Berlatih

Keesokan harinya Bagariung membawa Moya ke gunung Dalinggane, untuk mulai berlatih ilmu bela diri sekaligus cara mengendalikan tenaga dalam yang Moya miliki.

Sebenarnya Moya sudah menguasai ilmu beladiri kuntau yang ia pelajari dari Bapaknya, namun Moya belum diajarkan cara menggunakan kuntau yang disertai dengan ilmu tenaga dalam.

Bagariung ingin melatih kekuatan Moya, dengan memanfaatkan tenaga dalam turunan dari Panglima Meruya yang sudah Moya peroleh dari Panglima Karwasan Dalih Enggar beberapa waktu yang lalu.

Bagariung dan Moya sudah saling berhadapan satu sama lain.

Dan dari sisi gunung yang lain terlihat Tlagam dan Datu Sranjani mengawasi mereka dari kejauhan.

"Kau boleh menyerangku sebanyak yang kau mampu, kalahkan aku!! kerahkan seluruh kekuatanmu!!" perintah Bagariung pada Moya.

Moya menatap tajam pada tubuh besar Bagariung, dan ia juga mulai mengamati keadaan di sekitarnya, untuk mencari tau apakah ada sesuatu yang bisa membantunya untuk mengalahkan Bagariung. Sembari bersiap mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang, matanya melirik pada sebatang pohon akasia besar yang ada di sisi kiri depan Bagariung.

Moya berlari ke arah Bagariung, dan dengan kuat menjejakan kaki kanannya ke batang pohon akasia lalu menerjang Bagariung dan serta merta mendaratkan tinjunya ke rahang makhluk besar itu.

"Ah!!"

Moya mengerang kesakitan merasakan pergelangan tangan kanannya yang patah, Sedangkan Bagariung masih dengan posisi yang sama menyeringai ke arah Moya.

Moya kembali menyerang dengan jurus tinjak dadasnya, tendangannya yang bertubi hanya fokus pada tubuh bagian bawah makhluk besar itu, kemudian ia melesatkan tinju kirinya pada ulu hati Bagariung. Membuat raksasa berbulu itu mundur dua langkah dari posisinya tadi.

"Apakah hanya itu kemampuanmu!!" sinis Bagariung, melihat Moya yang mundur beberapa langkah dengan kaki pincangnya.

Bagariung pun melesatkan pukulannya ke arah Moya, namun Moya berhasil mengelak dengan posisi kaki yang tak imbang, Moya pun beralih ke sisi belakang makhluk besar itu, dan sekali lagi dengan bantuan batang pohon akasia, ia berhasil mendaratkan tendangannya pada kepala Bagariung. Bagariung yang terpancing emosinya, reflek menghantam tubuh Moya dengan kekuatan besarnya, spontan tubuh Moya terpelanting jauh.

Moya mencium bau anyir darah yang mengalir dari mulutnya, rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh Moya seakan membuatnya tak mampu untuk bangkit kembali.

"Apakah aku sudah mati," rintih Moya sembari memegang dadanya yang menghitam karena terkena pukulan Bagariung.

Tlagam yang sedari tadi memperhatikan pertarungan mereka dari kejauhan pun datang menghampiri Moya yang tergeletak tak berdaya.

"Tlagam ... apakah kau akan menyerangku saat ini??" ucap Moya pelan.

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Tlagam langsung membopong tubuh lemah Moya dan membawanya terbang perlahan melintasi hutan dan gunung Delinggane diikuti oleh dua punggawa lainnya.

Tlagam meletakkan Moya pada dipan beralas tikar purun, dan ia pun menatap Moya dan berkata,

"Jika kau tak mewarisi tenaga dalam panglima Meruya, mungkin kau sudah mati."

"Bagaimana caranya agar aku bisa menggunakan tenaga dalam yang aku miliki?" tanya Moya tiba-tiba, sembari menahan sakit bekas hantaman Bagariung.

Tlagam yang akan beranjak pergi, sejenak menahan langkahnya mendengar pertanyaan Moya.

"Kenali energi tenaga dalam yang ada pada tubuhmu, maka perlahan kau akan mengerti apa yang kau butuhkan dan apa yang harus kaulakukan," sahut Tlagam sebelum ia menghilang dari pandangan Moya.

Sepeninggal Tlagam, Moya pun tertidur lelap dalam sakitnya.

Kicau burung yang diselingi suara ayam berkokok di pagi hari membangunkan Moya dari tidur lelapnya, Moya langsung terduduk mencermati keadaan tubuhnya yang kembali normal, rasa sakit luar biasa yang kemarin sempat ia rasakan sama sekali tak tersisa.

Moya mengepalkan tinjunya dan memutar pergelangan tangannya, ia takjub karena seluruh rasa sakit itu telah hilang dalam semalam.

Moya berjalan menuju dapur dan mengambil segayung jagung pipil kering dan menebarkannya di sekitar rumah. Tak berselang lama kumpulan ayam peliharaan Moya dan burung-burung liar berdatangan mematuk umpan pemberian Moya. Moya tersenyum bahagia melihat pemandangan itu.

Tiba-tiba terbersit sebuah ide di kepalanya.

"Lenag!!"

"Oii Lenag!!"

Moya memanggil Lenag sembari mengitari pohon kasturi.

Sekonyong-konyong Lenag berayun tepat di depan wajah Moya, sontak membuat Moya terkejut melihat wajah hitam lengkap dengan mata yang berlubang yang muncul tepat di depan batang hidungnya.

"Sialan kau Lenag, lama-lama ku punggal juga rumahmu ini!!" hardik Moya.

Lenag menggoyang pohon kasturi yang berusia ratusan tahun itu dengan kekuatannya, membuat bunga buah kasturi jatuh berguguran menghujani Moya. Lenag terlihat bangga karena sudah berhasil membuat Moya terkejut dengan kehadirannya.

"Aku ingin meminta bantuanmu Lenag," papar Moya lagi.

Lenag menjawab dengan menjulurkan tangannya dan memainkan rambut panjang Moya dengan kuku-kuku hitamnya.

"Aku ingin kau membantuku berlatih sebelum aku menghadapi Bagariung si raksasa angkuh itu," sambung Moya.

Seperti biasa Lenag memang tidak pernah mengeluarkan suaranya, dia hanya berusaha menanggapi ocehan Moya dengan kejahilannya.

Lenag mulai menarik rambut panjang Moya.

"Ah, Sakit Lenag!!" bentak Moya sembari menendang batang pohon kasturi.

Moya berencana melatih kegesitan tubuhnya dengan menangkis, mengelak, menendang, dan menghantam buah yang dilempar oleh lenag dari atas pohon, tapi kali ini bukan buah kasturi yang akan menghujani Moya, melainkan buah kelapa dari pohon yang tumbuh tak jauh dari pohon kasturi.

Moya menutup kedua belah matanya, menarik nafasnya dalam-dalam, dan perlahan menghembuskannya. Moya mencoba fokus merasakan energi yang mengalir pada tubuhnya. Dan beberapa saat kemudian dia sudah dalam posisi bersiap menerima serangan Lenag.

Wuusssss ....!!

Buah kelapa meluncur ke arah Moya, dengan cekatan Moya menghantam buah kelapa menggunakan tinjunya. Dua buah kelapa kembali bersiap menghujam tubuhnya.

Brakkk ...! ... Brugg ...!

Kedua buah kelapa itu berhasil terpental jauh terkena tendangan Moya.

Lenag semakin menceracam menghujani Moya dengan puluhan buah kelapa, namun Moya masih dengan gesit berhasil membabat habis serangan Lenag, sampai pada serangan buah kelapa yang terakhir, dengan kekuatan penuh Moya melepaskan tinju nya dan ... Bruakkkk ...!

Buah kelapa terbelah menjadi dua.

Moya menatap puas sembari menyeka keringatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!