang akan menjadi keluarga besar. Tapi sekarang, aku melihat canda tawa semua orang yang ada di atas penderitaan kisah pernikahan ku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments