Aku lari ke lift, "Cepetan dong naiiiikkkkk?!!!" aku berdiri nggak sabaran buat mencapai lantai 20. Noh tempat pak Raga ngejogrog tiap hari. Dan karena mulai hari ini saya asprinya, berarti aku juga bakal ikutan ningkring di lantai itu.
Baru juga si lift kebuka, aku mau melangkah keluar. Eh tiba-tiba ada yang narik rambutku, lebih tepatnya nyabut ya. Tapi aku tetep keluar dari si kotak besi.
"Aaawwkk!" aku yang ngerasa ada yang ngejambak pun nengok ke belakang. Tapi nggak ada siapa-siapa, dan pintu lift pun ke tutup.
"Mungkin rambut aku kecangkol," ucapku untuk mengusir rasa takut yang berkepanjangan.
Kayaknya bakal lebih ngeri kalau pak Raga dateng duluan. Nggak lucu kalau aku menjabatbsebagai aspri cuma dalam hitungan detik abis itu dipecat. Bisa makan mie instant selama sebulan penuh ini mah.
"Mbak, mesin absennya dimana?" aku nanya sama mbak Erna sekretarisnya pak bos yang udah terkenal galak plus medit kalau dimintai info.
"Tanya sama pak Raga," ucap mbak Erna males.
"Mesinnya ada di dalem?" aku nanya lagi.
Mbak Erna cuma ngelirik doang, nggak mau ngejawab. Aaiih, pengen aku tamplek itu pipinya. Tinggal jawab iya apa nggak kok ya susah banget sih.
"Ruanganku---"
Mbak Erna main nyerobot, "Didalam sana, Ra-chel..." ucap mbak Erna dengan lugas.
Yeuuuh mbak Erna, pagi-pagi kok ya hobi banget bikin orang kesel.
Buka salah aku loh ya kalau aku nggak absen. Nggak ada yang ngasih tau secara bener dimana tuh mesin.
Aku tarik handle aja cuek, "Kenapa aku nggak tanya Amel aja yang jelas, aih nyesel main ngib---rit..." ucapanku mbleret saat sosok pak Raga udah duduk manis di kursinya.
Ya ampun nih orang nggak pulang ke rumah apa gimana sih? Kok ya jam segini udah di kantoooor. Alamat dipecaat abdi teh.
"Terlambat 1 menit 57 detik?! perusahaanku tidak menerima orang pemalas! kau harus datang sebelum aku, mengerti?" ucap pak Raga. Dia mengambil pulpen dan mengambil satu dokumen buat dia periksa.
"Mengerti, Pak..."
"Sekarang buatkan aku kopi!" suruh pak Raga.
Aku balik kanan buat ke pantry, tapi suara pak Raga kembali menggema.
"Apa bikin kopi harus banget pakai tas?" tanya pak Raga.
"Hah?"
"Hah hoh hah hoh, taruh tasmu disana! dan cepat bawa secangkir kopi kesini!" tunjuk pak Raga ke satu meja kosong dan kursi yang berada di pojok. Dekat dengan sofa.
Nggak mbak Erna nggak pak Raga semuanya sama aja. Sama-sama nyebelin. Aku keluar dari ruangannya pak Raga dengan muka kecut sekecut-kecutnya.
Aku karyawan kelas bawah kan nggak begitu hafal pantry di lantai ini letakknya dimana. Mbak Erna nggak mau ngasih tau coba. Lah terus abdi teh kudu tanya sama siapa coba?
Wes angeeel angel, aku yang sengaja menggerai rambut panjangku yang sedikit bergelombang dan masang jepitan di kepala dekat dengan telinga pun, mulai ngabsenin satu persatu sudut yang ada di lantai 20.
"Eh Mbak Narni, ehm pantry-nya ada dimana ya? saya disuruh buatin pak Raga kopi," ucapku ke salah satu office girl yabg aku temui.
"Kopi? tadi pagi baru saja saya liat mbak Erna buatin pak Raga kopi. Mbak asisten barunya pak Raga?" tanya mbak Narni.
"Iya, Mbak. Jabatan baru," aku senyum tipis.
"Oh asisten baru. Moga betah ya, Mbak. Disabar-sabar aja kalau sama pak Raga,"
Aku cuma bisa senyum garing. Aku nggak mau komen apa-apa takut salah.
"Berarti aku nggak usah bikin kopi lagi, ya? kan udah dibikinin mbak Erna..."
"Tapi buatin aja kalau pak Raga yang nyuruh, daripada kena masalah..." ucap mbak Narni.
Lah iya bener juga apa kata mbak Narni. Akhirnya aku nyalain kompor dan mulai tuh bikin kopi. Aku dapet resep cara bikin kopi yang enak tuh dari temen kuliahku, Mirza yang kebetulan pecinta kopi. Ah, jadi kangen ama tuh bocah. Udah lama banget kita nggak ketemu semenjak acara reunian pas momen lebaran tahun kemaren.
"Udah mendidih tuh, Mbak?!" ucap mbak Narni.
"Saya keluar dulu ya, Mbak. Disuruh beliin sarapannya mbak Erna," ucap mbak Narni.
"Iya, Mbak. Makasih ya..."
"Lagi ngerebus air kok ya sempet-sempetnya ngelamunin Mirza," gumamku.
Udah aku taruh kopi di cangkir, sekarang tinggal tuang airnya setengah cangkir terus masukin gula satu setengah sendok. Aroma kopi udah kecium enak. Dan lagi khusyuk nguber tiba-tiba aja ada suara perempuan yang berbisik di telinga kiri ku. Dia bilang, "Kembalikaaaan,"
Aku sontak nengok ke kiri, "Hhh ... hhh, suara siapa tadi?" gumamku.
"Mbaaak, Mbaaak Narniiii?" akunpanggil mbak Narni. Tapi nggak ada jawaban.
Aku tuang lagi air panas ke cangkir, lalu aku bawa keluar dari pantry, "Rachel abis ngelamunin Mirza kok ya bisa halusinasi pagi-pagi? nggak bener kamu, Rachel!"
Aku ketok pintu dulu sebelum masuk. Mata mbak Erna mengawasi aku yang udah narik handle pintu dan aku jadi buru-buru masuk.
"Ehm, ini kopinya, Pak..." ucapku naruh kopi di meja pak Raga.
Dan bener aja tuh ada satu cangkir yang masih utuh. Tangan pak Raga mebgambil cangkir yang udah lebih duku ada di meja, dan dia kasih ke aku.
"Bawa ini ke pantry!" ucapnya.
Aku menerima cangkir utu dengan gamang, "Belum diminum ya, Pak?" tanyaku.
"Kurang panas saya nggak suka!" ucapnya ketus.
"Buat saya saja kalau begitu," ucapku yang nggak tau malu.
"Terserah," ucap pak Raga.
Bodo amatlah daripada aku harus bolak-balik ke pantry. Selain capek, aku juga ngeri.
Aku bawa tuh cangkir ke meja ku sendiri. Padahal aku belum sarapan, agak nyari penyakit juga nih kalau aku minum nih kopi.
Beteweh, aku belum tau aku harus ngapain aja hari ini. Mau nanya pak Raga, dia sibuk banget. Mau nanya mbak Erna, pasti jawabannya bikin tekanan darahku naik.
Ya udah, mending duduk aja disini. Sambil nikmatin kopi, " Pwwiiihhh,"
"Asyiiiiiinnn..." aku ngibrit ngabil tisu di meja.
"Berisik sekali kamu, Rachel?!" seru pak Raga.
"Kopinya asin, Pak!"
"Ya makanya saya minta kamu buat bikinin kopi baru. Erna nggak bisa membedakan mana gula mana garam!" ucapnya agak nyantai. Aku kadang bingung sama cara bicaranya yang suka berubah-ubah.
"Lah kalau Bapak tau kopinya asin, kenapa Bapak tidak bilang sama saya, Pak? jadi kan saya tidak sampai minum itu kopi," kataku.
"Kamu kan nggak nanya!" ucapnya santai.
Ya ampun, bisa nggak aku dapet bos yang agak warasan dikit? yang ada tatih tayangnya minimal. Tolong kalau ada bisa ketik Reg spasi Bos spasi idaman, kirim ke 0000. Sekian terima gajih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Kamiem sag
kurasa hantu tu yg punyam rambut sambungnya Rachel
2024-01-10
0
Zuhril Witanto
ya salam
2023-12-25
0
Zuhril Witanto
kayaknya suruh ngembaliin rambutnya deh
2023-12-25
0