Bab 7

Mobil yang dikendarai oleh pria itu sampai di depan rumahku. Aku segera turun sebelum diusir keluar.

"Terimakasih sekali lagi Om. Kalau begitu aku akan masuk." Aku berterimakasih pada laki-laki itu. Ya, tapi dia langsung menutup kaca jendela dan langsung pergi dari sini.

Aku hanya menghela nafas panjang, percuma sama menjelaskan kalau bukan aku yang sengaja memasukkan obat. nyatanya aku juga memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan uang darinya saat itu.

Pulang ke rumah, adil bungsuku langsung menyambut kedatanganku. Dia perempuan seperti ku lebih mudah lima tahun dariku. Tapi karena dia istimewa jadilah perkembangannya berbeda dengan anak seumurannya.

"Kakak ... kakak pulang yeeee ...."

Aku mengusap kepalanya, sayang sekali padanya. "Kenapa kamu belum tidur? Ibu mana?"

"Ibu ... ibu ...." Dia memanggil ibu kami.

"Ada apa Rin? Kau tidak apa-apa kan?" Ibu berlari dari belakang saat mendengar putri bungsunya berteriak.

"Nggak apa-apa kok Bu, tadi aku yang tanya ibu dimana jadi Rina panggil Ibu." Aku yang menjawab. Dalam sekejap, adikku sudah menghilang melanjutkan mainnya.

"Kamu sudah pulang? Syukurlah. Ibu kira kamu tidak dapat bus karena sudah terlalu malam. Kamu sudah makan, kalau belum biar ibu siapkan."

"Enggak usah Bu, aku sudah makan di rumah temanku tadi," kataku sambil memeluk ibu. Selain ibu tidak ada tempat berkeluh-kesah yang lain lagi, hanya pada ibu aku mencurahkan segala isi hatiku. Ibu adalah tempat ternyaman saat pulang ke rumah. Kalau bersama ibu rasanya aku ingin menjadi anak kecil lagi.

"Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya ibu. Dia memang sangat peka jika anak-anaknya ada yang dipikirkan. Tapi mengenai apa yang terjadi padaku dan papahnya Lila aku tidak pernah bercerita padanya jadi aku memilih menyimpan sendiri sampai sekarang. Aku hanya tidak mau ibu merasa bersalah pada ku, padahal aku sendiri yang mau melakukan itu.

"Enggak apa-apa Bu, pengin peluk ibu aja. Oh iya, apa kak Dito belum pulang?" tanyaku.

"Belum," jawab ibu dengan lesu. Aku tau kalau ibu seperti ingin menyerah untuk menyadarkan putranya yang sudah diluar kendali. Sudah tidak bisa dinasehati tapi aku percaya kalau kakakku bisa berubah suatu saat nanti.

"Enggak apa-apa Bu, suatu saat kak Dito pasti berubah. Aku yakin itu," kataku.

"Semoga saja nak. Terimakasih karena kamu sudah banyak berkorban untuk keluarga kita. Andai ayahmu orang yang benar dan Kakakmu tidak begitu, kamu pasti bisa hidup tenang. Sekolah dan bermain bersama teman-temanmu."

"Ibu ... sudah ah, jangan bahas itu lagi. Aku lagi nggak pengen sedih-sedih hari ini. Senyum ayo Bu." Aku menggoda ibu dengan mengangkat bibirnya dengan tanganku. Mata ibu sudah berkaca-kaca, aku tau kalau membahas kondisi keluarga kami pasti hanya akan membuat ibu menangis.

Aku sudah tidak ingin lagi melihat tangisan di mata ibu. Sudah lama sekali sejak ayahku mulai berubah, ibu hampir tidak pernah tersenyum yang benar-benar bahagia. Setiap hari dia akan diam-diam menangis, lalu di depan kami anak-anaknya dia akan tersenyum palsu. Andai aku, ibu dan adik bisa tinggal bertiga saja sejak dulu pasti kami bisa bahagia walaupun hidup sederhana. Andai dulu ibu mendengarku untuk berpisah dengan ayah pasti kami tidak harus menanggung hutang ayah yang menumpuk.

Tapi aku tidak pernah menyesal meski harus bekerja keras sekarang. Dengan begini aku tau bagaimana caranya menghormati ibuku.

Saat kami berdua sedang bermain-main dengan adikku. Kakakku pulang ...

Terpopuler

Comments

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

suruh pergi aja tu kakaknya fanya

2023-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!