"Kamu waras kan Rachel?"
"Ya waraslah, Pak! kalau tidak waras mana mungkin saya bisa kerja di perusahaan Bapak," ucapku.
"Kalau kamu waras, berarti mungkin dulunya kamu kebanyakan nonton film setan, makanya otak kamu itu nggak jauh-jauh dari hal-hal mistis," tuduh pak Raga.
"Tadi saya tuh ngeliat setan, Pak. Noh, di toilet yang ada di ujung lorong lantai ini. Beneran, Pak! suwer kewer-kewer! saya nggak bohong. Kalau bohong saya berani dikutuk jadi kaya 7 turunan," aku mrepet nggak ngasih pak Raga buat nyela omonganku.
"Selama saya di perusahaan ini, lebih tepatnya di lantai ini. Saya belum pernah melihat setan atau mendengar ada orang yang katanya ngeliat setan. Jadi kamu jangan mengada-ada apalagi sampai menyebarkan berita hoax seperti itu," ucap pak Raga.
"Ya elah si bos nggak percayaan banget jadi orang," gumamku dalam hati.
.
.
.
Kalau anda anda semua berpikir kalau pak Raga bakal nolongin kakiku yang kesleo ini, anda salah besar. Karena apa, siang tadi dia keluar dan nggak balik-balik. Sedangkan aku sendirian di ruangan pak Raga yang super dingin. Mana aku juga ribet sama rambut baru. Maklum biasanya kan rambutku nggak sepanjang ini, jadi belum terbiasa gitu loh.
Tapi daritadi tuh berasa ketarik-tarik mulu, aku kan agak-agak worry ya. Mana tadi kan aku ketemu makhluk dalam dimensi lain yang seumur-umur nih nggak pernah aku temuin.
Dulu waktu kemah pramuka pas SMA aja yang katanya banyak yang kesurupan dan banyak temen yang diliatin makhluk ghoib, aku tuh nggak pernah diganggu atau diliatin. Pokoknya hidupku begitu tentram.
Ditungguin sampe sore pak Raga nggak nongol-nongol juga.
"Udah waktunya pulang kantor..." aku ngelirik jam tanganku.
"Aku pulang aja apa, ya? pak Raga nggak mungkin balik ke kantor juga kan sore-sore begini?" aku ngomong sendiri.
"Udah ah, balik aja..." aku masukin hape ke dalam tas.
"Aakkhhh, masih sakiit!" aku jalan terpincang-pincang.
Pas buka pintu dan keluar ruangan, udah nggak ada tuh mbak Erna di mejanya.
"Cepet banget pulangnya? tau gitu aku juga pulang daritadi dong!" aku ngedumel sambil jalan menuju lift dengan kaki yang nyut-nyutan.
Aku berharap besok jangan sampai bengkaklah, karena kaki yang kesleo aku paksa buat jalan.
Kalau secara visual, aku tuh emang cucok meong gitu ya dengan rambut panjang bergelombang kayak gini. Tapi kalau secara betah nggak betah, jujur nggak betah. Soalnya aku ngerasa kalau rambutku kayak sarang burung. Ngembang gitu.
Lagi jalan pincang-pincang kayak gini, eh ada yang nyapa.
"Rachel? belum pulang?" ternyata si playboy cap badak yang ngomong, iya si Tristan sodaranya setan.
"Menurut looooooh?" aku jawab pake males.
Tristan berusaha menyamai jalanku, dia ada di sisi kananku.
"Denger-denger kamu sekarang jadi asisten pribadinya pak Raga?" tanya Tristan.
"Iya, emang kenapa?"
"Nggak apa-apa, cuma mastiin aja..." kata Tristan.
"Oh ya, kaki kamu kenapa?" dia nunjuk kakiku.
Aku yang lagi sakit, jalan susah jadi sedikit gemea banget sama Tristan. Bisa nggak sih dia minggir gitu ya, dan biarkan aku pulang dengan tenang.
"Kaki kamu kenapa Rachel?"
"Kesleo, sshhh..." ucapku menahan nyeri.
"Duduk dulu disana, biar aku liat. Kayaknya bengkak tuh. Bahaya loh kalau kaki yang kesleo tapi dipake buat jalan," ucap si laki-laki ini.
Emang bener apa yang dia omongin. Karena aku pernah ngalamin itu. Karena aku paksa buat jalan besoknya tuh kaki udah bengkak dengan warnanya merah keunguan.
Akhirnya aku menerima bantuan si playboy ini. Biarlah, daripada besok aku nggak bisa ngikutin scedulenya pak Raga kan amsyong.
Kebetulan kantor lumayan sepi, Tristan bawa aku duduk di sofa yang ada di lobby kantor.
"Lurusin dulu kakimu, ya?" ucap Tristan.
Dia lepas high heels yang aku pake. Tristan duduk dekat dengan kakiku. Lalu dia memijatnya sebentar, muterin gitu pelan, lalu dia tarik dengan cepat.
"Aaaawkkkh! sakit, setaaannn!" aku spontan teriak. Dan pas aku teriak setan, eh ada yang lewat. Perempuan yang aku temui di toilet. Aku membeku sesaat.
"Sorry. sorry. Tapi kalau nggak gitu nggak akan sembuh,"
"Tapi sakit tau!" aku pengen nangis. Antara sakit dan pengen balik karena udah ada yang seliweran daritadi.
"Iya iya sorry, Chel! sekarang coba kamu jalan. Masih sakit nggak?"
Aku ragu buat ngelakuin apa yang Tristan suruh, tapi langit makin sore nggak baik juga masih ngejogrog di kantor. Dikira kira ngapa-ngapain lagi disini plus nggak mau juga jadi bahan bulan-bulanan makhluk penunggu gedung ini.
Aku nyoba buat berdiri tanpa sepatu dulu, "Eehh, udah nggak sakit..." kataku yang super emejing karena sekarang aku bisa berdiri dengan lebih baik.
"Syukur deh, kalau berhasil..." ucap Tristan.
"Karena aku udah nolongin kamu tadi, sekarang kamu harus nolongin aku," ucap Tristan.
"Itung-itungan banget sih kamu jadi orang, Tan!"
"Bukannya itung-itungan, tapi aku juga lagi butuh bantuan kamu. Sesama teman kantor kan boleh lah saling membantu," ucap Tristan.
"Oke, asal nggak aneh-aneh," aku ngeiyain apa yang Tristan mau. Aku juga nggak mau hutang budi sama dia.
"Betewe. kamu tambah cantik, Chel..." ucap Tristan memujiku.
Aku yang seharusnya pulang ke kosan, akhirnya melipir ke sebuah restoran. Katanya Tristan dia mau ketemu temen lama, tapi ogah jadi obat nyamuk soalnya temen yang mau ditemuin ini bawa istri.
"Masih jauh nggak sih?" aku gelisah semobil dengan Tristan.
"Nggak, bentar lagi juga nyampe..."
Nggak biasa pulang kantor terus mampir-mampir gini sama cowok lagi. Jadi hati tuh kayak nggak tenang gitu, pengen cepet-cepet nyampe tempat itu terus balik ke kosan. Dan rencana ke rumahnya mbak Gita jadi gagal total.
"Tan? lama banget?" aku protes karena daritadi tuh bilangnya bentar lagi nyampe, bentar lagi nyampe tapi ujung-ujungnya nggak nyampe-nyampe. Sedangkan aku takut kalau nanti pulang kemaleman.
"Kamu kenapa sih, Chel? kayak cacing kepanasan tau, nggak?"
Aku masih inget banget wajah perempuan yang aku liat di toilet dan juga yang ada di lobby. Aku seperti familiar tapi siapa.
"Astaga, dia seperti orang yang aku liat di mimpi..." mataku membulat. Aku baru inget waktu aku dierep-erep, nah muka tuh cewek persis banget sama yang ngeganggu aku malam itu.
Seketika buku kudukku merinding
"Ac nya kedinginan?" tanya Tristan. Aku menggeleng.
"Perasaanku nggak enak," ucapku lirih. Sedangkan bola mataku melirik ke kanan dan ke kiri.
Dan tau nggak? aku melihat sebuah jari nongol di lubang ac yang ada di dekat dengan jendela. Tepat di depanku.
"Aaaaakkkhhhh?!!" aku menjerit, tutupin wajah dengan kedua tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Kamiem sag
Astagfirulloh .... Chel... mbokya diajak ngomong itu hantu, tanyain apa maunya
2024-01-10
0
Zuhril Witanto
astaghfirullah...
2023-12-25
0
Park Kyung Na
😳😳
2022-12-07
0