...Sebuah hubungan yang harusnya begitu indah dan suci ternyata harus menjadi kenangan tak berbekas karena sebuah alasan. ...
...~Bia Quinsa Altafunisha...
...****************...
Hari ini pernikahan sederhana antara Shaka dan Bia digelar di apartemen Dhira. Sebuah apartemen yang sudah lama tak dihuni itu, kini menjadi tempat bersatunya dua manusia yang tak saling mencintai. Pernikahan rahasia yang terjadi di antara orang-orang yang datang.
"Kalian sudah sah menjadi suami istri sekarang," Kata seorang penghulu yang menikahkan keduanya secara agama. "Silahkan tanda tangan disini."
Shaka masih diam. Dia merasa seperti dejavu sekarang. Pria itu menatap tak percaya jika dirinya sudah mengucapkan kata akad lagi tapi bukan nama istrinya yang dia sebutan. Melainkan… nama wanita lain.
"Mas," Panggil Dhira pelan yang membuat Shaka menoleh.
Hatinya semakin sakit saat kedua bola mata istrinya itu memerah dengan bekas air mata membasahi wajahnya. Jujur Shaka tahu, istrinya adalah orang yang paling tersakiti disini. Namun, semua yang terjadi atas dasar kesepakatan antara istrinya dan wanita yang baru beberapa menit lalu sah menjadi istri sirinya juga.
"Cepat tanda tangan, Mas. Ayo!"
Seperti robot yang menurut. Akhirnya Shaka menandatangani kertas itu dengan pandangan hampa. Dia seperti mayat hidup yang hanya menuruti permintaan istrinya. Jujur Shaka tak mau berada di posisi ini. Dia tak mau menikah lagi. Namun, dia harus melakukan semuanya demi pernikahan mereka.
"Jangan menangis," Lirih Shaka pelan yang membuat Dhira memaksakan senyumannya.
"Aku baik-baik saja, Mas. Semua ini demi kita. Demi pernikahan kita," Kata Dhira yang membuat Shaka mengangguk.
Bergantian Bia akhirnya membutuhkan tanda tangan di materai itu. Dia menatap kertas itu juga dengan pandangan campur aduk. Matanya melirik ke arah pria yang sejak tadi diam dengan tangan mengepal.
Pria yang sangat dekat dengannya. Pria yang mau menjadi saksi nikahnya. Pria yang memiliki ikatan darah dengannya itu sejak tadi hanya diam dan menunduk.
"Terima kasih. Saya pamit pulang," Pamit pak penghulu yang menikahkan keduanya.
"Selamat, Ka. Hari ini adalah awal kebahagiaan Lo," Kata Arthir Shaka, kakak kandung Shaka.
Selesainya semua acara. Akhirnya Bia berjalan ke arah pintu utama apartemen. Wanita itu berdiri tepat di depan pria yang sejak tadi menatap ke arahnya dengan pandangan iba.
"Jangan mengasihani aku, Kak. Aku baik-baik saja," Ujar Bia yang membuat pria itu menghela nafas berat.
"Maafin Kak Abra," Kata Abra, kakak kandung Bia lalu memeluknya.
Kakak adik itu saling menenangkan. Keduanya begitu memahami antara satu dengan yang lain.
"Karena Kakak kamu harus mengalami hal ini, Bi. Kakak… "
"Itu sudah takdir," Sela Bia sambil melepaskan pelukan mereka. "Tak ada yang harus disesali. Semuanya sudah terjadi, Kak."
Bia masih sempat menampilkan senyuman ramahnya. Dia menatap ke arah kakak kandungnya dengan begitu tenang.
"Jujur Kakak belum setuju dengan tindakan kamu ini tapi…" Jeda Abraham dengan menatap kedua bola mata adiknya. "Kakak percaya kamu memiliki alasan untuk semua ini."
"Aku hanya ingin membantu mereka, Kak. Aku hanya ingin membantu mereka memiliki anak."
"Ingat pesan Kakak! Jika dia macam-macam, berlaku kasar atau memukulmu. Bilang pada Kakak! Oke?"
Bia mengangguk. Dia memeluk kakaknya lagi dengan penuh kasih sayang.
"Terima kasih sudah selalu ada buat, Bia. Jaga rahasia ini, Kak. Jangan sampai Ayah dan Ibu tahu."
...****************...
Setelah kepergian Kakaknya. Bia akhirnya duduk dengan tenang di sofa apartemen. Dia menatap ke arah cincin yang sudah tersemat di jarinya.
"Diliatin mulu. Gak bakal jalan itu cincin, Bi," Kata Arthir dengan mengambil duduk di depan Bia.
Perempuan itu tersenyum. "Cantik ya? Ini pasti mahal banget."
Arthir terkekeh. Dia geleng-geleng kepala menatap istri kedua adiknya itu.
"Itu berlian asli. Jadi mahal banget," Ujar Arthir yang membuat kedua bola mata Bia memembola.
"Wahh. Jadi bener kata Mbak Dhira yah. Kalau Mas Shaka itu kaya raya," Ujar Bia dengan menatap cincin itu lagi.
"Tentu. Dia kaya raya sekali, Bi. Adikku itu pekerja keras selama ini," Kata Arthir yang membuat Bia menganggukkan kepalanya.
"Kalian dari mana saja?" Kata Arthir yang membuat Bia menoleh ke arah pasangan suami istri yang baru saja datang. "Kalian habis ngapain? Ada lipstik di ujung bibirmu, Ka!"
"Nah kan. Aku bilangin apa tadi. Cuci muka dulu tapi kamu gak mau," Kata Dhira yang dibalas acuh oleh Shaka.
Pria itu memilih duduk di kursi yang lebih panjang dengan tangan yang tak lepas atas genggaman tangannya dengan Dhira.
"Mas lepas dulu ih. Ada Bia!" Ujar Dhira tapi tak digubris oleh Shaka.
Bia hanya menunduk. Dirinya bukan anak kecil yang tak tahu apa yang sudah keduanya lakukan. Namun, tetap saja. Gadis itu sadar diri. Apa yang harus dia lakukan disini, tujuannya apa dan kegunaannya apa.
"Kalian sudah siap, Kan? Pesawat kalian akan terbang 3 jam lagi," Ujar Dhira yang membuat Shaka menoleh.
"Mau kemana?"
"Ke Singapura, Mas."
"Singapura?" Ulang Shaka dengan kening berkerut. "Kita… "
"Bukan kita tapi kamu dan Bia," Kata Dhira menjelaskan.
"Apa! Kenapa kamu gak bilang sama aku?" Seru Shaka dengan intonasi yang mulai tinggi.
"Mas udah! Jangan mulai lagi. Kamu harus bulan madu dengan Bia agar rencana kita berhasil. Kamu mau kita tetap kayak gini atau… "
"Iya aku mau," Sela Shaka dengan cepat.
Dia tak suka istrinya menyebutkan rencana mamanya. Dia tak suka Dhira mengatakan perceraian di antara mereka.
Karena itu tak akan terjadi. Kapanpun! Jangan pernah berharap ada kata cerai.
"Terima kasih, Mas. Makasih banyak," Kata Dhira dengan pandangan sakit.
"Gue tunggu di mobil yah," Pamit Arthir pada Shaka dan Dhira.
"Bia ikut, Mas. Bia juga ingin cari angin," Kata Bia yang akhirnya meninggalkan Shaka dan Dhira disana.
Setelah keduanya hanya berduaan saja. Shaka perlahan menarik istrinya dalam pelukan. Dia memeluk wanita yang tak lama mulai menangis dengan pelan.
Tak ada yang bisa keduanya lakukan. Semua yang terjadi karena tekanan orang tua. Menurut Dhira, daripada dia berpisah lebih baik dia memilih jalan seperti ini.
"Kamu harus janji sama aku, Mas. Kamu gak bakal jatuh cinta sama Bia. Kamu hanya melakukan ini karena seorang anak untuk kita. Kamu gak boleh main mata terlalu lama sama dia!" Kata Dhira mengatakan itu dengan melepaskan pelukannya.
Dia menunjuk wajah Shaka dan mengatakan segalanya dengan wajahnya yang basah akan air mata.
"Sayang. Hey lihat aku!" Kata Shaka lalu menangkup kedua sisi wajah Dhira dengan pelan. "Kamu gak percaya sama aku?"
"Aku takut, Mas. Aku takut dia ngambil aku dari kamu," Lirih Dhira pelan pada Shaka.
Kepala pria itu menggeleng. "Aku hanya akan mencintaimu. Hatiku cuma buat kamu, Dhir. Jadi jangan khawatirkan apapun. Cukup kamu percaya sama aku."
"Aku pegang janjimu yah?"
"Tentu. Pegang janjiku ini. Dia hanya wanita yang akan memberikan kita anak. Dia hanya wanita yang akan mewujudkan kebahagiaan kita."
Tanpa keduanya sadari. Sosok Bia ada di dekat pintu apartemen dengan tubuh mematung saat telinganya mendengar kata-kata yang begitu menyakitkan dari bibir Shaka.
"Dan kamu harus sadar akan posisimu, Bi!" Ujarnya pada dirinya sendiri.
~Bersambung
Belum apa-apa udah nyelekit duluan. Di ulti sama Mas Shaka hiks. Sakit woyy astaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
g mau suami jatuh cinta dan pelukan wanita lain jangan suruh nikah lg dongi
2023-12-29
0
Lisa Aulia
nggak habis pikir sama Dhira...udah tau takut suami nya jatuh cinta sama wanita lain tp masih di suruh nikah lagi...ya nama nya udah nikah dan tinggal bersama mustahil lah nggak ada rasa...
2023-05-06
0
Tabrani Murtado
kho wali nikah y, sm adik y, gx sahlah msh ada orang tua kecuali d kuasakan walaupun nikah siri ttep wali harus bp y, g boleh sm adik y
2023-04-14
0