"Bagaimana, para saksi? Sah?"
"Sah."
Seorang penghulu memanjatkan doa untuk kedua mempelai pengantin yang baru saja resmi menjadi suami istri.
Melalui ekor matanya, Diana melirik Darell. Kini pria itu sudah menjadi suaminya. Meski hanya suami kontrak.
Lalu pandangan Diana berpindah ke arah Tiara yang duduk tidak jauh darinya. Tiara pun tengah memandang Diana dengan tatapan berkaca-kaca.
Diana memaksakan diri untuk tersenyum agar Tiara tidak perlu merasa bersalah.
Mendadak lengan Diana disenggol oleh Ranti yang membuat Diana tersentak dan menyadari jika saat ini dia tengah menjadi pusat perhatian.
"Diana, kenapa diam saja? Ayo, cium tangan suamimu!"
Diana menghela nafas sebelum dia mengambil dan melabuhkan kecupan di punggung tangan kekar Darell. Setelah itu, tanpa diminta Darell juga mencium kening Diana.
"Ish, dasar mesum. Memanfaatkan kesempatan yang ada," bisik Diana dan hanya didengar oleh dirinya dan Darell.
"Kamu sendiri yang meminta kita untuk bersandiwara menjadi pasangan," Darell membalas dengan berbisik juga.
Darell dan Diana sengaja tidak membuat acara resepsi yang meriah. Hanya dihadiri oleh kerabat dekat saja. Pesta pun diadakan di rumah, meski Diana mampu menyewa gedung.
Selanjutnya, para tamu memberi ucapan pada sepasang pengantin baru itu. Tak terkecuali Tiara yang langsung memeluk sang kakak.
Isak tangis tak bisa ditahan lagi oleh Tiara. Baginya, pernikahan Diana dan Darell adalah bentuk rasa sayang Diana kepada Tiara. Hingga Diana rela menikah dengan pria yang sama sekali belum lama dikenalnya.
Diana mengusap lembut punggung Tiara agar sedikit bisa meredam emosi Tiara yang bergejolak.
"Kak, terima kasih karena aku, Kakak sampai berkorban seperti ini," ucap Tiara sesenggukan.
Diana mengulum senyum dan menggelangkan kepala pelan.
"Tidak apa-apa. Lagi pula ini keputusan Kakak sendiri. Sekarang, menikah dan berbahagialah dengan Razka."
Tiara mengangguk sambil menyeka pipinya yang basah.
Berganti Razka yang menyalami Darell. Razka tersenyum semringah karena satu bulan lagi adalah pernikahannya dengan Tiara.
Berbeda dari Razka, Darell melayangkan tatapan tajam. Dia tidak suka begitu tahu jika malam pertamanya akan dihabiskan di rumah Suryo.
Itu artinya, Darell dan Diana mau tak mau harus tidur di satu kamar yang sama agar Suryo percaya pernikahan mereka karena di dasari oleh rasa cinta.
Dan malam pun tiba. Para tamu sudah meninggalkan rumah, tapi Darell sengaja berlama-lama duduk bersama Suryo dan Razka.
"Bro, eh maksudku Kakak ipar, kenapa masih menunggu di luar? Apa kamu tidak penasaran seperti apa itu malam pertama?" sindir Razka terkekeh.
Sebenarnya Razka pun tahu kalau Darell tengah dilanda keraguan. Apabila Darell masuk ke dalam kamar Diana, dikhawatirkan phobianya kambuh.
Darell melotot pada Razka dan mengayunkan kaki untuk menendang tulang kering sahabat yang sedang menyindirnya.
"Awh," Razka meringis mengusap tulang kering yang ditendang Darell.
Sementara Suryo yang melihat gelagat Razka dan Darell hanya terdiam sambik mengisap putung rokok.
"Razka benar. Sebaiknya kamu segera ke kamar. Kamu pasti lelah bukan?"
Darel termangu. Dia benar-benar ragu. Sempat terpikir olehnya untuk tidur saja di ruang tamu.
Lalu Razka pun mencondongkan tubuh ketika Suryo sedang fokus memelinting tembakau. Razka berbisik di depan daun telinga Darell.
"Tidur saja. Lagi pula Diana tidak akan meminta yang satu itu."
Darell menarik nafas dan dia memutuskan untuk beristirahat di kamar karena badannya pun sudah lelah.
Dia mengetuk pintu, sebelum masuk ke kamar Diana. Takut jika Diana sedang mengganti baju atau dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk dipandang.
"Ya elah, masuk ke kamar istri saja harus ketuk pintu," ucap Razka yang entah sejak kapan ada di belakang Darell.
"Diam kamu!" bentak Darell melirik tajam melalui ekor matanya.
"Siapa?"
Terdengar suara Diana dari dalam kamar.
"Aku, Darell."
"Oh masuk saja."
Darell pun mendorong pintu kamar, masuk, dan meninggalkan Razka yang masih berdiri di tempatnya.
Sebelum pintu ditutup, Razka mengambaikan tangan dengan senyum nakal terukir di bibir. Seolah sedang meledek Darell.
"Selamat meng-unboxing anak orang, Rell."
Darell menunjukan kepalan tangan. Memberi isyarat jika kepalan tangan itu akan mengenai wajah Razka kapan saja.
Di dalam kamar hanya terdapat satu ranjang dan tidak ada sofa untuk dipakai Darell tidur. Darell melempar pandangan ke sekeliling ruangan.
Kamar Diana tidak banyak perabotan, sebab Diana sendiri memakai kamarnya sebatas untuk tidur saja. Selebihnya Diana menghabiskan harinya untuk bekerja.
Diana yang duduk bersandar di headboard memandang wajah Darell. Dia tahu apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang kini menjadi suaminya.
Diana pun menepuk ruang kosong di sampingnya.
"Untuk kali ini terpaksa kita tidur di ranjang yang sama. Tapi ingat, hanya malam ini saja."
Darell menghela nafas dan merebahkan diri di samping Diana yang kini tengah membuat benteng pertahanan dengan menggunakan tumpukan bantal di antara mereka.
"Jangan melanggar batas! Atau kamu akan tahu akibatnya," ancam Diana yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Darell dan memilih memejamkan mata.
Tak lama terdengar suara dengkuran halus yang menandakan jika Darell sudah terlelap. Malam ini sangat lelah sehingga begitu merebahkan diri ke ranjang, dia langsung terlelap.
"Ih, dasar. Muka bantal."
Diana menarik selimut menutupi tubuhnya yang terbalut piama tidur dan dia pun ikut terbawa ke dalam alam mimpi hanya dalam hitungan menit.
Suasana kamar hening selama beberapa jam, hingga tiba-tiba tangan Diana bergerak di bawah selimut melintasi benteng pertahanan yang dia buat sendiri dan menyentuh perut Darell.
Merasa ada sentuhan, Darell membuka mata dan terkejut saat Diana yang masih terpejam menggerayangi tubuhnya.
"Diana, apa-apaan ini?" Darell mengumpat kesal sambil membuang tangan Diana.
Namun, tangan itu terpantul kembali mendarat ke dada Darell. Bukan hanya mendarat tapi tangan Diana mengelus lembut dada bidang itu.
"Diana, kamu itu sadar atau tidak? Aku tidak senang bercanda," bentak Darell tapi yang dibentak tetap terjaga dari tidurnya.
Darell tak habis pikir. Sekiranya apa yang dimimpikan Diana sampai-sampai wanita itu menggerayanginya.
Bulu kuduk Darell berdiri seketika, keringat dingin mulai membasahi keningnya bersamaan dengan debaran jantung yang meningkat cepat.
Sekelebat bayangan masa lalu mulai bermunculan. Saat di mana Darell dipukul dan dipaksa melakukan sesuatu yang tak dia inginkan.
Darell memejamkan mata berusaha menghilangkan kenangan pahit yang pernah dialaminya tapi yang terjadi masa kelam itu sekan terulang kembali.
"Ibu, aku kangen Ibu," Diana mengigau saat berguling dan memeluk tubuh Darell.
"Diana, aku bukan Ibumu!" sahut Darell berusaha melepaskan pelukan Diana tapi tak hasilnya nihil karena pelukan itu sangat erat.
"Sial. Dia melarangku menyentuhnya tapi apa yang dia lakukan sekarang?"
Akhirnya ketika Darell berhasil terbebas dari lengan Diana, dia memutuskan untuk tidur di lantai saja. Untung di kamar itu ada karpet bulu yang bisa dijadikan alas tidur.
"Awas saja, Diana. Akan aku balas perbuatanmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Nana
trauma pa ya? kasihan diana sama darel sama² punya trauma 😭
2022-10-28
1
Nana
diana nakal ya 🤣
2022-10-28
1