Airin Sifabella seorang gadis cantik yang hidup dengan penuh kasih sayang dan kemewahan disebuah kota besar, ia bukan berasal dari kalangan keluarga miskin yang memiliki banyak utang dan membuat anak gadis yang dimiliki dijadikan tebusan pelunasan utang kepada keluarga konglomerat. Airin memiliki nasib hidup yang sempurna dengan terlahir dari keluarga kelas atas, hidupnya terjamin mewah, namun naas kisah cinta pernikahannya tidak berjalan mulus seperti nasib wujud kekayaan keluarganya.
Hubungan dua buah keluarga yang sudah terjalin sejak kecil menjadi sahabat tetap terbawa hingga mereka hidup berkeluarga dan memiliki seorang anak. Mimpi orang tua yang berniat menyatukan hubungan menjadi keluarga besar dialami hingga pada anaknya, dimulai dari terjadinya kontak pernikahan antara anak kedua perempuan dengan anak pertama laki-laki mereka. Dari tragedi inilah, ada satu hal yang tidak diperhatikan hingga mementingkan ego masing-masing telah memutuskan keputusan yang salah dengan menyatukan sepasang wanita dan pria yang tidak saling mencintai hingga dibawa ke suatu pernikahan dengan menikahkan masing-masing anak bungsu mereka.
Dorongan dari orang tua memang sulit dihindari. Takut dianggap menjadi anak durhaka kemungkinan membuatnya nekat memutuskan untuk segera menikah.
"Saya terima nikah dan kawinnya Airin Sifabella binti Andreas Sudarmono dengan mas kawin tersebut di bayar... Tunai." Ucap sang pria yang melangsungkan pernikahan dorongannya dengan sekali tarikan napas.
"Bagaimana ...? SAH... SAH... para saksi?" Tanya Pak penghulu dengan kedua orang saksi.
"Sahhh...!" Jawab saksi serempak.
Tampak pengantin pria menarik napas lega setelah dinyatakan Sah.
Pengantin pria menunggu dengan gelisah kedatangan pengantin wanitanya. Airin, wanita yang telah menjadi istrinya, adalah teman masa kecilnya dulu akibat orang tua mereka sesama sahabat dan selalu melakukan pertemuan. Dulu, mereka berteman tapi saat dewasa tidak harus sampai menikah juga! Apalagi sang pria saat ini memiliki pujaan hatinya sendiri, meskipun terbilang wanita itu bukan berasal dari keluarga kaya. Jika mereka sampai menikah, betapa beruntung sekali wanita itu diangkat derajatnya karena berhasil menikahi putra bungsu keluarga konglomerat.
Wanita cantik berusia 24 tahun bernama lengkap Airin Sifabella harus terpaksa menikah dengan seorang Pria dingin berusia 28 tahun bernama lengkap Adnan Ghidan Miller yang berprofesi sebagai CEO merupakan perusahaan ternama yang ia miliki di negaranya.
Ketika Airin memasuki ruangan dan duduk di samping Adnan, tampak pria itu terkejut. Dia tidak mengira banyak perubahan yang terjadi pada diri Airin teman saat kecilnya yang bersekolah dasar ditempat yang sama.
Seingat Adnan, gadis kecil itu cukup tomboi dan sering memukul teman sekelas mereka yang nakal untuk membela Adnan yang pendiam saat dimaki.
Setelah itu, penandatanganan surat nikah, penyerahan mas kawin, dan pertukaran cincin pernikahan. Adnan tampak masih terkejut dengan kenyataan jika Airin tidak seperti yang dia bayangkan. Mereka duduk bersanding menerima tamu undangan.
Selama acara berlangsung Adnan tampak hanya diam terpaku. Berbeda dengan Airin, dia tampak gembira dan selalu memberikan senyuman semringahnya.
Setelah jam menunjukkan pukul sebelas malam, tamu undangan mulai sunyi. Keluarga meminta kedua pengantin untuk meninggalkan acara.
Adnan dan Airin meninggalkan tempat pesta langsung menuju kediaman Adnan.
Mobil sport mewah memasuki pekarangan mansion megah. Sepasang pengantin baru perlahan keluar dari mobil, dan mulai memasuki mansion, dengan menyeret koper di masing-masing genggaman.
Si pria berhenti di anak tangga, tanpa menoleh ke belakang untuk berbicara pada wanita yang baru saja dinikahinya karena keterpaksaan.
"Kamarmu sebelah kanan tangga, pintu berwarna cokelat." Ujar pria tampan itu.
"Kamarku?! Lalu kau?" Tanya wanita yang merupakan istrinya.
"Kamarku sebelah kiri tangga di samping kamarmu."
"Kenapa kita pisah kamar? Kita sudah menikah, harusnya kita sekamar."
"Jangan membantah turuti saja!!" Gertak pria itu
"Tapi- ..."
Belum selesai bicara, si pria melanjutkan langkahnya meninggalkan istrinya yang masih berdiam diri di tempat.
Pria itu Berhenti di tengah anak tangga, dan menoleh sembilan puluh derajat. Sang wanita berharap jika suaminya itu telah berubah pikiran dan mengajak ia berada dalam kamar yang sama.
"Satu lagi. Jangan pernah memasuki kamarku tanpa seizinku." Kecam wanita itu sebaliknya.
"Tapi kenapa? Tuan, aku istrimu, tak seharusnya kita berbeda kamar."
Bahkan si pria sudah melanjutkan langkah menghiraukan teriakan sang istri. Hingga tubuhnya menghilang dari balik pintu kamar.
Wanita itu terpaksa memasuki kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang besar itu.
"Padahal kita sudah menikah. Kenapa sikapnya masih dingin padaku. Apalagi kita harus berbeda kamar. Ah sudahlah, aku harus mandi badanku sangat gerah dan lengket." Ucapnya kembali bangkit untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian.
Sudah 30 menit wanita itu membiarkan tubuh polosnya terendam di air dingin yang di penuhi busa dan beberapa bunga aromatherapy tanpa berniat beranjak dan mencari kehangatan.
"Sepertinya aku harus berusaha lebih keras lagi." Gumamnya melirih, tanpa mengalihkan pandangan dari gerlap-gerlipnya bintang malam yang terlihat dari jendela kamar mandi yang gordennya sengaja dia buka sedikit.
Di kamar utama, Pria tampan sedang melepas lelah di kasur king size miliknya. Sudah sejak 45 menit matanya terpejam, tapi tak kunjung tidur.
Ia membangunkan tubuhnya kasar dengan mata masih terpejam.
"Arghh... Sial! Lebih baik aku mandi."
Ia memasuki kamar mandi dan memulai ritual malamnya sebelum kembali melanjutkan tidurnya.
Menikah tanpa cinta lazim terjadi. Faktanya, memang tidak semua orang dianugerahi keberuntungan bisa menikahi orang yang ia cintai. Hal ini pun terjadi pada pasangan yang baru saja menikah atas dorongan orang tua ini hanya untuk menyatukan dua buah keluarga yang sudah terjalin persahabatannya sejak lama.
Pagi Hari...
Adnan berpakaian rapi datang menuruni anak tangga dengan sebelah tangan berada di saku celana. Ia memasuki dapur untuk mengambil segelas air putih.
Di sana ia tidak sengaja bertemu dengan Airin yang tengah memasak di dapur.
"Tuan, Kau sudah bangun. Oh, kau ingin kemana pagi-pagi sekali?" Tanya Airin seramah mungkin.
"Perusahaan..." Jawabnya singkat
Alis Airin mengernyit sebelah.
"Bukankah Tuan mendapat cuti selama seminggu."
"Aku bosan di rumah."
"Tapi kita baru menikah kemarin, dan baru pindah ke rumah ini, setidaknya, temani aku mengambil barang-barang ku di rumah."
"Kau bisa mengambilnya sendiri. Aku sibuk." Kecutnya.
"Tuan, bisakah kau libur sehari saja. Tolong temani aku mengambil barang-barang ku. kakakku pasti akan menanyakan mu jika kau tak ikut denganku."
"Itu urusanmu. Jangan pernah ikut campur dengan urusan ku. Aku juga tak akan ikut campur, urus saja urusanmu sendiri." Adnan pergi begitu saja meninggalkan dapur dan Airin masih berdiri menatapnya.
Airin tersadar dari keterdiamannya.
"Tuan!! Kau tak sarapan dulu?" Panggil Airin.
"Tuan!!" Panggilnya lagi.
Sekalipun dengar, suaminya ini tak akan menoleh ataupun menjawab. Adnan semakin mempercepat langkahnya menuju mobilnya terparkir dan mendengar langkah Airin setengah berlari ke arahnya.
Terlambat. Sesampainya di depan pintu, mobil suaminya sudah melaju keluar pekarangan mansion.
Adnan memasuki lobby sebuah perusahaan besar dan mewah. Ia berjalan dengan angkuhnya dengan menghiraukan sapaan karyawan-karyawannya. Terkesan dingin, cuek dengan tatapan tajamnya, dan sangat tampan tapi para karyawannya sudah terbiasa dengan sikap atasan mereka, asalkan mereka bekerja dengan baik dan tak merugikan perusahaan. CEO tampan, telah sampai di tujuannya, ruangan paling besar dan mewah yang terletak di lantai 32 dari 35. Ruangan satu satunya di lantai tersebut karena sisa dari 3 lantai di atasnya telah khusus di pergunakan untuk ruang pribadi, dan rooftop. Sedangkan di lantai 31 sengaja dikosongkan untuk ruang tunggu, dan telah di desain dengan senyaman mungkin untuk tamunya.
Adnan menduduki kursi kebesarannya, tangannya meraih telepon di atas meja.
"Sekertaris Shana. Kemarilah!!
Setelahnya ia segera menutup telepon, lalu menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi, menunggu seseorang yang dipanggilnya barusan.
Ceklek!
"Presdir, Anda memanggil Saya?!" Ucap sang sekretaris bersama Shana itu.
Pandangannya beralih dari layar laptop pada sekretarisnya.
Adnan menanyakan agendanya hari ini pada sekretarisnya itu dan mulai bekerja seperti biasanya tanpa merasakan hari yang spesial di atas pernikahannya.
Ku kira, hubungan penyatuan keluarga besar hanya terjadi pada kakak kita. Tidak ku sangka, kita menjadi korban bagian dari mimpinya...
Dulu, aku bahagia menghadiri pernikahan masing-masing keluarga kita yang akan menjadi keluarga besar. Tapi sekarang, aku melihat canda tawa semua orang yang ada di atas penderitaan kisah pernikahan ku...
Selepas Adnan pergi ke perusahaannya, Airin memutuskan untuk mengunjungi kediaman orang tuanya.
"Kakak, Ayah, Ibu... Aku datang!" Teriak Airin memanggil setiap anggota di rumahnya.
Terdengar langkah seseorang menuruni anak tangga sedikit tergesa-gesa.
"Akhirnya kau pulang juga. Aku sudah menunggumu." Ucap Kakak ketiga Airin yang bernama Della.
"Eoh,, kau di sini? Di mana Kak Kirana?" Tanya Airin menanyakan kakak ke duanya.
Seseorang datang lagi dari arah dapur.
"Kau datang Airin?! Dengan suamimu?" Tanya Kirana pada adik bungsunya.
"Aah, Kakak.. Aku rinduuu..." Airin mendekat dan memeluknya erat kakak perempuan kesayangannya itu berbeda dengan Della karena mereka selalu bertengkar.
Airin adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Dan kakak laki-laki sebagai anak pertama.
"Ya ampun, kita baru berpisah semalam sayang..."
"Tapi aku benar-benar rinduuu..." Ucap Airin semakin mempererat pelukan.
Kirana melepas pelukan adiknya.
"Kau datang sendiri? Di mana suamimu?" Tanya Kirana mempertanyakan suami Airin dan itu sudah Airin duga dari awal.
"Aku datang di antar olehnya. Tapi dia harus segera pergi ke perusahaan karena ada keperluan mendadak jadi tidak bisa menemui kalian..." Jawab Airin.
"Oh Baiklah..." Balas Kirana tanpa memperpanjang rasa ingin tahunya lagi toh pertanyaannya sudah terjawab.
"Untuk apa kau datang kesini?" Lontar Della teman bertengkar dengannya saat di rumah.
"Aku?! Ya menemui kalian semua lah. Masa iya menemui kekasih mu." Ujar Airin memancing emosi Della karena kebetulan di sampingnya kedatangan kekasih Della ke rumah.
Jawaban Airin mencibir. Yang berakhir mendapat tatapan tajam dari Della.
Dario dan Kirana sudah memiliki pasangan masing-masing. Kini Airin telah menikah, dan Della tinggal satu-satunya diloncanti Airin mendahului pernikahannya karena ia masih sibuk berkencan dan mengembangkan bisnisnya.
"Aku tidak melihat ayah dan ibu. Apakah mereka tidak mendengar suaraku, ya." Ujar Airin melihat sekeliling rumahnya.
"Kau lupa, ya. Selepas pernikahan mu selesai kemarin, ayah dan ibu harus pergi ke London menghadiri pernikahan anak sahabat mereka." Ujar Kirana mengingatkan dan Airin baru teringat.
Dario. Merupakan nama anak pertama, satu-satunya kakak laki-laki di dalam anggota keluarga mereka.
"Airin? Kau datang?! Bersama Adnan?" Dario datang dari pintu masuk utama. Lagi dan lagi anggota di rumahnya pasti akan menanyakan Adnan.
Airin kembali memeluk kakak pertamanya itu dan Dario membalas pelukan hangat adik bungsunya.
"Iya. Tidak, aku diantarkan tadi." Jawab Airin berbohong, namun dapat dipercayai oleh Dario.
"Kenapa Adnan tidak masuk?" Tanya Dario.
"Tuan Adnan sedang ada urusan mendadak
di perusahaan. Bahkan dia melarang ku pulang sendiri, aku di minta menunggunya yang menjemput, tapi aku akan merepotkan dia dan melarangnya menjemput ku." Ujar Airin yang selalu menjaga harga diri suaminya.
Dario mengusap sayang kepala adiknya dan senang mendengar Adnan memperlakukan adiknya sangat baik.
"Nanti Kakak saja yang akan mengantarmu pulang." Ucap Dario.
Airin mengangguk cepat dengan semangatnya.
"Aku ingin mengambil barang-barang ku yang bisa dibawa." Ujar Airin atas maksud kedatangannya.
"Ayo, Kakak bantu menyiapkan barang-barangnya." Ucap Kirana menawarkan diri.
"Kak Kirana memang Kakak perempuan ku yang terbaik." Ucap Airin mengacungkan jempol.
"Ayo! Aku juga ikut." Timpal Della meninggalkan kekasihnya yang datang jadi sendirian dan merasa gugup tinggal berdua dengan Dario yang akan menjadi kakak iparnya jika setelah menikah.
Della menyusul keduanya yang sudah berjalan menaiki anak tangga.
Dario menatap kepergian ketiganya. Lebih tepatnya menatap adik bungsunya yang mulai saat ini sudah bukan tanggung jawabnya lagi, tapi tanggung jawab suaminya.
...***...
Di Malam Hari...
Ceklek!
Suara pintu terbuka dan tertutup kembali, membangunkan Airin dari tidurnya di sofa menunggu kepulangan suaminya hingga ketiduran. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 23.30. Segera ia bangun dan bergegas menuju seseorang yang baru saja menutup pintu mansion.
"Tuan, Kau baru pulang kenapa malam sekali? Apa begitu banyak pekerjaan? Bukankah Kak Dario mengatakan kau sudah menyelesaikan semua pekerjaanmu?" Ujar Airin mendekati suaminya.
Bukannya menjawab, Adnan hanya menatap datar istrinya.
"Emm,, kau ingin ku siapkan air hangat untuk mandi? Atau ingin ku siapkan makan malam?" Tanya Airin tidak menyerah.
Lagi dan lagi Adnan tak menjawab. Ia malah melewati Airin melangkah menuju kamarnya.
Airin pun menyerah dan tidak menganggu suaminya lagi yang terlihat sudah memasuki kamar dan mematikan lampunya. Airin pikir Adnan akan tidur dan sebaiknya ia pun kembali ke kamarnya.
Pagi Hari.
Seperti biasa, Airin mulai terbiasa dengan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Setelahnya, Airin akan menunggu suaminya di meja makan karena sampai saat ini Airin tak berani melanggar untuk mendekati kamar suaminya. Dan beberapa menit kemudian, terlihat suaminya menuruni tangga.
"Tuan, Sarapanlah dulu!" Ajak Airin.
Seperti biasa tak ada jawaban. Adnan malah sibuk dengan ponselnya.
"Aku makan di kantor." Jawab singkat Adnan.
"Tapi aku sudah memasak untukmu. Sarapanlah sedikit saja agar perutmu tidak kosong." Titah Airin.
"Aku tidak memintamu memasak." Ketus Adnan.
"Jika begitu aku akan siapkan bekal untukmu. Tunggu sebentar." Ujar Airin bergegas menyiapkan segalanya.
Airin berlari memasuki dapur kembali.
Tak lama, Airin kembali dengan membawa kotak bekal susun di tangannya yang berisi masakan yang ia bekal untuk Adnan makan.
"Bawalah ini untuk mengganjal perutmu. Atau jika kau ingin sarapan sudah ku siapkan juga di susunan paling bawah berisi sandwich." Kata Airin menyodorkan kotak bekal itu.
Prakk!!
"Aku tak akan sudi memakannya. Dan jangan pernah berharap lebih padaku, karena pernikahan ini tak pernah ku inginkan." Hardik Adnan setelah menghempaskan kotak bekal itu hingga makanannya berhamburan di lantai.
Adnan melangkah mendekati Airin.
"Dengar!! Kau istriku hanya sebatas status. Selebihnya, kau tetap orang lain untukku. Jadi, tetap pada batasanmu yang bukan siapa-siapa untukku." Hardik Adnan lagi.
Setelah berucap, Adnan berlalu pergi begitu saja menginjak makanan yang sudah berhamburan di lantai.
Sedangkan Airin, ia masih menatap kosong pada sisa makanan dan kotak bekal dengan tatapan sedih dan mulai berkaca yang berserakan di lantai akibat lemparan Adnan menepis tangannya itu.
Di Perusahaan Future Company...
"Siapkan berkas yang ku minta untuk rapat siang nanti. Dan juga berkas yang harus ku periksa. Letakkan semuanya di ruangan ku!" Titah Adnan ada sekretarisnya yang bertemu di koridor.
"Baik Presdir, akan saya siapkan segera." Jawab Sekretaris dan segera pergi ke ruangannya.
"Adnan!!" Panggil seseorang yang datang ke ruangannya.
Adnan menatap sekilas, kemudian pergi begitu saja tanpa berkata apapun.
"Hey! Aku memanggilmu bodoh." Gertak seorang pria itu yang berani mengumpat.
Adnan pun berbalik.
"Ada apa, Kak? Aku sedang sibuk." Jawab Adnan yang kedatangan sang kakak laki-laki pertamanya.
Ia bernama Andra Miller. Adnan adalah anak bungsu dari 3 bersaudara yang semua keluarga Miller memiliki 3 anak laki-laki. Andra sudah menikah saat usianya 27 Tahun dan saat ini ia sudah berusia 33 Tahun, tapi wajahnya masih terlihat umur dua puluhan. Adnan adalah anak yang hebat dalam memimpin perusahaan diantara kedua kakaknya itu.
"Kenapa kau sudah bekerja? Kau meninggalkan istrimu sendirian di rumah?" Tanya Andra pada adiknya.
"Pekerjaan ku banyak kakak, aku tak bisa meninggalkannya terlalu lama. Lagipula dia juga tak masalah."
"Kau ini suami macam apa. Kalian ini pengantin baru, baru saja menikah beberapa hari lalu. Istri malah ditinggal sendirian di rumah." Bentaknya memarahi.
"Jika kau kemari hanya untuk menceramahi ku. Pergilah Kakak! Sebentar lagi aku akan rapat."
"Ck.. Baiklah.. Aku kesini hanya untuk memberi ini. Hadiah pernikahan kalian, dariku karena tidak bisa menghadiri pernikahan kalian kemarin. Istriku mengatakan pernikahan itu sudah pasti terjadi atas persetujuan kalian. Aku tahu awalnya kau baik Airin menolak, tapi syukurlah sekarang kalian sudah menikah."
"Terima Kasih, Kakak. Nanti akan ku berikan padanya." Ucap Adnan yang enggan menyebut nama istrinya saja.
"Baiklah jika begitu. Aku pergi."
Setelah memberikan hadiah pernikahan pada adiknya, Andra segera bergegas pergi dari perusahaan Adnan menuju perusahaan miliknya.
...***...
Karena selalu merasakan kesepian di mansion Adnan yang terasa sunyi tidak ada siapapun. Airin setiap pagi setelah suaminya pergi bekerja, ia selalu mendatangi rumah orang tuanya untuk berbincang dengan kakaknya.
"Bagaimana Adnan? Apa dia kasar padamu?" Tanya Kak Kirana mempertanyakan hubungan Airin dengan suaminya.
"Tidak Kak, Tuan Adnan sangat baik padaku. Dia juga tidak pernah kasar denganku." Jawab Airin berbohong.
"Kau masih saja memanggil suamimu dengan formal? Apakah kalian tidak membuat panggilan khusus penuh kasih sayang? Kalian ini sebenarnya menikah atau bekerja di perusahaan?" Terkekeh Kirana menertawakan Airin.
"Aku belum merasa nyaman saja jika harus memanggil namanya." Jawab Kirana murung.
"Jika ada apa-apa ceritakan padaku. Jika suamimu itu kasar padamu, katakan juga padaku, aku siap untuk memasang badan membela mu."
"Iya kak, Tuan Adnan orang yang baik, dia tak akan kasar padaku. Kak Sarah tak perlu khawatir."
"Hemm,, Baiklah... Kau kapan mulai masuk kuliah?"
"Mungkin lusa. Aku harus mengurus skripsiku agar cepat wisuda."
"Apa kau jadi mengambil S3 mu di Amerika?" Tanya Karina karena memang Airin masih menjalani studi S2 nya.
"Sepertinya tidak kak, sekarang aku sudah menikah, aku akan lebih fokus pada rumah tanggaku." Ucap Airin yang sudah berpikir ke arah lebih jauh.
"Itu bagus, kau bisa membantu Della mengembangkan usahanya di sini."
"Itu juga yang aku pikirkan, Kak. Apalagi Kak Della akan berangkat ke Amerika dengan kekasihnya. Setidaknya kami akan bertukar peran."
Kirana mengangguk lalu menyeruput teh hangat yang telah dibuat.
"Sepertinya aku harus pergi. Aku ada janji makan siang dengan suamiku, Apa kau membawakan Adnan bekal makan siang?" Tanya Kirana pada adiknya.
"Iya. Tadi Tuan Adnan membawa bekal yang ku siapkan." Jawab Airin selalu menjadi harga diri suaminya itu.
"Baguslah. Sepertinya dia mulai berubah. Baiklah Adikku Sayang, Aku harus pergi. Lain kali mainlah ke rumahku karena suamiku sudah kembali dari luar negeri jadi kakak tidak menginap di rumah ayah dan ibu lagi bersama Della dan Kak Darion."
"Iya Kakak, Lain kali aku akan kesana dengan suamiku." Jawab Airin hanya basa-basi.
...***...
Ceklek!!
"Tuan, Kau sudah pulang?! Aku sudah siapkan makan malam untukmu. Mandilah dulu, aku akan siapkan air hangat untukmu." Ujar Airin yang lancangnya berada di kamar Adnan saat ini sampai membuat suaminya itu meremang.
"SIAPA YANG MENYURUHMU MEMASUKI KAMARKU?!!" Teriaknya ketika melihat Airin melangkah cepat keluar kamarnya. Langkah Airin terhenti, membalikkan badan menghadap suaminya.
"Aku hanya akan menyiapkan air hangat untukmu mandi. Setelah itu, Aku akan segera keluar dari kamarmu."
Adnan melangkah mendekati istrinya dengan tatapan tajamnya.
"Ku peringatkan sekali lagi jangan pernah seinchipun kau injakan kaki mu ke kamar ku!!" Peringatan dari Adnan penuh penekanan.
"Ta-tapi, Aku hanya ingin menjalani kewajiban ku sebagai istrimu."
"Jika kau melanggarnya, aku tak akan segan-segan menghukum mu!!" Gertak Adnan lagi dan berlaku pergi.
"Lalu, apa yang harus ku lakukan untuk melayani mu, layaknya seorang istri menjalani kewajiban pada suaminya?" Gumamnya pelan dengan menatap sendu kepergian suaminya.
Dengan lesu Airin kembali ke dapur. membereskan makan malam yang belum tersentuh sama sekali.
"Aku bisa memanaskannya besok untuk sarapan. Semoga Tuan Adnan ingin memakannya." Lirih Airin sedih.
Di Kamarnya, Adnan melepas satu persatu perlengkapan kerja yang dipakai ditubuhnya. Sesekali menggumamkan berbagai keluhannya.
"Menyusahkan sekali. Sampai kapan harus terus begini?" Bicara Adnan kesal.
Drrrtttt...
Deringan ponsel menghentikan aktivitas Adnan. Senyum tipis terukir ketika membaca nama yang tertera di panggilan masuk, tanpa berlama-lama Adnan segera menjawab panggilan pada ponselnya.
Airin memasuki kamar merebahkan tubuhnya pada ranjang luas, namun ia sendiri yang menidurinya.
"Hufftt... Pegal sekali. Padahal seharian aku tidak banyak melakukan apapun. Sepertinya besok aku harus ke kampus, aku ingin segera menyelesaikan skripsi ku."
Airin bangkit dari baringnya. melangkah pelan menuju meja belajarnya, dan menyiapkan barang-barang yang harus dibawanya ke kampus besok.
Menikahi orang yang dicintai itu kemungkinan, tapi mencintai orang yang dinikahi itu harus diupayakan...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!