Satu minggu telah berlalu semenjak hari pernikahan Tiara dan Razka. Sepasang pengantin yang baru saja selesai bulan madu itu mengetuk pintu kontrakan Darel.
Melihat tak ada sahutan dari dalam, Razka kembali mengetuk pintu sampai akhirnya pintu berderik terbuka menampilkan Diana yang berwajah kusut ciri khas baru pulang bekerja.
Kening Diana semakin mengerut begitu melihat Tiara dan Razka tersenyum di hadapannya.
"Kenapa kalian kemari? Ada apa?" tanya Diana yang sudah merasakan hawa tidak mengenakan.
"Kak, kita boleh menginap di sini?" Tiara bertanya yang langsung membuat Diana tercengang.
Melihat Diana yang akan menolak mereka, Razka buru-buru menambahkan, "Rumahku sedang direnovasi. Jadi kita boleh kan tinggal di kontrakan kakak ipar sekaligus sahabatku?"
Razka memiringkan kepala melongok kepada Darel yang sudah berdiri di belakang Diana.
Dari dalam kamar, Darel mendengar pembicaraan adik iparnya yang ingin menumpang tinggal di kontrakannya.
"Kalian tidak bisa..."
"Masuk saja," kata Darel memotong ucapan Diana. "Rumah ini terbuka untuk kalian."
Seketika Diana menoleh cepat pada Darel. Dia tidak terima sebab Darel membuat keputusan secara sepihak.
Bukan Diana tidak mau menerima Tiara dan Darel, tapi tidak ada lagi kamar untuk mereka.
"Tidak bisa. Kalau kalian tinggal di sini, maka Tiara harus tidur satu kamar denganku!" ucap Diana tegas.
Sontak Razka melototkan mata. Sebagai pengantin baru, Razka tentu saja menolak.
"Kalau Tiara tidur dengan Diana, maka kita tidak bisa membuatkan keponakan untuk kalian. Tidak bisa. Aku dan Yiara harus tidur satu kamar," Razka ngotot tak mau kalah.
"Diana, kamu pindahkan barang-barangmu ke kamarku!" perintah Darel.
Razka tersenyum puas. Dia tahu Darel pasti akan membelanya.
"Apa? Tapi…"
"Tidak ada tapi! Atau sekalian kamu kemasi barangmu pindah dari sini," Darel berkata dan kemudian berlalu pergi tak mau menperpanjang perdebatan dengan Diana.
Mau tak mau Diana pun melangkah ke kamat dengan kaki yang dihentak-hentakan.
Sementara Tiara dan Razka terkekeh sebab aksi mereka untuk menyatukan Diana dan Darel berhasil sejauh ini.
Diana memindahkan pakaiannya ke kamar Darel. Sang pemilik kamar sedang duduk di ranjang dengan menyandarkan punggung ke headboard dan tangan yang sibuk mengetik pesan di ponselnya.
Diana dilanda gugup. Dia ingin mengganti pakaian dengan baju rumahan tapi tidak mungkin jika dia mengganti pakaian di depan Darel. Meski perhatian pria itu sedang terpusat pada ponsel.
Sementara saat ini Diana tidak bisa menggunakan kamar mandi karena ada Razka yang sedang boker.
"Darel, aku mau buka baju," ucap Diana menahan malu. Dia berkata seperti itu sebagai kode supaya Darel keluar kamar untuk sesaat.
Darel mendongak dari menatap ponsel, beralih memandang Diana sekilas, lalu berdecak sambil mengangkat bahu. Tampaknya dia salah memahami ucapan Diana.
"Sayangnya aku tidak berselera melihat tubuh polosmu," sahut Darel begitu dingin.
Menjadikan Diana tersentak antara terkejut dan marah.
"Hai, rel kereta api, siapa juga yang mau memamerkan tubuh bahenolku ini hah? Maksudku aku mau buka baju. Jadi tolong kamu keluar dulu!"
"Ooh, bilang dong dari tadi."
Dengan wajah tanpa dosa, Darel keluar dari kamar. Tepat saat itu ada Razka yang mengajaknya mengobrol di teras rumah.
Razka menoleh kanan kiri dan juga melongok ke dalam rumah, memastikan tidak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka.
"Rel, apa kamu tidak mau menghilangkan phobiamu itu?" bisik Razka.
Darel mengangkat kedua alisnya. "Menurutmu?"
Razka terkekeh. Sebenarnya dia juga tahu kalau Darel sudah lama menjalani terapi dan berkonsultasi dengan spikiater untuk menghilangkan phobia yang terbilang cukup aneh itu.
Namun, semua itu tak menghilangkan phobia Darel sepenuhnya.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu?" tanya Darel yang sudah dapat mencium gelagat tidak mengenakan dari Razka.
"Begini, Rel. Keponakanku ada yang phobia kucing tapi ibunya malah membelikan anak kucing dan menyuruh keponakanku itu untuk menyentuh anak kucing setiap hari."
Darel membuang muka tahu apa maksud arah pembicaraan Razka.
"Nah tahu tahu yang terjadi, Rel? Keponakanku sudah tidak lagi takut pada kucing."
"Jadi maksudmu aku juga harus meniduri Diana, begitu?" kata Darel sinis. "Kamu sendiri tahu kalau aku dan Diana hanya menikah kontrak."
"Aku tidak menyarankan begitu. Setidaknya kamu secara perlahan mulai membiasakan diri dengan sentuhan-sentuhan kecil seperti ini."
Razka memperagakan dengan mengusap dada bidang Darel dengan ekspresi penuh gairah. Membuat Darel sendiri bergidik ngeri.
Disentuh wanita saja cukup membuat Darel panas dingin apalagi yang menyentuhnya adalah laki-laki seperti Razka.
Segera Darel menepis tangan Razka dengan amarah yang tertahan. Bagaimana pun juga Darel tidak bisa meluapkan amarah pada teman yang telah berbuat baik padanya.
"Aku akan tetap memegang janjiku pada Diana untuk tidak menyentuhnya. Kamu mengerti?"
"Tapi, Rel. Harga dirimu sebagai laki-laki seakan diinjak-ijak dengan phobiamu itu. Ayolah, coba saja saran dariku," Razka mengedipkan satu matanya.
*
*
*
Di waktu yang sama, setelah Diana mengganti baju, dia melangkah ke dapur untuk membuat teh hangat.
Namun, rupanya sudah ada Tiara yang lebih dulu membuat dua cangkit teh.
Tiara tersenyum sambil menyodorkan teh untuk Diana. Lalu mereka pun duduk di kursi meja makan.
"Jadi, selama sebulan lebih Kakak menikah dengan Darel belum pernah melakukan hubungan yang satu itu?"
Diana yang hendak menyesap teh, seketika melirik tajam pada Tiara. Dia tak habis pikir Tiara akan berbicara soal urusan yang Diana tak mau membahasnya.
Diana diam dan melanjutkan meneguk teh. Tapi Tiara terus berbicara.
"Apa Kakak tidak penasaran bagaimana rasanya surga dunia?"
"Tiara, kamu itu bicara apa?"
Tiara mencondongkan tubuhnya untuk membisikan sesuatu.
"Selagi Kakak dan Kak Darel masih dalam status pernikahan, sekali-kali sabi lah…" Tiara terkekeh dengan mengedipkan satu mata.
"Kamu salah minum obat ya?" Diana mulai terpancing emosi. "Lagi pula Darel itu pria impoten."
"Bagaimana Kakak bisa tahu? Kata Razka, Darel bukan pria impoten," kilah Tiara.
"Razka yang bilang kan? Bukan Darel."
Sebenarnya Diana juga belum yakin, sebab dia tidak menanyakan langsung pada Darel.
Tapi dilihat dari sikap Darel saat Katia berusaha menggodanya, terlihat jelas Darel menolak mentah-mentah. Padahal waktu itu penampilan Katia sangat menggiurkan bagi pandangan kaum pria.
"Kakak coba saja dulu. Lagipula pernikahan Kakak kan sah secara agama dan negara. Jadi tidak akan dosa jika Kakak mau menyicip sedikit saja rasa surga dunia."
"Tiara, cukup!" bentak Diana.
Secepat mungkin Diana bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar karena tak mau lagi mendengar ocehan Tiara.
Sementara Tiara hanya terkekeh sambil melirik cangkir teh milik Diana yang sudah habis dan sudah dicampur dengan obat perangsang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Nana
vote untuk kakak
2022-11-05
1
Nana
wkkwk saran yg sangat bagus 🤣
2022-11-05
2
Nana
senjata makan Tuan 🤣
2022-11-05
1