Berbekal cek yang dicairkan dari wanita semalam, Rich memilih untuk membeli tiket perjalanan dan kembali ke negaranya. Awalnya, dia berniat pulang ke apartemen terlebih dahulu. Namun, naasnya tempat itu tertutup rapat. Bukan hanya sandi yang sudah diubah, tetapi kunci lainnya pun telah diganti tanpa sepengetahuannya.
"Sialan! Ini pasti lagi-lagi ulah, Paman!" Dengan kesal Rich menendang pintu.
Tidak ingin membuang waktu, Rich segera pergi ke perusahaan pamannya. Namun, baru dia memasuki pintu masuk tempat tersebut, beberapa penjaga seolah telah menanti kehadirannya.
"Maaf, Tuan. Anda dilarang masuk," ucap salah seorang penjaga.
Rich mengambil langkah mundur, kedua tangan dia letakkan di pinggang sambil memainkan lidah di dalam mulut. Kenapa kesialan lagi-lagi masih mengikutinya.
"Kenapa? Apa yang terjadi? Apa hak kalian melarangku masuk?" Rich hendak melangkah ke depan, menerobos tiga pria kekar yang kini menghalangi jalannya. Namun, sayangnya mereka tidak bergerak sama sekali dari posisi.
"Hei!" Dengan frustrasi, Rich berbalik. Satu tangan masih di pinggang, sedangkan tangan lain menyisir rambutnya yang tak seberapa panjang.
Berharap para penjaga itu lengah, Rich langsung menerobos lagi sekumpulan penjaga itu. Sayangnya, mereka tidak mudah untuk di kecoh. "Cih, aku tidak percaya kalian akan memperlakukan aku seperti ini," cibir Rich.
"Maaf, Tuan. Kami hanya menjalankan perintah." Jawaban penjaga itu, tentu saja menambah emosi dalam diri Rich semakin membara.
"Minggir, atau aku akan memberikan kalian pelajaran!" Rich berusaha menerobos dengan mencari cela semampunya. Hingga apa yang mereka kerjakan menjadi tontonan beberapa karyawan di sana. Di mana mereka cukup heran, akan apa yang terjadi saat itu.
Hampir seluruh karyawan Dday Holdings memang tidak mengenal siapa Richard, karena memang dia yang tak pernah mengunjungi perusahaan jika bukan dalam keadaan terdesak. Itu pun dengan pengawalan yang ketat sesuai arahan pamannya.
Tak lama kemudian, setelah usaha Rich tidak membuahkan hasil. Beberapa pengawal dan Jack tampak berlari ke arah mereka dengan tergopoh-gopoh.
Rich tersenyum puas, dia menunjuk penjaga yang menghalangi dengan geram. "Syukurlah kalian datang! Katakan pada mereka siapa aku sebenarnya! Seenaknya saja melarangku masuk ke dalam."
"Maaf, Tuan." Bukannya membela Rich, Jack malah membungkuk dan menyerahkan ponselnya.
"Kenapa? Apa kali ini dia bahkan tidak sudi bertemu denganku?" tanya Rich pada asistennya.
Tak mendapatkan jawaban, mau tidak mau Rich meraih ponsel tersebut dan meletakkan di samping telinganya. Suara bariton seorang pria yang jelas-jelas adalah pamannya seketika menyapa indra pendengaran Rich.
"Pulanglah! Jangan membuat keributan di sini! Kita bertemu satu jam lagi."
Tanpa basa-basi, panggilan tersebut langsung terputus begitu saja. Rich hanya bisa mendengus kesal, dia berniat membanting ponsel tersebut demi melampiaskan kekesalan, tetapi dengan segera Jack menghentikan tangan yang sudah melayang di udara itu.
"Tuan, itu ponsel saya. Masih nyicil, jangan dibanting!" bisik Jack, sontak mendapatkan lirikan tajam dari Rich.
"Kau pikir aku tidak mampu membelikanmu ponsel baru." Kesal Rich.
"Takutnya memang begitu," batin Jack.
"Cih, kita pulang!" Rich mengembalikan ponsel milik Jack.
Mereka lantas bergegas menuju tempat yang dimaksudkan.
Reymond memang selalu saja memiliki segudang cara untuk menahan Rich. Pria itu terlalu mengenal bagaimana sikap keponakannya. Kurangnya kasih sayang, menyebabkan dia berbuat semena-mena.
Beberapa saat menempuh perjalanan, Rich dikawal oleh beberapa pengawal tampak mulai memasuki pelataran sebuah kediaman kuno. Untuk sejenak Rich masih terdiam di posisinya. Cukup lama dia tidak mengunjungi sang kakek setelah memiliki kekasih dan memilih tinggal seorang diri di apartemen. Akankah semuanya masih sama.
Rich keluar dari mobil, pandangannya mengitari setiap jengkal sudut kediaman itu. Tidak ada yang berubah sama sekali, meskipun sudah hampir lima tahun lamanya waktu berlalu. Dia lantas menghela napas panjang. Udara bersih jauh dari polusi membuatnya sedikit tenang. "Rumah memang tempat terbaik untuk pulang." Batin Rich.
"Kakek." Kediaman yang sepi hanya ada sedikit pelayan, membuat Rich yang tak menemukan kakeknya ketika memasuki rumah berteriak mencari pria tua itu ke seluruh tempat.
Pelayan yang mendapati tuan mudanya telah kembali lantas membungkuk hormat. "Tuan Muda."
"Di mana Kakek?"
"Tuan besar ada di taman belakang, Tuan."
Hanya anggukan kepala yang bisa Rich berikan sebagai jawaban. Dia lantas mengisyaratkan pada pelayan agar melanjutkan tugas, sedangkan dia sendiri melangkah menuju taman belakang mencari kakeknya. "Kakek."
Seorang pria tua dengan tongkat untuk membantu berjalan di tangan, sontak menoleh ke belakang. Mendapati cucu kesayangannya telah kembali setelah sekian lama, tentu saja Days merasa bahagia.
"Cucuku, kau kembali." Pria tua itu merentangkan kedua tangan sambil tersenyum agar sang cucu memeluknya. Hal yang biasa mereka lakukan sejak dulu lagi.
Senyum pun terukir di wajah Rich. Kakeknya memang berbeda dengan sang paman. Selalu memberikan banyak perhatian. Rich melangkah cepat berhambur ke tubuh Days.
"Kakek apa kau sehat?"
"Tentu saja. Dasar anak nakal! Kenapa kau jarang sekali menghubungi Kakekmu ini, hah? Apa kau hanya menunggu kabar kematianku baru bersedia pulang?" Dengan kesal Days memukul bagian belakang tubuh cucunya. Dia terlalu memanjakan Rich, hingga membuat Rich terlalu semena-mena.
"Bukan begitu, Kek. Aku hanya—"
Belum sempat Rich menjawab, suara bariton seorang pria lainnya dari belakang memotong kalimat Rich.
"Dia hanya sedang tergila-gila dengan wanita ular itu."
"Reymond, kau pun datang," ucap Days melepaskan pelukan dari cucunya.
"Jika aku tidak datang, Papa pikir bocah tengil ini akan pulang?" Sinis Reymond sekilas memeluk ayahnya dan membantu pria itu untuk duduk.
"Bagaimana kabarmu, Pa?"
"Seperti yang kalian lihat. Tubuhku sudah terlalu tua, mungkin umurku sudah tidak akan lama lagi," kata Days dengan nada memelas.
Meskipun memiliki harta yang cukup, baik putra maupun cucunya kini sudah beranjak dewasa. Tidak seperti dulu lagi selalu bermain bersamanya. Di usia senja, mereka meninggalkan Days seorang diri di kediaman yang kini tampak terasa sepi. Hanya ada para pelayan yang menghibur hari-harinya.
"Kakek akan memiliki umur yang panjang. Kau masih bisa melihat cicit-cicitmu nanti. Biarkan Paman yang menggantikanmu ke alam baka terlebih dahulu," canda Rich, langsung mendapatkan tepukan keras di kepala dari Reymond.
"Sembarangan kalau bicara. Dasar keponakan laknat."
"Lagi pula kau sudah terlalu tua, Paman. Dan tidak ada satu pun wanita yang mau mendampingimu. Lebih baik kau saja dulu yang pergi mengunjungi neraka dengan tenang. Biarkan aku menjaga Kakek nanti."
"Kau sendiri salah memilih pasangan. Dasar bodoh," sindir Reymond.
"Sudah-sudah. Kalian ini kalau bertemu pasti ada saja yang diperdebatkan." Days menengahi perdebatan itu. Dia lantas memegang kedua bahu Rich dan menelisik tubuh cucunya. "Bagaimana keadaanmu sekarang, Rich? Kenapa kau bertambah kurus?"
"Itu karena dia tergila-gila dengan wanita yang salah. Wanita jelmaan lintah darah memakan seluruh dagingnya dan minum darahnya. Lalu, setelah semuanya habis, dia pergi bersama pria lainnya, sedangkan Rich hanya tinggal tulang belulangnya saja." Sekilas Rey melirik sinis keponakannya. "Pa, aku ragu kalau Richard masih manusia. Bagaimana jika yang datang pada kita ini adalah jelmaan iblis yang berpura-pura menjadi Rich dan Rich—" kata Rey menghentikan kalimat sambil menutup mulut dengan tangan.
"Ish, Paman!" Rich melemparkan kerikil kecil di taman itu ke pamannya. Memang mulut Reymond terlalu berbisa. "Lalu, kenapa kau menyuruhku kemari?"
"Lihat, Pa. Dia bahkan masih bertanya kenapa aku menyuruhnya kemari? Apa kau tidak sadar berapa tahun kau tidak pulang, hah? Seharusnya kau tahu jika Papa selalu mengkhawatirkanmu selama ini. Tapi, kau malah bermain-main dengan wanita di luar sana. Mandiri? Cih, bulshit! Apa yang kau dapat hingga saat ini setelah berkeliaran di luar sana?"
Rich tak mampu menjawab apa yang dikatakan sang paman. Dia tidak mungkin menjelaskan pada keluarganya apa yang sesungguhnya dilakukan. Biarlah mereka tetap mengira Rich adalah sosok tidak berguna dan pembuat masalah, asalkan apa yang dilakukannya tidak ketahuan oleh sang paman maupun kakeknya.
Pandangan Rich menunduk, menatap tangan berkeriput yang sudah mulai bergetar dalam genggamannya.
Ternyata kakeknya semakin tua. Rich menaikkan pandangan. Bukan hanya tangan yang sudah bergetar, tetapi rambut sang kakek juga telah berubah sepenuhnya menjadi putih. Satu-satunya orang yang menyayanginya.
"Aku—" Lemas Rich hendak menjawab.
"Sudahlah. Jangan terlalu banyak drama lagi! Jack." Panggil Reymond pada anak buah yang biasa menemani Rich dari kecil.
Jack lantas mengambil sebuah berkas yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dia menyerahkan amplop coklat pada Rich.
Sontak Rich mengernyitkan dahi, apa rencana pamannya kali ini. "Apa ini?"
"Baca sendiri! Sudah waktunya kau mengerti seberapa kerasnya dunia luar," jawab Reymond.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Vyrne S W
lanjut thor.... semangat
2023-02-08
0
rjvjr
lanjut Thor,,,dan selamat tahun baru
2023-01-01
0