...Cinta akan datang karena terbiasa. Perasaan itu akan muncul ketika tanpa sadar mulai terbiasa dengan kehadirannya....
...~Bia Quinsa Altafunisha...
...****************...
"Maafin Bia ya, Mbak. Maafin Bia udah bikin Mbak Dhira nangis," Kata Bia dengan telepon yang tersambung pada wanita yang sangat dia sayangi seperti kakaknya sendiri.
"Ini bukan salah kamu, Bi. Ini salah Mas Shaka. Dia memang kasar sama kamu!" Ujar Dhira dengan nada suara yang marah.
Bia terlihat meneguk ludahnya dengan kasar. Dia melirik ke arah Shaka yang duduk di sampingnya ikut mendengar suara Dhira. Ya, Bia memang menghubungi Dhira atas kemauan Shaka. Pria itu meminta Bia memberikan kabar bahwa mereka sudah bersama.
"Kamu masih mau melanjutkan kesepakatan kita kan, Bi?" Tanya Dhira dari seberang sana.
"Iya, Mbak. Bia tarik kata-kata Bia tadi," Ujar Bia dengan pelan.
"Ah syukurlah. Makasih banyak, Bi. Kamu adalah malaikat untuk kami berdua. Berkat kamu, pernikahan kami selamat. Terima kasih banyak. Terima kasih," Ucap Dhira dengan nada suara yang begitu bahagia.
Hati wanita cantik dengan jilbab menutupi kepalanya itu mengangguk. Ada perasaan bahagia dan lega di hatinya. Dia merasa bahagia saat Dhira begitu bersyukur tentangnya.
Ada perasaan yang tak bisa dijabarkan saat dia berhasil membuat dirinya bermanfaat untuk orang lain.
"Mbak, aku hanya perantara dari Tuhan untuk Mbak Dhira," Ucap Bia dengan pelan.
"Tapi sama saja. Berkat kamu aku sangat bahagia. Kamu senang-senang disana yah. Aku tutup dulu telponnya," Ucap Dhira yang membuat Shaka terkejut.
"Sayang… Sayang… "
Tut.
Shaka menghela nafas berat. Panggilan itu sudah terputus tanpa dirinya berbicara. Padahal dirinya sangat merindukan Dhira sekarang.
"Apa perlu Bia telepon lagi, Mas?"
Shaka menggeleng. Dia tak mau istrinya marah lagi.
"Gak usah."
Saat keduanya terdiam. Tak lama suara perut terdengar dan membuat keduanya sama-sama menoleh.
"Kamu lapar?" Tanya Shaka pada Bia.
Perempuan berjilbab itu tersenyum begitu manis dengan kepala mengangguk. "Iya, Mas. Laper banget."
"Kamu bisa masak kan? Ya masak lah!" Kata Shaka dengan menyindir.
Bia mendengus. Dia beranjak berdiri dan berjalan ke arah dapur. Perempuan itu membuka kulkas dan memutar matanya malas.
"Gak ada bahan apapun di kulkas. Kosong!" Sindir Bia pada Shaka. "Apa kamu lupa, Mas. Kita belum belanja!"
Shaka menarik nafasnya begitu dalam. "Ya kamu belilah! Kamu punya kaki kan? Bisa jalan? Bisa beli sendiri?"
Astaga!
Bia mengusap dadanya berulang kali. Dia harus tahu jika ucapan Shaka memang benar. Meski nadanya terkesan menyebalkan.
"Kalau tau gini, aku tadi pergi yang jauh sekalian. Gak usah balik!" Gumam Bia sengaja.
"Apa!" Seru Shaka mendengarnya.
Dia spontan beranjak berdiri. Mendekati Bia yang berdiri sambil menopang dagunya di pantry.
"Kamu mau makan apa? Aku belikan!" Kata Shaka dengan panik.
Bia tersenyum dalam hati. Ah sepertinya ancaman dan permintaan dirinya tadi membuat dia bisa mengendalikan Shaka sedikit.
Setidaknya pria itu memiliki rasa takut pada dirinya.
"Aku bukan pemilih makanan. Semua bisa aku makan!" Kata Bia dengan pelan.
Shaka menggeram. Dia tak suka jika diminta tau seperti ini. Tanpa diduga, pria itu memutar meja pantry dapur dan menarik tangan Bia.
"Eh, Mas!"
"Aku beri kamu waktu satu jam untuk mencari makan. Ayo!"
Hal kecil itu membuat Bia tanpa sadar melihat ke arah tangan mereka. Tangan yang saling menggenggam itu membuat jantung Bia berdegup kencang.
Sikap yang tak terduga. Sikap manis ini entah kenapa membuat sesuatu dalam diri Bia mulai bermunculan. Namun, tak lama, kepala itu menggeleng. Bia mengingatkan dirinya. Bia mengatakan pada dirinya sendiri.
"Jangan melibatkan perasaan kamu, Bi. Ingat kamu hanya pemeran pengganti disini. Gak lebih!"
...****************...
Akhirnya Bia memilih salah satu warung yang menjual makanan seafood dengan harum begitu semerbak. Wanita itu telah duduk dengan tenang dan menatap makanan yang telah ia pesan dengan mata berbinar.
Perlahan, Bia mulai memakan makanan itu. Dia memakan dengan begitu anggun. Ah lebih tepatnya ya memang seperti inilah cara makan Bia. Dibalik sikapnya yang ceria, cerewet dan bar-bar.
Tingkah laku gadis itu masih sangat tahu batasan dan kondisi.
"Istrimu sangat cantik. Dia tak akan pergi meski kamu tak melihatnya!" Kata seorang pengantar minuman pada Shaka.
Pria itu tergagap. Dia benar-benar tak percaya jika apa yang dia lakukan kepergok oleh orang lain. Hal itu membuat Bia yang sejak tadi menikmati makanannya mendongak.
"Mas lihatin Bia makan?" Tanya Bia dengan mengedipkan matanya polos.
"Jangan pede kamu! Siapa yang lihatin kamu," Kata Shaka dengan memalingkan wajahnya.
"Loh! Ngapain Mas Shaka sewot. Bia cuma tanya. Apalagi mas pelayan tadi juga bilang begitu," Sindir Bia dengan menunduk kembali dan menatap makanannya.
"Kamu!"
"Kalau lihatin Bia. Lihatin aja, Mas. Gakpapa, gak perlu ngelak gitu tapi ati-ati… " Kata Bia dengan pelan dan menjeda ucapannya. "Ati-ati nanti jatuh cinta."
Jantung Shaka berdegup kencang. Dia bahkan sampai menelan ludahnya saya melihat Bia kembali melanjutkan makan. Seakan perkataan gadis tadi tak berpengaruh untuk siapapun.
Tanpa Bia tahu, jika hati Shaka merasa tersentil. Ah lebih tepatnya merasa seperti ada sesuatu dalam dirinya tapi dia belum tahu itu apa. Wajah pria itu berpaling.
Dia menatap pantai itu dengan berusaha menenangkan dirinya.
"Cepat selesaikan makanmu dan kita pulang!"
"Iya iya, Mas!"
Bia makan dengan cepat. Namun, tak lama pandangan Shaka kembali menatap ke arah Bia.
"Ini gamis kan, gamis yang kamu pakai waktu datang kesini," Kata Shaka pada Bia.
Kepala wanita itu mengangguk.
"Emang."
"Kamu gak ganti?"
"Gimana mau ganti? Emang aku bawa baju lagi? Masak iya aku harus pakai baju itu keluar?" Sindir Bia mengingatkan Shaka pada baju yang disiapkan oleh Dhira.
"Ya kamu bisa beli kan?"
"Caranya? Gak ada cara lain. Untung aja ni baju gak kotor. Jadi aman aku pakai lagi!" Sindir Bia lalu meminum minumannya dengan pelan.
Shaka terdiam. Namun, tak lama pria itu mulai beranjak berdiri dan membuat kepala Bia mendongak.
"Ayo cepat! Kita pergi belanja baju dulu lalu pulang!"
Mata Bia berbinar. Wanita itu spontan mengambil tisu dan mengusap bibirnya. Setelah itu dia segera mengikuti langkah kaki Shaka seperti anak kecil.
"Aduh!" Pekik Bia sambil mengusap dahinya yang terbentur punggung Shaka. "Kenapa berhenti mendadak sih, Mas?"
Shaka berbalik. Dia menatap Bia yang masih mengusap dahinya dengan pelan.
"Kamu sendiri ngapain jalan di belakangku, hah?"
"Kan aku ngikutin kamu, Mas," Jawab Bia dengan polos.
"Ya kamu bisa jalan di sampingku. Gak perlu kayak anak ayam yang takut ilang!"
"Astaga!" Bia melototkan matanya. "Mana ada anak ayam secantik aku?"
Bia mengatakan itu dengan sewot. Lalu dia berjalan lebih dulu dengan wajah cemberut.
"Ayo cepat, Mas! Katanya gak boleh lama!"
~Bersambung
Duhh Bianya gemesin, Shakanya mulut bon cabe. Kan kalau disatuin rasanya bikin gemes gemes pedes haha
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
sudah oleng otak Shaka luluh dikit semangat Bia
2023-12-29
0
🌹🪴eiv🪴🌹
otak Shaka be like "piak" 🐣
2023-05-05
1
🌼 Pisces Boy's 🦋
mana ada menyelamatkan rumah tangga yang ada menghancurkan
2023-02-01
0