Deeuh, aku mau jalan tapi sakit banget. Hari pertama aja udah apes, sungguh bukan awal yang baik.
Namun tiba-tiba badanku melayang, aku digendong sama pak Raga.
"Tugas kamu ngurusin saya, bukan saya yang ngurusin kamu," ucapnya dingin.
Ya elah, Pak Raga. Aku juga nggak mau kali kesleo begitu. Emangnya enak apa ini otot ketarik kayak gini, sakitnya tuh sampai ulu hati tau nggak.
"Duduk disini," ucap pak Raga.
"Pak..."
"Ada apa lagi, Rachel?" tanya pak Raga gemes.
"Itu mbak Erna gimana nasibnya?"
"Astaga, kenapa aku bisa lupa!" gumam pak Raga.
Kemudian dia nelfon tuh sama seseorang. Nggak tau lah siapa. Yang jelas dia nyuruh orang itu buat kesini.
Dan teng teng teng teng!
Yang dateng siapa? pak dokter!
Beuuh ini makhluk kok ya nggguantenge pool. aku aja sampe lupa ngedip, untung nggak ngiler.
"Racheel?!" seru pak Raga.
"Eh, iya Pak...!" aku gelagapan.
Iih, pak Raga mah. Nggak ngerti banget kita lagi merhatiin pahatan tuhan yang begitu macho. Boleh lah, pak dokter kita di obatin.
"Racheeel...!" pak Raga manggil lagi.
"Ya ampun, iya Pak?!" aku jadi agak kesel.
Pak dokter yang aku baru tau namanya Samuel ini pun lagi meriksa keadaan mbak Erna.
"Gimana, Dok? keadaannya?" aku sok nanya aja. Biar ada speak-speak aja gitu.
"Tidak ada masalah..."
"Dia pingsan, kok nggak sadar-sadar?" aku kepo juga nih mbak Erna kok nggak ada tanda-tanda mau sadar gitu.
"Tekanan darahnya normal, nafas, juga detak nadinya. Dia tidak pingsan," tandas pak Dokter.
"Eh, gimana gimana? Nggak pingsan? maksudddnyaaahhh?" batinku merontah.
"Kalau begitu saya pamit, Ga..." ucap dokter Sam yang main panggil nama aja.
"Lah Dokter mau pulang? ini saya aja belum diperiksa?" aku nunjukin kakiku yang masih sakit.
"Itu ... Raga juga bisa," ucap dokter Samuel.
"Aku pulang, Ga!" dokter Sam bangkit dan melangkah pergi.
"Lah gimana, pak Dokter?! Paaaakkk," aku teriak tapi dokter Sam ngeloyor aja pergi.
Astaga, ini bisa dikategorikan dalam penelantaran pasien ini. Huh, kesel!
Sedangkan aku ngelirik ke mbak Erna yang masih aja merem.
"Mbak bangun, Mbaaak! ada kecoak, noh nemplok di rambut Mbak!" ucapku kesel.
"Ah, mana mana kecoa?! isshhh," mbak Erna bangun dang kayak heboh sendiri usap-usap rambut, bahu dan baju.
"Alhamdulillah, Mbak Erna udah sadar," ucapku.
"Kalau sudah, silakan balik ke tempat kamu," ucap pak Raga.
Aku yang merasa dibilangin gitu mencoba buat berdiri.
"Bukan kamu! tapi Erna..." kata pak Raga.
"Permisi, Pak..." ucap mbak Erna yang keluar dari ruangan.
Nggak kebayang sih itu malunya sampai ke ubun-ubun pasti. Mau ngetawain tapi nggak bisa, engkel ku sakit cuy!
Pak Raga ke mejanya dan ngambil sesuatu di mejanya lalu dia balik lagi nyamperin aku.
"Minum!" ucapnya sambil kasih aku cangkir yang isinya kopi item dan satu obat tablet yang masih bungkusan.
"Obat apa ini, Pak?"
"Anti nyeri," jawabnya dingin.
"Terus ini? maksudnya gimana, Pak? saya minum obat pakai kopi gitu?" kedua alisku bertaut.
"Eh?" pak Raga kayaknya nggak ngeh apa yang aku omongin.
pak Raga ambil cangkir dari tanganku, "Ya kalau gitu, kamu minum obat itu saja!" ucap pak Raga.
"Pak? mana bisa saya minum obat nggak pakai air. Bapak nggak nyuruh saya debus sekalian?" aku gelengin kepala.
Obat segede ini diminum nggak pakai aur, alamat nyangkol ditenggorokanlah. Si Bapak suka ngadi-ngadi emang nih.
"Ck, ngrepotin aja kamu, Rachel!" kata pak Raga.
Ya ampun udah berapa kali tuh dia bilang aku ngrepotin. Sekarang dia nelpon pantry suruh bikinin teh. Kayaknya sih buat aku ya, kan nggak mungkin buat mbak Erna.
Aduh kalau di kampung mah kalau kesleo kayak gini obatnya ya urut. Walaupun sakit, tapi manjur. Bukannya minum obat bunder gede kayak gini.
Tok!
Tok!
Tok!
Nggak lama, orang pantry datang bawa teh.
"Taruh saja disana," pak Raga nunjuk meja depan sofa.
Orang pantry itu basa-basi dulu bilang permiai sebelum nutup pintunya kembali ninggalin aku sama singa jamet ini.
"Minum obatnya! Besok kita akan pergi untuk pertemuan penting, jadi jangan sampai kamu nggak ikut hanya karena kaki kamu belum sembuh!" ucapnya.
"Iya, Pak..." ucapku.
Pas dipegang, buset dah ini cangkir panasnya wadidaw. Masih ada kebul-kebulnya juga loh. Cangkir yang baru aku angkat, aku taruh lagi lah di atas meja. Edun aja, bisa melepuh nih lidah.
"Kok nggak diminum?" pak Raga komeeen mulu.
"Masih panas, Pak!"
"Katanya kamu mau atraksi debus, nih udah saya siapin medianya," pak Raga nunjuk cangkir yang tadi aku taruh kembali.
Ya Allah, Pak. Teganya dirimu teganya teganya teganya ooohh pada diriku. Akunauto nyanyi lagu dengdot jaman aku masih di dalam perut emak.
Daripada emosi ngadepin pak Raga yang kayaknya kurang setengah sendok, mending aku balik lagi ke mejaku. Walaupun dengan kaki yang pincang. Balik ngantor mending ke rumahnya mbak Gita minta urutin. Sekalian mau nengokin Nay. Mau ngasih uang jajan.
"Mau kemana kamu?" tanya pak Raga.
"Mau duduk di meja saya, Pak..." ucapku.
"Memangnya kamu sudah bisa jalan?"
"Saya bisa jalan dari umur saya baru 9 bulan, Pak. Makanya banyak yang nilang saya bayi ajaib!" ucapku penuh bangga.
"Saya nggak peduli kamu itu bayi ajaib kek, bayi gajah kek, atau bayi apapun itu. Saya nggak peduli. Maksud pertanyaan saya itu, kaki kamu memangnya sudah sembuh? tuh obatnya saja belum ditelan!" kata pak Raga.
"Daripada bibir saya melepuh karena minum air yang masih panas kayak gitu, mending saya tahan aja sakitnya sampai pulang, Pak!"
Pak Raga nggak ngejawab. Dia balik ke mejanya dan nyuruh orang pantry lagi buat bikinin aku iced lemon tea.
Kalau dipikir-pikir, ini mah kebalik ya. Harusnya aku yang ngeladenin pak bos, eh ini malah pak Bos yang harus rudet ngeladenin aku yang kakinya kesleo.
Iced lemon tea udah ada di meja, udah ada yang nganterin tadi. Udah tuh aku glek glek glek minum obat yang semoga aja belum kadaluarsa ya.
"Pak, ada yang mau saya tanyakan," ucapku setelah naruh gelas di atas meja.
"Apa?"
"Tadi kok mbak Erna sampai pura-pura pingsan?" tanyaku.
"Habis saya marahin. Kerjaannya nggak bener!" jawab pak Raga.
Trik jadul banget ya mbak Erna. Kerjaan berantakan, dimarahin si bos malah pura-pura pingsan. Harusnya pura-pura kesurupan, biar lebih heboh gitu.
"Ada yang mau saya tanyakan lagi, Pak..."
"Apa? cepat katakan!" ucap si bos.
"Apa di kantor ini angker, Pak?" tanyaku agak ragu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Kamiem sag
😄
2024-01-10
0
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣
2023-12-25
0
Zuhril Witanto
pura2 toh
2023-12-25
0