Gertakan yang keluar dari mulut Ben tidak membuat Richard menyerah begitu saja. Meskipun baru sekali ini dia dihina karena sebuah pekerjaan yang hasilnya jauh lebih rendah dari uang jajan ketika dia menjadi pengangguran. Namun, dengan santai Richard menggenggam tangan Rachel di samping, layaknya sepasang kekasih yang benar-benar saling mencintai.
"Rachel mencintaiku apa adanya, Paman. Dan aku berjanji, meskipun aku miskin. Tapi, cinta yang kami miliki tidak akan mudah goyah hanya karena orang ketiga. Aku pun tidak akan memiliki istri selain dia."
Huek. Ingin sekali Richard muntah setelah berhasil mengucapkan kata-kata menjijikkan itu dari bibirnya. Sementara itu, Rachel di samping pun tampak tercengang akan kalimat Richard , yang secara tidak langsung menyindir Roy, maupun pria pilihan ayahnya.
"Cih, cinta kalian bilang. Kalian pikir hanya dengan cinta kalian bisa hidup bahagia? Jangan naif anak muda!" Sanggah Ben. "Lagi pula, sampai kapan pun aku tidak akan merestuimu sebagai menantuku!"
Penolakan dari Ben membuat Roy, maupun Rose tersenyum puas. Ben memang selalu menginginkan menantu yang setara dengan keluarganya baik dari segi mana pun. Namun, sayang senyum itu seketika hilang ketika Rachel mengatakan sesuatu yang cukup mengejutkan.
"Aku hamil, Dad. Jika kau tetap memaksaku menikahi Tuan Bram dan dia mengetahui kehamilanku. Bagaimana kau mau menjelaskannya nanti?" ucap Rachel menunduk mengeluarkan air mata buaya betina.
"Apa?" Ketiga orang di hadapannya sontak membelalakkan mata. Begitu pula Richard di sampingnya.
Untuk sesaat Richard lupa jika wanita di sampingnya adalah aktris yang cukup profesional. Sepertinya dia sendiri juga harus mengeluarkan bakat terpendamnya.
"Beraninya kau!" Sebuah bogeman mentah melayang dari kepalan tangan Ben kepada Richard . Dia memukul Richard dengan cukup keras berulang kali, hingga sudut bibirnya berdarah.
"Dad, aku mohon hentikan!" Rachel mencoba membantu Richard yang ditindih dan dipukuli oleh Ben dengan membabi buta.
Bukannya menyesali perbuatannya, tetapi sebuah seringai malah terlukis di wajah Richard sambil mengusap darah di sudut bibirnya.
“Kau masih bisa mengejekku, hah?” teriak Ben.
Richard menggeleng kecil, lucu sekali baginya pertama kali dipukul oleh seseorang atas apa yang sebenarnya tak dia perbuat. “Lalu aku harus bagaimana? Benih cinta kami sudah terlanjur tumbuh dalam perut Rachel. Jika Anda tidak merestui hubungan kami. Jangan salahkan aku yang akan mengumumkannya ke publik saat ini juga. Mari kita lihat! Siapakah yang akan malu dan rugi nantinya? Saya atau Anda?”
Ancaman yang keluar dari mulut Richard sungguh menyebabkan suasana bertambah tegang. Rachel sendiri tidak menyangka jika pria yang dia bayar ternyata cukup mumpuni untuk membuat ayahnya terdiam seketika.
Sementara itu, Ben yang merasa pria di hadapannya bukanlah pria miskin yang bisa, mulai mengatur napas. Meskipun emosi memenuhi pikirannya saat ini, tetapi setidaknya dia tidak boleh lengah sedikit pun. Posisinya sedang berada di atas saat ini. Dia tidak boleh bertindak gegabah dan membiarkan masalah sepele menghancurkan jalannya.
“Ikut aku!” perintah Ben pada Richard sambil merapikan kembali jasnya.
Richard hendak melangkah pergi, tetapi tangannya di tahan oleh seseorang di belakang. Seolah mengerti apa yang dikhawatirkan Rachel, Rich pun tersenyum lembut. “Tenang saja. Semua akan baik-baik saja” ucap Rich sambil mengusap rambut Rachel.
Kepergian Richard membuat seseorang di belakang mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Roy, yang menyaksikan betapa manisnya perlakuan Richard pada sang mantan kekasih tampak begitu cemburu. Rachel bahkan tak pernah memberikan kecupan padanya ketika mereka berkencan. Bagaimana bisa, pria biasa seperti Richard malah berhasil menghamili Rachel. “Sialan! Seharusnya aku yang berhasil mencicipi Rachel terlebih dahulu. Bukan malah terjebak dengan adiknya.” Batin Roy mengumpat kesal.
Sementara itu, Richard yang mengikuti langkah kaki Ben lantas tiba di ruang kerja pria tersebut. “Katakan berapa yang kau inginkan untuk meninggalkan putriku?”
Richard menghela napas berat. “Aku tidak butuh uang Anda.’’
“Cih, kau pikir aku tidak tahu perangai pria miskin sepertimu? Kau hanya mendekati putriku untuk mendapatkan ketenaran. Mustahil kau tidak memerlukan uang.” Ben membuka sebuah brankas, mengeluarkan beberapa ikat uang yang ada di dalamnya. “Apa itu cukup? Jika tidak. Kau bisa menyebutkan apapun yang kau inginkan. Aku akan memenuhinya tanpa dirimu perlu berpura-pura untuk mencintai anakku. Aku akan menyiapkan sebuah posisi yang bagus untumu."
“Anda pikir segala hal di dunia ini bisa dibeli dengan uang? Tidakkah Anda memikirkan bagaimana janin dalam kandungan Rachel saat ini? Dia sangat senang ketika tahu benih cinta kami akhirnya bersemi di rahimnya, dia bahkan berjanji akan memberikan kasih sayang orang tua yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya.” Entah dari mana Rich bisa memikirkan kata-kata itu. Sungguh seorang profesional dalam menipu orang lain. Dia sendiri bahkan tak menjamin jika kecebongnya benar-benar tumbuh di rahim Rachel meskipun nanti mereka melakukannya berulang kali.
“Aku akan menyuruh Rachel untuk menggugurkannya. Darahmu bahkan tak pantas untuk mengalir dalam keluarga kami. Walaupun hanya satu tetes.”
Melihat kearoganan Ben. Richard lantas melangkah mendekat, sungguh aura yang dikeluarkan pria itu sangat berbeda dari pria-pria seumurannya. Perlahan dia membisikkan sedikit kalimat yang seketika membuat Ben terbelalak. “Aku kemari bukan untuk meminta restumu. Tapi untuk mengambil apa yang seharusnya jadi milikku," ucap Rich dingin. Sorot matanya begitu tajam, hingga jantung Ben pun bergetar mendengarnya
Setelah mengatakan itu, Richard lantas melangkah keluar ruangan dengan raut wajah yang berbeda lagi. Dia langsung menggandeng tangan Rachel dan membawanya melangkah keluar dari rumah itu. "Di mana mobilmu?" Tanya Rich.
"Di sana!" Tunjuk Rachel pada sebuah mobil berwarna putih. “Rich, kita akan ke mana?”
“Ayahmu tidak merestui hubungan kita. Jika kau tetap berada di sana, dia akan tetap menjodohkanmu dengan pria pilihannya dan memaksamu menggugurkan kandungan. Lebih baik kita keluar dari rumah itu saja dulu, daripada sandiwara kita nantiny terbongkar. Setidaknya untuk saat ini, dia tahunya kalau kau berusaha kawin lari.”
Richard lantas mengemudikan mobil meninggalkan kediaman mewah itu, sedangkan Rachel masih terdiam mencerna apa yang terjadi. Bukan ini yang dia inginkan. Ah sial, tetapi lagi-lagi suara Richard membuyarkan lamunannya.
“Di mana apartemenmu?”
“Apartemen?” tanya Rachel mengerutkan dahi.
“Iya. Apartemen. Mustahil artis sepertimu tidak memiliki apartemen pribadi? Setidaknya uang yang kau hasilkan lebih dari cukup untuk hal itu.”
Bukannya menjawab Rachel malah menggeleng kecil. Dia memang tidak pernah membeli apartemen sebelumnya sebab sang ayah yang selalu menyuruhnya pulang.
“Apa kau bodoh?” bentak Richard sontak menginjak rem hingga beberapa kendaraan di belakang membunyikan klakson sebab dia yang mengerem mendadak.
“Hei! Apa kau ingin membunuhku?”
Richard mengusap kepalanya dengan frustrasi.
“Kalau kau tidak punya apartemen. Lalu di mana kau akan tinggal? Lagi pula ke mana uang hasil kerjamu selama ini? Hanya untuk membeli apartemen saja tidak mampu.”
“Apa Katamu? Kau pikir hunian itu seharga tempe mendoan! Kau sendiri yang membawaku keluar dari rumah ayahku. Harusnya kau jugalah yang bertanggung jawab untuk hidupku nanti.” teriak Rachel tak kalah kesal.
“No no no. Aku tidak dibayar untuk itu,” tolak Rich.
“Dan aku juga tidak membayarmu untuk membuat ayah mendepakku dari rumah. Aku hanya ingin perjodohan dengan pria sialan itu batal. Bukan malah diusir.”
“Cih, diamlah. Aku juga terpaksa melakukan semua ini karenamu. Aku tidak ingin mati sia-sia di rumahmu karena menjadi samsak kemarahan ayahmu.” Tidak ingin berdebat terlalu lama, Richard pun kembali mengemudikan mobil. “Sudahlah. Kita ke rumahku dulu. Nanti kita bisa menyewa tempat tinggal untukmu.”
Di sisi lain, seorang pria yang merasakan ancaman berbahaya lantas memanggil pelayannya. Ancaman dari Rich terasa tidak biasa di telinga Ben. Entah pertanda apakah ini, tetapi dia harus waspada dan menyingkirkan pria itu dari putrinya secepat mungkin.
“Anda memanggil saya, Tuan?” tanya seorang pelayan sedikit membungkuk hormat.
“Singkirkan pemuda itu secepat mungkin dan jangan biarkan sesuatu terjadi pada Rachel.”
“Baik Tuan.” Pria itu lantas undur diri, sedangkan Ben melangkah menuju sisi jendela di sampingnya dengan perasaan tidak karuan.
Dia menatap jauh keluar sambil menyalakan cerutu di antara kedua jari. “Siapa dia sebenarnya?’’ batin Ben.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Vyrne S W
hmmm
2023-02-08
0
Vyrne S W
ya ampun ben km tu sebenarya baik gk sich semoga km bkn ayah yg egois
2023-02-08
0