Kulihat jam, sudah hampir 1 jam mata pelajaran aku lewatkan. Gegas aku turun dari brankar ruang UKS menuju kelas meninggalkan bu Fanny yang tampak masih khawatir padaku.
Seandainya saja ibuku perhatian dan khawatir padaku seperti itu.
Ah sudahlah.
Tapi aku masih bingung dengan seragam dan kaca mataku. Apa aku tadi berhalusinasi?
Bahkan di seragam ini terdapat namaku yang dijahit rapi.
Tapi.. jahitannya aneh.. terlalu rapi menurutku.
Dan baunya.. bukan bau pelicin pakaian yang biasa aku pakai.
Sepanjang koridor aku terus menilik dan mengendus seragamku yang kelewat tak biasa.
tok
tok
Ketukan pintu itu suaranya tak lebih nyaring dari suara detak jantungku. Bagaimana tidak, sekarang adalah pelajaran matematika, pengajarnya dikenal killer oleh seluruh siswa. Dan aku melewatkan 1 jam. Itulah yang membuat jantungku seperti mau berhenti mendadak.
Perlahan kubuka handle pintu sambil mengucap mantra, berharap tak mendapat semburan amarahnya.
klek
ngiiiiik
Suara derit pintu dalam suasana kelas yang hening menambah kadar kengerian yang mungkin terjadi.
ekhem
Kulancarkan kerongkonganku agar suara kecilku bisa keluar bagaimanapun aku harus meminta maaf.
"Maaf, pak.. saya.. saya.."
"Stella.."
"Maaf tadi saya-"
"Kamu sudah baikan?"
"Hah?"
Apa tidak salah? Pak Fredi yang terkenal killer itu bertanya dengan lembut dan ramah, lalu.. perhatian?
Apa mantranya berhasil?
"A ah.. i..iya.. sudah baikan..p..pak" jawabku gagap. Lantas aku melirik pada teman teman sekelasku yang kesemuanya menatap dengan penuh kebencian padaku. Tak terkecuali.
"Apa kamu yakin bisa mengikuti pelajaran bapak, kalau masih pusing kebali ke UKS saja , Stella" lagi, pak Fredi berkata dengan penuh perhatian dan kekhawatiran.
"Sa.. saya.. tidak apa apa pak"
"Ya sudah. Silahkan kembali ke meja mu"
Aku mengangguk dan langsung menyeret kaki kecilku ke kursi paling pojok.
"Apa yang kalian lihat, selesaikan" bentaknya pada seisi ruangan yang menyoroti ku hingga aku duduk di kursi ku. Aku yang baru mendaratkan pantatku kembali berdiri karena terlonjak kaget.
Semua teman sekelas sontak menunduk dan menghitung yang tidak mereka mengerti.
Soal apa yang mereka kerjakan? Tak ada soal di papan tulis bahkan buku paket tidak ada diatas meja. Ingin aku bertanya pada teman yang duduk didepanku, tapi sepertinya ide yang buruk.
Akhirnya aku mendekati meja guru killer dengan keringat sebesar biji jagung muncul dipelipis.
"Ya, ada apa Stella, apa kamu masih pusing?"
"eee.. bukan.. anu.. sekarang ngerjain soal yang mana ya pak?" tanyaku akhirnya.
"Ooh.. mereka mengerjakan remedial. Kamu gak usah ngerjain, kan kamu waktu itu lagi ikut lomba, jadi nilai kamu bapak ambil dari lomba itu saja, ya"
"ah.. jangan pak. Saya.. saya minta soal aja.. gak enak kalo gak ngerjain bareng" pintaku beralasan agar aku tak bengong sendirian.
Pak Fredi tersenyum.
Hih
Kok manis?
"Ya sudah, nih kamu kerjain seselesainya saja. Santai saja mengerjakannya. Toh nilai kamu sudah bapak pegang" ucapnya sembari memberikan 2 lembar soal matematika berisi soal cerita sebanyak 60 soal.
Tapi dia kembali tersenyum.
Ya Tuhan..
Bisa digantung satu kelas ini aku.
Pasti mereka bakal bilang kalo aku sok kecakepan.
Aku meraih kertas soal itu sambil mengangguk berterima kasih lalu berbalik.
Benar saja, mereka lagi lagi menatapku sinis.
"Apa lagi yang kalian lihat"
"Astaghfirullah" aku kembali terkejut lalu bergegas kembali ke tempat duduk ku.
"Sok kecakepan"
"Sok pinter"
"Belagu"
"Sombong"
Itulah yang kudengar sepanjang perjalanku ke bangku, serasa menjelajahi gurun sahara, tak berujung, hanya hawa panas dari cacian yang meniup tubuhku.
"Seperti biasa, aku tak peduli dengan cacian mereka. Aku memilih mengerjakan soal yang bapak berikan. Tiap soal bisa ku kerjakan dengan mudah. Ku lirik jam dinding ternyata masih ada setengah jam lagi, dan aku sudah selesai.
Aku diam.
Kulihat mereka masih menggaruk kepalanya tampak frustasi.
Bahkan ada yang menelungkupkan kepalanya diatas kertas soal.
Aku bingung apa yang harus ku kerjakan. Jika saja ada yang bertanya padaku, dengan senang hati aku akan membantunya.
"Yang sudah selesai, boleh keluar" Pak Fredi memberikan pengingat.
Aku langsung berdiri dan menyerahkan kembali lembaran yang sudah ku isi.
"Sudah selesai semua?" tanya pak Fredi sedikit tercengang.
Aku hanya mengangguk lalu berbalik dan melangkah keluar. Sedangkan pak Fredi masih setia membuka mulutnya menatap lembaran yang sudah ku isi dengan cara menghitung dan hasil akhir.
Aku tak tau harus kemana.
"Perpustakaan" pilihanku akhirnya.
"Lihat kalian, sedari awal kalian mengarjakan tapi bla.. bla..bla.." terdengar pak Fredi mengomel.
"Gawat, mereka pasti menyalahkan aku" gegas aku berlari ke perpustakaan.
ciiiit
brukk
Ugghh..
karena sol sepatu ku licin, aku tak bisa mengerem langkahku saat seseorang tiba tiba keluar dari perpustakaan.
Dan kami bertabrakan.
Tidak ada jatuh mendramatisir seperti dalam drama korea, kami jatuh terduduk masing masing berhadapan.
"Maaf.."
Ucap kami bersamaan sambil mengusap bokong kami masing masing.
Aku mendongak karena merasa salah mendengar.
Tak ada yang pernah meminta maaf padaku.
"Kamu.. baik baik aja?" tanya laki laki itu padaku sambil mengulurkan tangan membantuku berdiri. Wajahnya.. seperti tak asing.
Aku mengangguk cepat menjawab pertanyaannya. Lalu membetulkan posisi kacamataku karena anggukan ku.
"Kamu cocok pake kaca mata itu" ucapnya tiba tiba, sambil tersenyum.
"Hah?"
Wajahku menghangat. Dia kembali melemparkan senyum sambil melangkah pergi, lalu berbalik untuk melambaikan tangan padaku.
Aku membalasnya kaku.
Benarkah dia melambai padaku, aku melihat kebelakang tapi tak ada siapapun.
"Benar dia melambai padaku" seruku berbunga. Siapa yang tidak jika diberi senyuman manis dan hangat dari lelaki setampan itu.
Aaaahhhh... ingin rasanya meleleh..
Aku langsung masuk ke perpustakaan. Hingga jam istirahat habis akupun selesai dengan menu makan siangku.
Ensiklopedia Sains jilid 5.
5 menit lagi bel berbunyi, aku berniat ke kamar mandi untuk buang air kecil lalu cuci muka.
brakk
Seseorang memepetku di tembok dengan tatapan nyalang, tangannya mencengkram dan menekan dada hingga leherku. Dengan suara rendah dan rahang mengetat, perempuan yang kemarin mengintimidasiku berkata
"Jangan kecentilan kamu ya, ngapain deket deket sama david"
Aku menggeleng cepat.
"Dasar munafik, perlu dikasih pelajaran nih cewek"
Aku memejamkan mata saat melihat tangannya terangkat dan aku tau dimana tempat mendaratnya
grepp
"Lepas.. jangan ikut campur"
Aku terkesiap. Ada seorang murid perempuan yang mencekal ayunan tangan siswi bengal didepanku ini.
"Lo kalo gini caranya berarti ngakuin kalo dia cakep" ucapnya datar dengan wajah datar.
"Berisik lo. Mo jadi pahlawan kesiangan lo, hah? elo juga nyinyirin dia kan?"
"Seenggaknya gue gak pake cara kotor kek elo buat dapetin perhatian David. Harusnya lo ngaca, siapa yang sok kecakepan nganggep David merhatiin elo"
Siswi itu lantas membuka pintu toilet lebar lebar agar apa yang ada didalam terlihat.
"Awas lo ya. Gue bales lo" desisnya pada siswi yang menolongku itu melepas cengkraman seragamku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rusmini Rusmini
hmm anak remaja labil... rasa empati pd teman udh gak ada yg ada rasa iri dengki
2025-02-04
0
fifid dwi ariani
bersemangat
2023-11-10
0
Sandisalbiah
bullying emang menjadi momok buat ank yg mengalami krisis kepercayaan diri... dan muridnya kasus ini gak cuma terjadi di kalangan sekolah elit aja bahkan di pelosok kampung juga ada...
2023-10-10
0