Pagi ini seperti biasa, Ruby mengantarkan kopi ke ruangan Dinan, tampak Bosnya itu sedang berbincang serius dengan Hanan. Sempat terbersit dalam benak Ruby tentang perkataan Safira semalam, tapi dia tak ingin mencampuri urusan mereka dan bergegas keluar.
“Jadi bagaimana, Han? Kau sudah mendapatkan ide?” Tanya Dinan.
Hanan mengangguk. “Sudah.”
“Apa?”
“Bagaimana kalau kita membuat desain perhiasan yang baru dan unik? Misalkan perhiasan bercorak batik atau apa pun yang menjadi ciri khas daerah di Indonesia, seperti rumah adat, senjata tradisional, hewan atau apa saja. Yang penting menyangkut Indonesia.” Cetus Hanan.
“Hem, ide mu boleh juga. Dari perhiasan kita akan memperkenalkan Indonesia.” Sahut Dinan. “Kalau begitu kita harus mencari seorang desainer yang bisa mendesain perhiasan-perhiasan itu.”
“Aku sudah temukan orangnya.”
“Siapa?”
Hanan mengotak-atik ponselnya lalu menyodorkannya ke hadapan Dinan. “Ini dia.”
Dinan menatap layar ponsel Hanan yang menunjukkan foto seorang lelaki paruh baya berambut gondrong.
“Dia I Made Krisna, orang-orang biasa menyebutnya Made Kris. Dia seorang pelukis dan desainer perhiasan asal Bali yang cukup terkenal di Eropa.” Lanjut Hanan tanpa menunggu Dinan berkomentar.
“Kalau begitu segera hubungi dia dan ajak kerja sama!” Pinta Dinan.
“Sudah, aku sudah menghubungi manajernya. Tapi kata manajernya, Made Kris sudah tidak mau melukis dan mendesain perhiasan lagi sejak putrinya meninggal dunia setahun yang lalu. Dia juga menutup galerinya yang berada di Paris dan sekarang menetap di Bali.” Ungkap Hanan.
Dinan mengembuskan napas berat, dia sedikit kesal mendengar ucapan Hanan. “Apa tidak ada yang lain?”
“Banyak, tapi entah mengapa aku hanya tertarik dengan Made Kris.”
Dinan mengernyitkan keningnya. “Kenapa begitu?”
“Karena selain desainer perhiasan, dia juga seorang pelukis terkenal. Itu menandakan dia memiliki jiwa seni yang lebih baik dari desainer perhiasan biasa. Itu sih menurutku.”
Dinan terdiam sejenak, dia merasa apa yang Hanan katakan ada benarnya juga. Tiba-tiba sebuah ide brilian singgah di dalam kepalanya.
“Kau tahu alamatnya di Bali?”
“Tahu, di profilnya tertulis alamat tempat tinggalnya.”
“Kalau begitu pesankan dua tiket pesawat ke Bali!” Titah Dinan. “Aku akan menemuinya langsung.”
Hanan tercengang. “Kau ingin ke Bali? Bersama siapa?”
Dinan menyeringai. Dan Hanan langsung paham maksud lelaki itu.
“Dasar kau ini!”
“Sudah cepat pesankan tiketnya!”
“Baiklah.”
Dinan tersenyum senang.
“Oh iya, satu jam lagi ada pertemuan dengan Mr. Robert Van Dean.” Hanan mengingatkan. “Tapi aku tidak bisa ikut, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan.”
“Iya, aku tahu.” Balas Dinan. “Kalau begitu aku akan ajak Ruby saja.”
💘💘💘
Ruby sedang merapikan meja kerjanya, tiba-tiba Hanan keluar dari ruangan Dinan dan langsung menghampiri wanita itu.
“Bos ada pertemuan dengan seorang investor dari Belanda, jadi kamu tolong temani dia. Saya ada pekerjaan jadi tidak bisa ikut.” Pinta Hanan.
Ruby mengangguk. “Iya, Mas.”
Hanan berlalu pergi dari hadapan Ruby.
Baru beberapa langkah Hanan berjalan, ponsel Ruby berdering. Dia meraih benda pipih itu dan mengernyit saat melihat sebuah panggilan masuk dari nomor asing. Dengan sedikit ragu, Ruby menjawab panggilan itu.
“Halo ....”
“Ke ruangan saya sekarang juga!”
Panggilan itu terputus tanpa Ruby sempat menjawab apa-apa, tapi dari suara dan perintahnya, Ruby tahu siapa si penelepon tersebut.
Dia bergegas masuk ke ruangan Dinan.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”
“Iya, tolong pakaikan dasi saya!” Dinan memerintah sembari memegang dasi berwarna biru Dongker.
Ruby terkesiap. “Saya, Pak?”
“Iyalah, siapa lagi?” Sahut Dinan. “Sudah cepat! Nanti saya bisa telat!”
Ruby menelan ludah, dia merasa canggung untuk melakukan perintah Bosnya itu, tapi tak berani untuk menolak.
Dengan perlahan Ruby melangkah mendekati Dinan dan meraih dasi dari tangan lelaki itu, lalu memakaikannya. Jarak mereka sangat dekat, Ruby sampai bisa merasakan aroma maskulin dari tubuh Dinan yang begitu menggoda.
Sementara Dinan hanya diam memandangi wajah cantik Ruby, jantungnya berdebar kencang. Matanya lalu terfokus pada bibir sensual berwarna merah muda milik Ruby, membuat pikiran nakal mulai menghampirinya dan tanpa sadar dia senyum-senyum sendiri.
Ruby yang menyadari tingkah Dinan merasa bingung, tapi dia tak berani bertanya apa yang menyebabkan Bosnya itu tersenyum.
“Sudah selesai, Pak.” Ruby segera menjauhkan dirinya dari Dinan setelah selesai memasangkan dasi.
“Sudah selesai? Cepat sekali?” Ujar Dinan sembari meraba dasi yang sudah terpasang rapi di lehernya.
Ruby hanya bergeming tanpa membalas ucapan Dinan.
“Sudah rapi, kan?”
Ruby mengangguk. “Sudah, Pak.”
“Pasti saya semakin tampan!” Seru Dinan penuh percaya diri. “Bukan begitu?”
Ruby terdiam sejenak, lalu kembali mengangguk pelan. “Iya, Pak.”
“Narsis banget ini orang! Tapi memang tampan, sih.” Batin Ruby.
“Kalau begitu, mulai besok tolong pakaikan dasi saya setiap hari!”
Ruby tersentak mendengar perintah Dinan itu. “Setiap hari, Pak?”
“Iya, kenapa? Kamu tidak mau?”
“Oh, bukan begitu, Pak.” Bantah Ruby. “Tapi maaf, bukankah sebelumnya Anda tidak memakai dasi ke kantor?”
Ruby memberanikan diri untuk protes, sebab selama dia bekerja di sini, Dinan tak pernah terlihat memakai dasi.
“Itu karena saya tidak bisa memakai dasi, tapi karena ada kamu, mulai sekarang saya akan memakainya agar terlihat lebih rapi.” Dalih Dinan.
Ruby terkesiap, dia terdiam memikirkan ucapan Dinan. Tugas barunya ini memang terlihat sepele, tapi Ruby merasa tidak nyaman karena harus berada terlalu dekat dengan Bosnya itu. Lagi pula ini juga tidak termasuk dalam tugasnya, tapi kali ini dia tak berani melayangkan protes lagi.
“Kenapa melamun? Kamu keberatan?”
Ruby kembali tersentak dan sontak menggeleng cepat. “Oh, hem ... tidak, Pak!”
“Ya sudah, kita pergi sekarang!” Dinan berjalan melewati Ruby dan keluar dari ruangannya sembari tersenyum penuh kemenangan.
Dan janda cantik itu pun bergegas menyusulnya dengan perasaan galau.
💘💘💘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments