Bab 16: Bukan Manusia

Richard memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke tujuannya. Seharian di hina oleh orang-orang yang hanya melihat sisi luar, membuatnya murka. Dia sungguh butuh pelampiasan kemarahan kali ini.

Tidak perlu waktu lama mobil tersebut pun mulai memasuki kawasan terpencil di mana tidak ada bangunan lain di sekitar. Setibanya di tempat itu, Rich langsung menuju ke ruang bawah tanah dan sang wanita langsung mengikuti di belakangnya.

"Berapa orang yang kalian bawa ke sana?" Rich bertanya sambil memasang sarung tangan dan juga masker. Tidak banyak yang tahu siapa dia sesungguhnya, bahkan sang paman. Jika saja mereka tahu jati dirinya yang asli, untuk menatap matanya pun pasti tidak akan berani, apalagi menantang maut dengan menghinanya.

"Delapan orang. Satu orang ketuanya."

Wanita itu membuka pintu. Aroma khas ruang bawah tanah sudah tercium di sana. Di tambah suasana remang dan bau anyir, menyebabkan bibir Rich melengkung menikmatinya dengan mata terpejam sejenak. Dia pun duduk di sebuah kursi khusus untuknya. Rich menatap sinis para pria yang kini tidak bisa lagi berkutik.

“Hei! Siapa kalian? Kenapa menangkap kami, hah?” teriakan salah satu pria yang menyerang Richard terdengar begitu jelas. Kini mereka duduk terikat di kursi dengan penutup kepala di sebuah ruangan. Delapan orang berhasil ditangkap tanpa mereka tahu apa alasannya.

"Buka penutup kepala mereka," perintah Rich.

Anak buah Rich membuka penutup kepala para penyerang itu, memerlihatkan wajah-wajah pria dengan kulit hitam dan brewok panjang di dagu yang menambah kesan mengerikan. Ada juga yang memiliki beberapa bekas sayatan luka, terlihat begitu jelas di wajah mereka. Akan tetapi, tidak masalah bagi Richard.

"Tuan, siapa Anda? Kami tidak punya masalah apapun dengan gangster lain. Apalagi … kalau kalian adalah mafia," ucap pria itu sambil melihat orang-orang di sekitar mereka.

"Benarkah? Apa sebegitu mudahnya kau melupakan aku?" Mata elang yang menyalang dengan aura mengerikan, ditambah seringai di kala tangan Richard membuka masker yang menutup wajahnya, berhasil membuat jantung mereka berhenti berdegup saat itu juga.

"Kau?" Masing-masing orang yang mengenal wajah itu sontak membelalakkan mata. Baru beberapa jam yang lalu mereka berpisah, tetapi tampaknya Rich tidak berniat untuk melepaskan mereka sedetik pun.

"Masih mengenaliku?" Suaranya yang datar menyebabkan aura yang dikeluarkan Richard sungguh berbeda dengan sebelumnya.

Namun, tampaknya para penyerang itu masih tidak menyadari jika nyawa mereka kini berada di ambang batas antara hidup dan mati. "Dasar pengecut! Beraninya menyerang dari belakang!" Teriak salah satu pria sambil berusaha meludah ke arah Rich.

Sebuah tawa menggelegar memenuhi ruangan. Bak iblis yang siap menjerumuskan manusia ke dalam neraka, Richard terlihat semakin mengerikan. Bagi mereka yang tidak menyadari, mungkin hanya mengira itu tawa meremehkan.

Akan tetapi, tidak untuk ketua kelompok tersebut. Dia sungguh sadar, kalau pria di depannya bukanlah sosok biasa, seperti orang-orang yang dia hadapi sebelumnya.

Tawa Richard di akhiri dengan sebuah helaan napas panjang. "Sayang sekali jika kalian masih belum menyadari situasi ini." Dia lantas berdiri dari posisinya, melangkah mendekat sambil memasukkan kedua tangan ke dalam sakunya. "Tapi sepertinya ketuamu bukanlah orang yang bodoh," ucap Rich lirih penuh intrik dan ekspresi bak boneka Chucky.

"Apa yang kau inginkan?" tanya ketua kelompok itu tanpa basa-basi ketika wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti.

Kali ini sebuah tepuk tangan dari Richard terdengar begitu jelas. Dia berbalik dan tersenyum. "Aku suka dengan kecerdasanmu."

"Ketua, kenapa harus takut dengan orang sepertinya, hah? Dia hanyalah pria tidak berguna yang beraninya menyerang dari belakang." Teriak seorang pria lainnya. Dia merasa berbangga diri karena sebelumnya sudah berhasil melukai Rich. Dalam hatinya berpikir jika Rich bukanlah apa-apa kalau tanpa orang-orang di sekitarnya yang kini menangkap mereka.

"Benar begitu. Teruslah menghinaku agar aku tidak perlu lagi alasan untuk menghabisimu. Tapi, bersabarlah sebentar! Aku akan bermain-main denganmu setelah ini," kata Rich pada orang itu. Dia lantas kembali melihat sang ketua kelompok itu. "Aku akan memberikan kalian satu kesempatan. Biasanya aku bukanlah orang yang berbaik hati. Tapi, mau bagaimana lagi. Sepertinya aku harus beramal baik hari ini. Katakan! Siapa orang yang membayar kalian untuk menyerangku malam ini? Akan ku pertimbangkan lagi bagaimana masa depan kalian nanti." Pria tersebut menatap tajam ke arah mereka. Bukan Rich namanya jika takut hanya dengan melihat wajah-wajah pria di depannya.

Wajah-wajah meremehkan, tetapi berubah menjadi kucing liar yang kelaparan ketika nyawa mereka sudah di ambang batas.

"Kau hanyalah pria miskin yang tak berguna. Apa yang bisa kau lakukan pada kami, hah!" Seorang pria lagi-lagi berteriak mengejek pada Rich. Berhasil di saat sekali menyerang terlalu membuatnya sombong, padahal Richard sesungguhnya sengaja membiarkan dirinya terluka saat pertarungan tadi.

Wanita di samping Rich yang geram dengan ejekan pria tersebut pun sontak memukul wajah pria yang berbicara kasar pada Richard kuat-kuat. "Jaga bicaramu! Mulutmu terlalu kotor."

"Akan aku tunjukkan seperti apa rasanya menjadi pria miskin yang tak berguna!" Rich mendekat ke arah pria itu dengan sebuah senyum seringai mengerikan. Dia membuka belati lipat yang dibawa dan mengarahkan ke wajah pria tersebut seakan membelainya. "Mulutmu terlalu kecil untuk berbicara, bagaimana jika aku melebarkannya? Kita lihat saja apa nanti kau bisa berbicara lebih banyak lagi?"

Suara teriakan kesakitan pria itu menggema di seluruh ruangan. Darah segar seketika keluar di kala pisau itu mengoyak kulitnya dengan perlahan. Rasa sakit membuat tubuh pria tersebut bergetar hebat karena tidak mampu menahan penyiksaan. Hal yang tidak pernah dia bayangkan, di saat Richard tanpa berkedip memegang wajahnya dan mengoyak sudut bibirnya begitu saja.

Para pria lain bergidik ngeri menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, wajah mereka pucat pasi, pemandangan di depannya terlalu mengerikan jika dibandingkan dengan film horor. Mereka menganggap pria di depannya bukanlah manusia. Lebih mirip dengan jelmaan iblis berwujud manusia.

"Bagaimana? Apa kau sudah bisa berbicara lebih banyak kali ini? Oh iya, mulutmu itu sangat kotor, biarkan dia membantumu membersihkannya." Richard berbalik sambil mengusap darah yang menempel di belati dengan kain. "Siram dia dengan air cuka!" Perintahnya pada sang anak buah.

Seorang pria langsung menyiram orang itu dengan seember air cuka. Suara teriakan terdengar semakin keras memenuhi ruangan tersebut hanya dari seorang pria. Sementara itu, teman-teman yang melihatnya merasa ngeri mendengar kesakitan teman mereka. Tidak ada satu pun orang yang berani menelan ludah, bahkan untuk bernapas pun seakan tidak lagi mampu.

"Jika kalian tidak mengatakan siapa dalang dari penyerangan tadi. Jangan harap bisa keluar dari sini!" Richard berbicara dengan santai sambil minum whiskey yang ada di meja. Penyiksaan yang baru saja terjadi seakan tidak menimbulkan kesan apa-apa bagi Richard dan hanya layaknya angin lalu. Tidak menjijikkan apalagi mengerikan baginya.

"Kami hanyalah orang bodoh yang berusaha merampok tanpa mengenal siapa Anda, Tuan. Mohon maafkan kecerobohan kami," ucap Ketua itu berbohong.

"Haruskah ku potong pusakamu? Aku tidak butuh omong kosongmu. Kau pasti tahu apa yang aku maksud." Suara tegas Rich membuat beberapa anak buahnya langsung merobek celana pria itu. Belati sebelumnya masih bermain di tangan Rich, sedangkan sang ketua merasa sudah salah bicara kali ini.

"Tuan Ben." Sang ketua menyebut nama ayah Rachel di saat tangan Richard sudah semakin dekat dengan tujuannya.

"Aku suka kejujuranmu. Cih, seharusnya kau mengatakan itu sejak tadi. Jadi tenggorokanku tidak akan kering karena berteriak. Katakan apa saja yang kalian lakukan untuknya!" Rich kembali memundurkan langkah dan duduk di kursi sambil kembali minum whiskey. Pendengaran sudah dia siapkan untuk segala informasi yang akan dia dapatkan kali ini.

Berulang kali Richard mengangguk ketika sang ketua bercerita. Sesekali ekspresinya berubah, tetapi masih mampu menahan emosi dengan mengepalkan tangan.

Helaan napas panjang terdengar begitu berat. Richard sejenak terdiam memikirkan bagaimana rencananya ke depan.

"Tu—tuan. Segala informasi yang kami ketahui sudah saya ceritakan. Anda tidak akan membunuh kami 'kan?" tanya ketua itu sedikit gugup.

Richard sedikit memanyunkan bibir, seolah sedang berpikir. Dia memanggil salah satu anak buah dan memberikan isyarat. "Lepaskan mereka, kecuali dia!"

Sebuah kartu Richard berikan di samping tangan ketua itu. "Namanu Alex, benar?"

Pria itu pun mengangguk sebagai jawaban.

"Di dalam sana ada sejumlah uang yang bisa kau gunakan untuk apa pun. Aku tidak peduli. Lakukan pekerjaanmu seperti biasa! Dan katakan sebagaimana seharusnya pada pria tua itu. Aku akan membiarkannya, lagipula aku sudah terluka, dia pasti cukup puas dengan kinerja kalian. Tapi untuk setiap informasi yang aku inginkan nanti, kau harus menyiapkannya. Biarlah dia puas menghinaku, sampai pada akhirnya, dia jugalah yang akan menangis darah karenaku."

Pandangan Rich beralih kepada pria yang sudah dia siksa sebelumnya. "Dia! Lemparkan saja ke rawa buaya di belakang, aku tidak butuh orang yang banyak bicara. Lagian, kasian Coco, sudah beberapa hari ini belum mendapatkan jatah daging segar." perintah Rich pada anak buahnya.

"Baik, Tuan," jawab anak buah Rich.

Tubuh Richard hendak berbalik, tetapi kepalanya menoleh sekilas.

"Jika ingin membocorkan tentangku kepada orang lain atau berkhianat, silakan saja! Tapi, jangan salahkan aku jika kau tidak bisa bertemu dengan putri kecilmu. Tidak percaya? Coba saja!"

Alex sontak membelalak mendengar ancaman Rich. Baru beberapa jam yang lalu kelompok mereka ditugaskan untuk memberinya pelajaran, tetapi ternyata pria itu bahkan mengetahui kelemahannya dengan sangat cepat. "A—aku mengerti."

"Berpura-pura kita tidak pernah bertemu malam ini." Rich kembali melanjutkan langkah, meninggalkan ruang bawah tanah itu. Dia mengeluarkan sebuah cerutu ketika tiba di luar, sambil menikmati semilir angin malam. Hanya ada sang wanita yang masih mengikutinya dari belakang.

"Apa rencanamu kali ini?" tanya wanita itu sambil menyerahkan sebutir pil pada Rich.

"Kau akan tahu nanti."

Terpopuler

Comments

Putri Ilham

Putri Ilham

masih penuh teka teki... lanjut kak

2023-01-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Richard Monday
2 Bab 2: One Night
3 Bab 3: Rachel Sunday
4 Bab 4: Lintah Darat
5 Bab 5: Bertemu Kembali
6 Bab 6: Tawaran
7 Bab 7: Salah Paham
8 Bab 8: Pria Bayaran
9 Bab 9:
10 Bab 10: Penolakan
11 Bab 11: Terjebak Permainan
12 Bab 12: Sebelum Badai Datang
13 Bab 13: Psikopat
14 Bab 14: Terluka
15 Bab 15: Sok Jagoan
16 Bab 16: Bukan Manusia
17 Bab 17: Nyicil Mati
18 Bab 18: Wanita Angkuh
19 Bab 19: Hanna
20 Bab 20: Sandiwara
21 Bab 21: Ayah Ramon
22 Bab 22: Aku tahu
23 Bab 23: Bukan Dia
24 Bab 24: Pertemuan
25 Bab 25: Jebakan
26 Bab 26: Brand Ambassador Baru
27 Bab 27 : Hanna Membuat Onar
28 Bab 28: Perketat Penjagaan
29 Bab 29: Kejutan
30 Bab 30: Rencana Selanjutnya
31 Bab 31: Penculikan
32 Bab 32: Pahlawan Kemalaman
33 Bab 33: Ben Murka
34 Bab 34: Rencana Richard
35 Bab 35: Pembalasan
36 Bab 36: Membalikkan Keadaan
37 Bab 37: Richard Murka
38 Bab 38: Kecelakaan
39 Bab 39: Ulah Rachel
40 Bab 40: Kondisi Reymond
41 Bab 41: Masa Lalu
42 Bab 42: Tikus Busuk
43 Bab 43: Emma Tuesday
44 Bab 44: Bertemu
45 Bab 45: Suntikan Dana
46 Bab 46: Melampiaskan Kemarahan
47 Bab 47: Sang Pewaris
48 Bab 48: Kontribusi Pertama
49 Bab 49: Terkejut
50 Bab 50: Diana
51 Bab 51: Bersikap Romantis
52 Bab 52: Meminta Restu
53 Bab 53: Ulang Tahun
54 Bab 54: Tender
55 Bab 55: Mengibarkan Bendera Perang
56 Bab 56: Mata-mata
57 Bab 57: Siuman
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60:
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Bab 1: Richard Monday
2
Bab 2: One Night
3
Bab 3: Rachel Sunday
4
Bab 4: Lintah Darat
5
Bab 5: Bertemu Kembali
6
Bab 6: Tawaran
7
Bab 7: Salah Paham
8
Bab 8: Pria Bayaran
9
Bab 9:
10
Bab 10: Penolakan
11
Bab 11: Terjebak Permainan
12
Bab 12: Sebelum Badai Datang
13
Bab 13: Psikopat
14
Bab 14: Terluka
15
Bab 15: Sok Jagoan
16
Bab 16: Bukan Manusia
17
Bab 17: Nyicil Mati
18
Bab 18: Wanita Angkuh
19
Bab 19: Hanna
20
Bab 20: Sandiwara
21
Bab 21: Ayah Ramon
22
Bab 22: Aku tahu
23
Bab 23: Bukan Dia
24
Bab 24: Pertemuan
25
Bab 25: Jebakan
26
Bab 26: Brand Ambassador Baru
27
Bab 27 : Hanna Membuat Onar
28
Bab 28: Perketat Penjagaan
29
Bab 29: Kejutan
30
Bab 30: Rencana Selanjutnya
31
Bab 31: Penculikan
32
Bab 32: Pahlawan Kemalaman
33
Bab 33: Ben Murka
34
Bab 34: Rencana Richard
35
Bab 35: Pembalasan
36
Bab 36: Membalikkan Keadaan
37
Bab 37: Richard Murka
38
Bab 38: Kecelakaan
39
Bab 39: Ulah Rachel
40
Bab 40: Kondisi Reymond
41
Bab 41: Masa Lalu
42
Bab 42: Tikus Busuk
43
Bab 43: Emma Tuesday
44
Bab 44: Bertemu
45
Bab 45: Suntikan Dana
46
Bab 46: Melampiaskan Kemarahan
47
Bab 47: Sang Pewaris
48
Bab 48: Kontribusi Pertama
49
Bab 49: Terkejut
50
Bab 50: Diana
51
Bab 51: Bersikap Romantis
52
Bab 52: Meminta Restu
53
Bab 53: Ulang Tahun
54
Bab 54: Tender
55
Bab 55: Mengibarkan Bendera Perang
56
Bab 56: Mata-mata
57
Bab 57: Siuman
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60:
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!