Aroma bunga kemuning yang berasal dari pohon yang tumbuh di hutan belakang tercium sampai ke dalam rumah Moya, Moya yang sedari tadi masih belajar mengenal mantra dalam lembaran dargasum sampai tak menyadari jika malam telah larut.
"Waah mekar kau rupanya Ning," ucap Moya sendirian.
Moya menyalakan lampu halamannya, dan ia pun memutuskan keluar rumah untuk menikmati semerbak harumnya bunga kemuning di malam hari.
Dan seperti biasa ia memilih duduk di ayunan ditemani suara hewan malam yang seolah bernyanyi menghiburnya.
Tiba-tiba beberapa buah kasturi berjatuhan ke tanah secara berurutan, seolah ada yang sengaja melemparnya dari atas pohon.
Moya yang merasa terusik pun beranjak dan mengalihkan pandangannya ke bagian atas pohon kasturi yang rimbun.
"Apa!!?? Ada apa!!??" teriak Moya sembari mendongak ke atas, melihat ke arah dahan pohon yang besar.
Perlahan terlihat sesosok makhluk menggantung terbalik, dengan kaki yang terlilit pada dahan pohon kasturi, rambutnya yang kusut menjuntai kebawah, wajahnya hitam disertai kedua mata yang berlubang.
Kukunya memanjang seolah mencoba meraih Moya yang sedang berdiri dengan tatapan tajamnya.
Dengan sigap Moya memundurkan langkahnya, menghindari kuku-kuku panjang berwarna hitam milik Lenag makhluk penunggu pohon kasturi.
"Sudahlah!! aku sedang tak ingin bermain denganmu," ucap Moya pada Lenag.
Namun sosok itu terus menggoda Moya dengan melemparinya menggunakan buah kasturi, dengan sigap Moya mengambil sapu lidi dan dengan lincahnya Ia menangkis satu persatu lemparan dari Lenag.
Di tengah gencarnya serangan Lenag tiba-tiba Lenag menghilang.
"Oii ... Kemana kau Lenag??" teriak Moya sembari mengusap peluh di keningnya.
Seketika angin kencang menggoyang pepohonan di sekitar Moya. Moya merasa ada energi besar yang akan datang, ia pun menoleh ke arah hutan belakang yang gelap gulita, benar saja di balik kegelapan itu tiba-tiba melaju sebuah tombak besar yang mengarah padanya, dan entah mengapa Moya tak bisa mengendalikan tubuhnya untuk menghindari ujung tombak yang semakin dekat menghujam kepalanya, Moya pun pasrah memejamkan matanya dan merapalkan mantra perisai,
"Ralioung kargoul sarek."
Moya yang berdiri mematung pelan-pelan membuka kedua belah matanya, dan benar tombak itu menghilang begitu saja dan digantikan dengan kemunculan tiga makhluk yang berdeku di hadapannya.
Tiga makhluk yang belum pernah Ia temui sebelumnya.
"Siapa kalian??" lontar Moya dengan posisi siaga untuk menyerang.
"Hormat kami padamu wahai Moya anak Panglima Meruya. Kami adalah utusan Panglima Karwasan Dalih Enggar dari alam Horgat," jawab Bagariung.
"Mengapa Dia mengutus kalian??" cecar Moya lagi.
"Kami di utus untuk menjadi sahabat pendampingmu." jawab Tlagam.
"Terimalah kami wahai Moya anak penglima Meruya, kami akan mendampingimu dalam pencarian teluganwiru dan membalas dendam kepada orang yang telah menghabisi nyawa panglima Meruya." sambung Datu Sranjani.
Ketiga makhluk yang masih berdeku itu pun menengadahkan salah satu tangan mereka ke arah Moya, berharap Moya bersedia menerima titah Panglima Karwasan dalih Enggar.
Tanpa pikir panjang Moya meletakan tangannya di atas telapak tangan besar milik Bagariung, pertanda ia menerima Bagariung menjadi sahabat pendampingnya.
"Aku Bagariung berjanji kan mengabdi kepadamu wahai Moya anak Panglima Meruya, terimalah pengikat abdi mu dari Alam Horgat" ucap Bagariung dengan suara paraunya yang menggema.
Seketika keluar sinar merah diantara telapak tangan mereka. Moya yang tak kuat menahan panasnya telapak tangan Bagariung berusaha menarik tangannya kembali, alih-alih terlepas tangan Moya semakin kuat menggenggam. Dengan sekuat tenaga Moya menahan panasnya api yang menjalar ke pergelangan tangannya dan Ia pun berseru keras,
"Aku Moya anak Panglima Meruya menerima mu wahai Bagariung utusan penguasa Alam Horgat."
sampai akhirnya tangan Moya pun terlepas dengan sendirinya.
Moya melihat ragu ke arah tangan Tlagam dan Datu Sranjani yang sudah menunggu untuk disambut oleh Moya. Namun Moya belum siap dengan rasa sakit yang akan ia terima ketika harus menerima energi pengikat abdi dari makhluk astral itu.
Melihat wujud paras Datu Sranjani dan Tlagam yang rupawan membuat Moya berpikir,
"Ah, mungkin saja energi pengikat abdi dari mereka takkan sesakit milik Bagariung." Menatap yakin pada kedua makhluk astral di hadapannya.
Akhirnya Moya menyingkirkan keraguannya dan memutuskan untuk meletakkan kedua telapak tangannya di atas telapak tangan Tlagam dan Datu Sranjani.
"Apakah kau yakin dengan keputusanmu??" tanya Tlagam yang ragu dengan keputusan Moya yang ingin langsung menerima dua energi pengikat abdi secara bersamaan.
"Ya tentu saja, apakah kau meragukan kekuatanku??" ucap Moya dengan sedikit angkuh.
Moya pun memejamkan matanya bersiap menerima energi pengikat abdi dari Tlagam dan Datu Sranjani.
Tlagam dan Datu Sranjani bersamaan mengikrarkan sumpah abdi nya pada Moya.
"Aku Tlagam, dan Aku Datu Sranjani berjanji akan mengabdi kepadamu wahai Moya anak Panglima Meruya, terimalah pengikat abdiku."
Telapak tangan kanan Moya yang berada pada Datu Sranjani mulai bergetar, rasa sakit seperti terkena sayatan benda yang sangat tajam mulai menjalar, di ikuti telapak tangan kirinya yang membiru, dan urat-urat halusnya pun mulai terlihat jelas dari punggung tangannya, Moya merasakan kedinginan dan kesakitan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Aaaaaaaarrrrrgggggghhhhhh ...!!!
Moya menjerit kesakitan, Ia pun dengan keras berteriak,
"Ku terima kalian Tlagam dan Datu Sranjani menjadi sahabat pendampingku."
Aaaaaaaaarrrrrrrgggghhhhhh ...!!!
Moya masih menggerung kesakitan sembari terus berusaha menarik kedua belah telapak tangannya yang seolah terikat kuat pada kedua makhluk astral di hadapannya. Sampai akhirnya kedua belah telapak tangan Moya terlepas dengan sendirinya dari Tlagam dan Datu Sranjani dan ia pun terjungkal ke belakang.
Moya meringis kesakitan seakan menyesali keputusannya. Ia pun beranjak dan mendekati ketiga makhluk astral itu.
"Sekarang apa yang harus kulakukan untuk menemukan Pusaka teluganwiru ?? dan bagaimana agar aku bisa membalas dendam kepada para bedebah itu!!??" Tegas Moya.
"Kau harus melatih Ilmu tenaga dalammu sekaligus Ilmu bela dirimu, bukankah kau tau, bahkan Panglima Meruya tidak bisa mengalahkan mereka," ucap Datu Sranjani sembari duduk bersila di udara.
"Kau akan berlatih Ilmu bela diri dan tenaga dalam denganku," seru Bagariung sembari mengarahkan tinjunya yang sebesar buah kelapa ke arah Moya, namun Moya berhasil menghindar dengan cepat.
"Dan kau akan berlatih cara menggunakan senjata denganku," sambung Datu Sranjani dengan senyum liciknya, sembari melemparkan sesuatu yang tak terlihat ke arah Moya, namun Tlagam dengan sigap menangkap hewan kecil berbadan tajam yang hampir mengenai bola mata Moya. Tlagam pun menyibakkan tangannya ke arah Datu Sranjani membuat Datu Sranjani terpental.
"Apa yang kau lakukan!!" hardik Tlagam pada Datu Sranjani.
Datu Sranjani pun bersiap menyerang Tlagam, Bagariung pun maju untuk memisahkan kedua makhluk alam horgat yang hampir saling menyerang itu.
Konon dulu Datu Sranjani pernah menginginkan panglima Meruya menjadi suaminya, akan tetapi Panglima Meruya menolak keinginan Datu Sranjani karena Panglima Meruya lebih memilih manusia sebagai istrinya, yang tak lain adalah ibu dari Moya. Maka dari itu Datu Sranjani seakan tidak menyukai Moya, dan sejak Moya kecil Datu Sranjani sudah sering ingin menyakiti Moya namun selalu saja gagal. Kini tujuannya ingin menjadi abdi pendamping Moya adalah untuk ikut membalas perbuatan orang yang telah membunuh manusia yang Ia cintai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments