Moya mengeluarkan gulungan Dargasum dari sebuah tabung kayu. Dargasum adalah lembaran yang terbuat dari kulit dargas dan dijadikan sebagai media untuk menulis mantra.
Konon mantra hanya bisa ditulis diatas kulit dargas, dargas adalah hewan yang bisa berubah wujud menjadi manusia untuk mengelabui mangsanya, dan yang bisa melihat isi dargasum hanya orang yang sudah mewarisi ilmu dari leluhurnya, mantra yang muncul diatas dargasum hanya mantra yang ingin dibaca oleh sang tuan pemilik dargasum.
Moya menyalakan dupa dan lilin, lalu ia pun duduk bersila membuka gulungan dargasum, betapa terkejutnya ia ketika mendapati lembaran dargasum yang kosong tanpa sebaris mantra pun yang terlihat.
Flashback On
Moya memperhatikan Wak Meru yang sedang membuat tabung kayu dari batang pohon kariwaya yang angker, untuk tempat penyimpanan dargasum.
"Apakah semua orang bisa membaca mantra yang ada di dargasum pak??" tanya Moya.
"Coba kau buka gulungan dargasum itu??" perintah Wak Meru.
Moya pun membuka gulungan dargasum, dan ia tak mendapati apa pun disitu.
"Tidak ada apa-apa di sini pak, hanya lembaran kosong," jawab Moya dengan bingung.
"Coba kau tutup mata lahirmu, ungkapkan dalam batinmu mantra apa yang ingin kau baca," perintah Wak Meru lagi.
Moya pun mengikuti perintah Bapaknya untuk menutup kedua matanya.
"Ikuti apa yang akan Bapak rapalkan," seru Wak Meru pada Moya.
Wak Meru meletakkan telapak tangannya di atas kepala Moya dan berkata,
"Dakaliong Moya anek panglima meruya hegaras koel dargasum eluo ka mantra."
Moya membuka matanya, dan benar mantra itu perlahan muncul ke permukaan dargasum, Moya menatap takjub pada mantra yang timbul dan kembali hilang beberapa saat kemudian.
"Kelak kau lah penerus yang akan merawat dargasum ini Nak, dan jika kau sudah menyatu dengannya tak perlu lagi kau buka dargasum ini, karena mantra apa pun yang kau mau akan muncul dalam benakmu dengan sendirinya." Wak Meru tersenyum sembari menatap Moya.
Flashback Off.
Moya pun mencoba kembali memejamkan matanya dan berkata,
"Dakaliong Moya anek panglima meruya hegaras koel dargasum eluo ka mantra."
Perlahan mantra ilmu louguning muncul ke permukaan dargasum.
Moya menenangkan dirinya sesaat, lalu Ia pun mulai merapalkan mantra Ilmu Louguning sembari menggenggam erat benda milik pembunuh Bapaknya.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba bayangan tentang saat peristiwa pembunuhan Wak Meru melintas jelas di hadapannya, Moya seolah-olah ada di situ, menyaksikan langsung saat-saat terakhir ketika Bapaknya yang sudah tak muda lagi, dibantai secara membabi buta oleh orang-orang yang berpakaian serba hitam dan menggunakan penutup di bagian kepala.
Bermacam-macam serangan dari benda tajam di arahkan kepada Wak Meru, namun tubuh tua itu masih sigap menangkis, menghindar dan sesekali membalas serangan lawan menggunakan jurus kuntau bangkui yang ia kuasai.
Dan disaat sebilah kapak menghantam keras bagian belakang kepala Wak Meru, ia pun terlihat mulai hilang keseimbangan, dan hantaman demi hantaman mendarat mulus tanpa perlawanan di tubuh tua itu.
Sebelum tubuhnya tumbang, Wak Meru sempat menarik benda bulat hitam dari pergelangan tangan salah satu lawannya, dan seolah menyadari keberadaan Moya dari dimensi lain, Wak Meru pun menatap teduh dan tersenyum ke arah anak perempuannya itu.
Air mata Moya kembali tumpah, dadanya bergemuruh menyaksikan peristiwa kejam yang merenggut nyawa Bapaknya.
"Bapak ... Moya bersumpah akan membalas perlakuan para bedebah itu!!" janji Moya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments