"M-maaf, Pak. Saya lupa ngetuk pintu dulu..." kataku.
"Emh, Bapak lagi sakit?" ucapku yang naruh belanjaanku di meja dan mendekati pak Raga yang berdiri di depan pintu toilet.
"Nggak, nggak. Saya nggak kenapa-kenapa, saya cuma kejepit,"
"Tangan Bapak kejepit?"
Sebagai asisten pribadi yang gesit, aku pun meraih tangan pak Raga ngecekin jari mana yang kejepit.
"Nggak ada yang luka kok, Pak! aman semua nih jari!"
"Nih pintu juga aman, nggak ada bocel-bocelnya. Tapi kok muka Bapak pucet gitu?" aku lanjut nanya.
"Saya bukan bukan kejepit pintu, tapi kejepit retsleting!" kata pak Raga dengan wajah yang masih meringis.
"Retsleting?"
"Sudah, sudah. Nggak perlu dibahas!" kata pak Raga yang jalan kayak orang habis di sunat, dia duduk pelan-pelan di sofa.
Asli, aku sebenernya nggak kuat nahan ketawa. Tapi aku nggak boleh kelepasan, ntar pak bos marah-marah. Awalnya aku kira dia pucet gitu gara-gara ngeliat setan, eh ternyata karena aset masa depannya terancam.
"Bapak mau saya antar ke rumah sakit?" tanyaku.
"Dia gelengin kepala, "Nggak, nggak usah! saya mau cancel aja schedule hari ini!" katanya sambil menahan sakit.
"Saya bilang mas Liam kalau begitu ya?" ucapku.
"Mas?"
"Eh, maksud saya pak Liam..."
"Ngaco!" kata pak Raga.
Dia nelfon seseorang untuk me-cancel semua jadwalnya hari ini. Nggak lucu juga dia ketemu orang dengan jalannya yang ngegang begitu. Aku belum hafal, berapa sebenernya asistennya pak Raga. Aku juga kan baru aaisten pribadinya baru dalam hitungan hari.
Oh ya. Pak Raga juga nelfon dokter Sam buat dateng kemari. Dia cukup mandiri buat nelfonin sendiri. Lumayan lah, bisa ketemu dokter ganteng hari ini. Aku cuma belum percaya akan pernikahan, bukan berarti mataku siwer nggak bisa bedain mana yang ganteng mana yang nggak.
Pak Raga itu ganteng, tapi galaknya itu loh. Kayak singa yang lagi kelaperan. Kita kan suka kaget kalau dia ngebentak gitu ya gaes.
"Ambil," ucap pak Raga. Dia ngeluarin satu hape dari saku jasnya.
"Apa ini, Pak?"
"Itu hape," ucap pak Raga kesel.
"Iya Pak, saya tau ini hape. Maksudnya ini buat apa?"
"Disitu ada banyak kontak penting. Mulai sekarang kalau ada apa-apa kamu yang menghubungi. Kamu jadi asisten saya bukan untuk makan gaji buta," tandasnya.
Yeuuuh si Bapak. Masa depan lagi cenat cenut aja masih bisa marah-marah. Heran deh.
Nggak lama dokter Sam datang.
"Ada apa lagi, Ga? kamu tau nggak aku tuh lagi ada jam praktek di rumah sakit. Kayak orang yang mau lahiran aja disuruh cepet-cepet kesini?" kata dokter Sam.
Kalau aku sih cukup ngeliatin dokter Sam aja, segala penyakit bisa langsung 'caw' minggaat.
"Kalau nggak urgent juga males banget manggil kamu kesini, Sam!"
"Siapa lagi yang sakit?"
"Aku habis kejepit retsleting," kata pak Raga.
"Gimana, gimana, Ga? kejepit?!! huaaahahahhahah,"
"Yang bener aja? kok bisa? lagi buru-buru apa gimana?" tanya dokter Sam.
Yang dibalas gaplokan dari pak Raga, "Aku nyuruh kamu kesini bukan buat ngetawain,"
"Ya udah, aku periksa dulu, seberapa parah lukanya..." ucap dokter Sam.
Aku yang ngedenger itu pun, mendadak bingung aku harus ngapain.
"Kamu yakin mau disini terus?" tanya dokter Sam.
"Ehm, saya ke pantry dulu,"
"Nggak usah tanggepin dokter gendeng ini! siapa juga yang mau diperiksa? duduk dan suapi saya, saya lapar!" kata pak Raga bossy banget.
"Suapin? kan yang kejepit aset Bapak bukan tangan Bapak?" aku aku masih berdiri.
"Hahahaha, ya ampun. Kamu nemu asisten baru dimana sih, Ga? lucu juga orangnya," kata dokter Sam yang semula aku kira kalem, bisa juga ketawa lebar kayak gitu.
"Tunggu apa lagi?" pak Raga nunjuk makanann dengan dagunya.
Aku pun ngeluarin burger dan coklat frappe. Dengan rasa canggung aku ngeluarin burger dan ngarahin ke mulut judes pak bos.
"Kalau nggak meriksa, terus buat apa aku disini? buat ngeliatin kamu yang lagi menjelma bayi tua?" tanya dokter Sam.
"Ya kamu kasih obat kek, kasih apa kek, jampi-jampi kek. Yang penting biar aku cepet sembuh!" kata pak Raga.
"Sunat lagi aja deh, Ga!" usul dokter Sam.
"Dasar dokter gendeng!" umpat pak Raga.
"Hadeuh, kalau nggak inget. Kamu itu pasien exclusive, dah aku tinggal daritadi! sakit tapi nggak mau diperiksa? gimana mau ngasih obatnya coba?" dokter Sam geleng-geleng kepala sambil corat-coret di sebuah kertas.
"Nih resepnya!" lanjut dokter Sam ngasih secarik kertas ke pak Raga.
"Apaan nih?" pak Raga ngibasin kertas itu.
"Kan aku bilang resep!"
"Kamu nggak bawa obatnya? ngapain aku panggil kamu kesini kalau ujung-ujungnya aku harus nebus obat sendiri?" kata pak Raga.
Dokter Sam ngelus dadanya sendiri, "Kamu yang sabar ya? ngadepin Raga itu harus banyak stok sabarnya, anggap aja ladang pahala," kata dokter Sam ngelempar senyum ke aku.
"Iya, Dok..." aku balas senyuman manisnya.
Beuuh, aku yang gugup jadi nyeruput coklat frappe nya pak bos.
"Racheeeell..." pak Bos gregetan.
"Eh, iya, Pak. Maaf, saya haus liat Bapak makan soalnya," ucapku sambil jejelin lagi mulut si bos pake burger jumbo.
"Ntar suruh orang aja buat beli. Aku harus balik lagi ke rumah sakit," dokter Sam bangkit dari duduknya.
"Ya sudah, thanks Sam!" ucap pak Raga.
Dokter Sam angkat tangannya tanpa berbalik, "Never mind!"
.
.
.
Setelah semua jadwal jadi amburadul gara-gara insiden sleting yang kebablasan, pam bos nyuruh aku buat nganter ke rumahnya.
"Inget ya, panggil Sayang, atau apapun itu. Jangan menunjukkan raut wajah canggung, aku nggak mau nenekku curiga," kata pak bos.
"Kamu ngerti nggak, Rachel?" tanya pak Raga.
"Iya, iya ngerti saya, Paaak..." ucapku dengan lembut.
Belum pernah sekalipun pacaran, ya pasti kagok lah aku sama pak Raga secara dia juga bos aku di kantor.
"Moga aja neneknya pak Raga nggak nyeremin ya, nggak galak..." ucapku dalam hati.
Setelah berkendarablumayan lama, akhirnya terpampang juga secara nyata dan haqiqi sebuah bangunan mewah di depan mataku.
Kita orang udik cuma bisa melongo ngeliat rumah yang nggak usah ditanya berapa harganya, udah pasti lu kagak sanggup buat nyicil apalagi beli.
"Turun," kata pak Raga. Saat ini kita di setirin orang suruhannya pak bos.
Udah pasti dia nggak bakalan fokeus bawa mobil secara dia lagi nyut-nyutan nggak karuan. Nah dia aja jalan kayak penganten sunat inih.
"Tahan, Rachel. Jangan ketawa," ucapku dalam batin.
"Selamat---" ucap seorang pelayan. Tapi sebelum pelayan itu melanjutkan ucapannya, pak Raga angkat satu tangan. Pelayan itu pun langsung terdiam.
"Ssshh, aduuh..." sesekali pak Raga mengaduh lirih.
"Tumben sudah pulang jam segini kamu, Raga!" ucap seorang nenek tua dengan gayanya yang elegant diusianya yang mungkin sudah menyentuh kepala 7
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Kamiem sag
😲🤭
2024-01-10
0
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣🤣
2023-12-26
1
Park Kyung Na
🤣🤣
2022-12-13
0