Bab 14

Aku kembali setelah mengambil minum tapi saat kembali ke kamar Lila tidak terlihat di sana.

"Lilanya mana Om?" tanyaku.

"Dia di kamar mandi."

"Ohh."

Aku meletakkan minum lalu duduk di karpet lagi. Laki-laki itu masih seperti tadi, duduk sambil sibuk dengan gawai nya. Kalau dilihat-lihat papahnya Lila memang sangat tampan meski umurnya jauh diatasku tapi tidak membuat dia terlihat tua. Wajahnya masih terlihat segar dan muda.

Aku segera menyadarkan pikiranku agar tidak memikirkan hal yang macam-macam. Aku hanya perlu fokus mengajari Lila, itu saja tujuanku datang ke rumah ini.

Akhirnya belajar hari ini selesai, aku pamit pulang sebelum gelap. Saat Lila mengajakku untuk makan malam bersama lagi, aku menolak dengan alasan ibuku menyuruh untuk segera pulang. Sebenarnya aku tidak ingin terlalu lama berada di bawah atap yang sama dengan pria itu. Rasanya setiap gerakan selalu diawasi. Aku juga mau istirahat, sebelum nanti malam bekerja lagi.

...

Pukul sepuluh malam tepatnya. Aku tengah bersiap untuk pergi bekerja di tempat bekerjaku yang selanjutnya. Di sebuah club malam di ibu kota. Aku bekerja sebagai pengantar minuman dan jika ada yang minta aku akan menuangkan minum untuk tamu dengan mendapatkan bayaran lebih. Namun aku tidak sekalipun menjajakan diriku di tempat itu.

Hanya sekali dan akan menjadi yang terakhir kalinya itu saat aku menolong papahnya Lila dari pengaruh obat. Wajar jika laki-laki itu tidak ingin putrinya berteman dengan orang seperti ku.

"Nak, kau sudah mau berangkat?" tanya ibuku. Rupanya dia terbangun.

"Iya Bu, kataku sambil berdandan. Walaupun tidak menjual diri tapi aku dituntut untuk berpenampilan menarik agar pelanggan betah.

"Maafkan ibu ya nak, kalau saja ibu ke lebih berguna sebagai ibu pasti kamu tidak harus bekerja di tempat seperti itu "

"Ibu, kenapa ibu bilang seperti itu lagi. Kan sudah aku bilang kalau aku nggak pernah merasa terbebani atau apa. Aku tulus Bu, asal keluarga kita bisa hidup damai terbebas dari hutang. Berdiam diri di rumah nggak akan menyelesaikan masalah, apalagi jika kabur."

Lagi-lagi ibu menangis merasa bersalah padaku. Aku tau perasaan ibu, dia juga sudah berjuang keras. Aku sama sekali tidak pernah menyalahkan ibuku atas apa yang terjadi padaku. Penderitaan ini semua murni karena kesalahan Ayah, lalu dia seenaknya meninggalkan mereka dengan setumpuk utang. Jika bisa saat itu aku dan ibu ingin ikut pergi bersama ayah agar tidak perlu memusingkan masalah hutang.

"Maafin, ibu nak."

"Hussstt, ibu jangan nangis nanti adik bangun dan ikut menangis kalau melihat ibu seperti ini."

Aku menghapus air mata yang membasahi pipi ibuku.

Dari rumah aku berangkat bersama dengan teman yang sama-sama berkerja di tempat yang sama. Menaiki mobil yang dibelikan sugar Daddynya katanya. Aku tidak terkejut karena temanku itu memang menjadi simpanan para pria-pria kaya. Bahkan dia sering menawarkanku untuk menjadi simpanan seperti dia. Tentu aku  akan menjadi kaya dalam waktu singkat jika mengikuti jejak temanku.

"Bagaimana rasanya mobil baruku? Enak tidak, kamu si nggak mau kayak aku. Coba ikutan pasti bisa hidup enak deehh."

"nggak dehhh, aku sudah cukup kok seperti ini." Ya, walaupun sebenarnya tidak. Tapi aku tidak mau jadi perusak rumah tangga orang lain apalagi menyakiti hati wanita lain.

Terpopuler

Comments

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

kamu yang sabar aja fan, kalau sudah waktunya kamu pasti ga akan kesusahan

2023-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!