Stella menggeleng sambil terus meresapi setiap kata nya.
"Hah, serius lo? ga da perasaan jedag jedug gitu atau pengen liat dia terus?"
Stella setia menggeleng.
"Trus ngapain ngasih kado?"
"Kan lo yang suruh. Lagian penasaran aja sih. Gue ga da waktu buat mikirin perasaan gue"
"Jiah.. jangan jangan lo suka sesama jenis ya?" Lusi menyilangkan kedua tangannya didepan dadanya sambil sedikit menjauhinya.
"Yee enak aja. Gue normal, kali. Cuma gak kepikiran aja hal lain selain -"
"Buku dan belajar. Bosen. Hhhhh.... lama lama muka lo jadi kotak kek buku tau gak. Buku terus yang lo kencanin"
"Ya uda sii, gak ngerugiin elo ini" gerutu Stella.
"Gua cuma heran aja, lo kok bisa sih ngejalanin kehidupan yang menurut gue.. ngebosenin"
Stella menaikan sebelah alisnya.
"Hidup gue, kenapa elo yang ngerasa bosen?" sanggah Stella yang tidak suka dengan pernyataan sahabatnya ini.
"Iya maap. Gue salah. Jangan marah ya" Lusi merengek menggoyang goyangkan lengan Stella.
"Iya iya. Lagian siapa yang marah sama temen si cupu" Stella menjapit hidungnya.
"Udah, trus ni gimana nasibnya?" tunjuk Stella pada coklat yang sudah ia bungkus kembali dengan rapi.
"Lo berani ngasih langsung?" tantang Lusi yang dibalas gelengan kepala.
"Sudah kuduga. Emang rejeki gak kemana" tukas Lusi yang lantas mengambil kado dan melangkah pergi.
"Elo gak ngasih kado?" tanya Stella sedikit berteriak karena Lusi sudah menjauh.
Lusi lantas mengeluarkan bungkusan berwarna pink berbentuk persegi panjang.
"Emang wajib ya, ngasih kado meski gak kenal?" tanya Stella bergumam yang merasa sayang uang sebanyak itu harus dibelikan barang mahal untuk orang yang tak dia kenal dengan baik. Belum tentu juga pemberiannya diterima bahkan disukai.
Stella mengintip dari depan kelasnya, dia bahkan naik ke bangku depan kelas untuk melihat kerumunan di lapang basket.
"Ya ampun, hadiah sebanyak itu pasti mahal mahal. Bisa kaya mendadak tu orang kalo hadiahnya dijual lagi" gumam Stella yang merasa sayang dengan penghamburan yang dilakukan orang orang demi idolanya.
David menatap kado kado yang disodorkan padanya oleh para siswi hampir satu sekolah itu.
Dia lantas tak menemukan sosok Stella, juga kado berbentuk prisma segi tiga yang tadi dilihatnya di pegang Stella. Namun dia menemukan bentuk yang sama dengan warna bungkus yang berbeda.
David celingukan kearah kelas Stella, dan melihat gadis berkacamata itu tengah menatapnya dari bangku depan kelas.
Dia lantas mengambil yang bentuknya serupa meski bungkusnya berbeda. Dia punya keyakinan jika itu hadiah darinya.
"Yess dia milih gue, woohoo..." Lusi berjingkrak kegirangan membuat para siswi lain melemas kecewa.
"Jadi kamu suka sama aku?" tanya Lusi saat yang lain sudah bubar.
Wajahnya memerah, kepalanya menunduk.
"Siapa yang bilang?" tanya ketus David sambil memutar kado yang dia pilih.
"Itu buktinya kamu milih pemberian aku" ucapnya masih malu malu.
"Milih barangnya belum tentu milih orangnya. Lagian gue cuma asal ngambil" David lantas melangkah pergi namun langkahnya mengarah pada kelas Stella yang sudah turun dan duduk di bangku depan kelasnya.
David tak terlihat melambatkan langkahnya, dia berdehem saat mendekati Stella agar Stella mengangkat kepalanya.
David mengacungkan kado darinya dan tersenyum seolah mengucap kata 'terima kasih'
Stella melongo tak percaya David memilih kadonya.
"Kenapa gak berenti?" pikirnya yang sedikit berharap ucapan terima kasih diutarakan secara langsung.
"Stella... tau gak yang dipilih dia kado dari gue, iiii seneng banget tau gak" Lusi berjingkrak kegirangan.
"Bukannya kado lo.."
"Maaf ya, kado dari elo dia kasih ke yang lain. Tapi jangan berkecil hati, masih ada kesempatan buat ngambil hatinya dia" Lusi lantas mengajak Stella ke perpustakaan seperti biasa, namun tak biasa bagi Stella kalau Lusi yang mengajaknya lebih dulu.
Dan tak seperti biasanya Lusi lebih pendiam saat di perpustakaan. Dia memotong batangan coklat sebesar telapak tangan orang dewasa dan menyuapinya. Namun ekspresinya aneh. Ada sedikit rasa kesal dalam ekspresi itu. Berbanding terbalik saat dia mengungkapkan dengan girang jika kadonya yang dipilih David.
'Kado'
Kalau dipikir pikir, kado yang dia sempat tunjukan pada Stella persis seperti ini, hanya dibungkus lagi. Apa dia beli 2? pikir Stella.
'Ah, sabodo. Kenapa juga mikirin yang gak penting.'
Stella melanjutkan belajarnya. Dia bahkan membuka buku matematika lanjutan dan mempelajari rumus rumusnya.
"Stella, boleh gabung?" tanya David yang langsung duduk di depannya.
"Ha? ah.. bo boleh" Stella lantas melirik Lusi yang tampak sedikit kaku dan dingin.
'Ada apa dengan Lusi? salah jajan?'
"Kamu udah nyampe situ?" tanya David yang melihat Stella sedang mempelajari materi yang David bahkan belum pelajari di kelasnya.
Stella mengangguk.
"Ajari aku darimana kamu bisa dapet hasil segitu. Menurut rumus kan-"
"Salah, cari dulu persamaannya, terus itung yang ini, yang ini, lalu..." Stella menjelaskan dengan lancar. Bahkan David berkali kali memintanya mengulang kembali langkah dengan soal yang berbeda.
Hingga tanpa Stella sadari Luna sudah menghilang dari meja mereka.
"Si, tadi kemana sih, main ngilang aja" tanya Stella yang menaruh setumpuk jajanan yang Lusi bawa ke perpustakaan.
"Maaf, Stell. Gue tadi sakit perut gak berenti berenti"
"Trus sekarang gimana? udah ke UKS minta obat?" tanya Stella khawatir karena air muka Lusi yang murung.
"Udah mendingan"
"Fuhh.. syukurlah.. eh.. yang namanya nembak yang kek gimana sih?" tanya Stella penasaran.
"Elo mau nembak dia?" tanya Lusi dengan nada sedikit meninggi.
"Sssttt... itu toa kecilin dikit napa" sergah Stella berbisik sambil membekap mulut Lusi.
"Ya enggak lah. Gila aja gue berani nembak duluan"
"Trus? apa dia yang nembak elo ya?" Lusi kembali meninggikan suaranya.
"Iiiiiii tu volume gabisa apa dikecilin, udah dol kali yak" Stella gemas dengan Lusi yang tak bisa mengontrol diri.
"Bukaaaaan.. denger dulu makanya. Jadi gini, pas tadi kita lagi belajar ada cewek yang bilang gini 'Kak David, mau gak jadi pacar aku' cewek nya tuh ya, beuuuhhh cantik bener, kalo gue jadi David udah aku jadiin deh"
"Trus David nerima gak?"
"Dia malah nanya balik sama aku 'boleh ga?' ya aku bilang terserah"
"Jadi dia bilang nerima ato enggaaaa" Lusi terlihat gereget.
"Dia bilang 'kata dia gak boleh' sambil nunjuk aku. Lah marah kan tuh cewek sama aku sampe diluar perpus dia seret aku nangis nangis minta gue ijinin dia jadi pacarnya dia. Apa urusannya sama gue coba?" cerocos Stella membuat Lusi terdiam.
"Si.. ngomong lagi dong, gue salah ngomong ya tadi. Harusnya gue bilang boleh aja ya?"
plakk
Lusi menjepret lengan Stella.
"Kalo lo bilang boleh, gimana nasib kita kita"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
linanda eneste
jd lusi deketin karna ada udang dibalik bakwan.. enduul
2023-11-27
2
Uthie
kayanya di sini sahabat udah mulai bermuka dua itu 🤨
2023-11-01
1
YK
dasar manipulatif
2023-10-21
0