Dua perempuan yang tengah sibuk di kebun bunga itu tidak sadar, jika mereka tengah diawasi. Mereka terlampau asyik memetik setiap bunga yang menarik di mata Frisha, rencananya ia ingin mengganti bunga-bunga yang sudah hampir layu. Agar rumah itu selalu terlihat fresh setiap harinya.
Diam-diam, pria yang mengawasinya mengambil gambar tanpa sepengetahuan siapa pun. Kemudian melajukan mobilnya, menjauh dari kediaman Xavier.
“Nona! Apa nona bahagia?” tanya Tania menyerahkan beberapa tangkai bunga.
“Menurutmu?” Frisha bertanya balik.
“Pasti bahagia ya. Nyonya sepertinya sangat menyayangi Anda,” cetus Tania mengajak Frisha kembali karena mereka sudah mendapat banyak bunga.
“Mmm ... ya. Karena kebaikan mommy, aku tidak bisa membenci Xavier, seburuk apa pun perlakuannya padaku.” Frisha tanpa sadar keceplosan.
Tania menghentikan langkahnya, ia membelalak, “Tuan kasar pada Anda? Menyakitinya bagaimana?” serunya sedikit panik.
“Eh, enggak kok. Bukan gitu maksudnya. Cuma, dia memang tidak bersikap layaknya seorang suami. Seringnya ketus aja. Tapi sejauh ini nggak pernah kasar,” ralat Frisha dengan cepat.
Khawatir akan dilaporkan pada ibu mertuanya dan akan memunculkan masalah baru. Misinya untuk membuat Xavier luluh, sama sekali belum terlaksana. Jadi, sebisa mungkin Frisha tidak ingin menambah masalah baru.
“Oh, syukurlah!” sahut Tania membuat Frisha mendesah lega.
Dengan bantuan Tania, Frisha mengganti semua bunga yang hampir layu dengan bunga segar yang baru dipetik. Mereka sangat menikmatinya. Sesekali tertawa memekik ketika mereka bercerita hal yang lucu.
Xavier sedari tadi mengamatinya dari lantai dua. Manik matanya bergerak mengikuti setiap gerakan Frisha. Detail wajah gadis itu terekam jelas oleh pandangannya. Senyum tulus yang terurai dari bibirnya, juga tak luput dari pantauan Xavier.
Tanpa sengaja Frisha mendongak ketika hendak berpindah tempat. Keduanya saling bertatapan, “Xavier? Kau suka tidak? Maaf tidak izin padamu, karena aku merasa rumah ini terasa mati!”
“Berisik!” ketus Xavier lalu melenggang masuk ke kamarnya.
“Apa dia nggak suka ya?” Frisha bertanya-tanya.
“Menurut saya sih bukan seperti itu, Nona. Kalau Tuan muda tidak suka, pasti langsung marah dan disuruh membuangnya,” tanggap Tania membesarkan hati Frisha.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=...
Frisha bergeming, duduk melamun menatap makanan yang tertata rapi di hadapannya. Pandangannya terus mengarah ke atas. Belum ada tanda-tanda Xavier keluar dari kamarnya.
“Apa dia tidak makan malam?” gumam Frisha.
“Nona, sebaiknya Anda makan terlebih dahulu. Kemudian minum obatnya, sudah saya siapkan,” anjur Tania yang setia di belakangnya.
“Tidak, Tania. Aku harus memulai sebuah project,” sahutnya tersenyum misterius.
“Project apa, Nona?”
“Project memikat hati suami.” Frisha dan Tania tertawa renyah. Bersamaan dengan datangnya Xavier ke meja makan, hingga mengejutkan dua perempuan itu.
Pria itu tidak menoleh sedikit pun pada Frisha. Ia duduk tegap dan hendak memulai makan malamnya tanpa suara.
Frisha segera merebut piringnya, “Biarkan aku menjalankan tugasku!” ucap Frisha menyendokkan makanan yang didekatkan Tania padanya.
Malas berdebat, Xavier melepasnya. Hanya melempar tatapan malas tanpa bersuara.
Mereka pun makan malam bersama, meski hanya denting sendok yang menggema di ruangan yang luas itu.
Xavier yang tidak sengaja tersedak, membuat Frisha bergegas menuangkan air putih lalu menyodorkannya pada sang suami.
“Hati-hati,” ucap Frisha, tangan satunya menepuk-nepuk punggung Xavier.
Tak ada tanggapan, Xavier meneguk minuman itu hingga tandas. Kemudian hendak beranjak meninggalkan meja makan.
“Xavier, tunggu!” cegah Frisha menarik ujung jari pria itu. Xavier menoleh, menatap tangannya dan Frisha bergantian. Sorot matanya seakan mengatakan, ‘Ada apa?’
“Malam ini, bisakah kita tidur bersama?” ajak Frisha dengan senyum lebarnya.
Hentakan tangan Xavier membuat tautan tangan mereka terlepas, “Jangan mimpi!” tegas pria itu melenggang pergi kembali ke lantai dua.
Tania yang mengamati sedari tadi, kini mendekat, “Anda tidak apa-apa, Nona?” tanya Tania khawatir.
“Enggak apa-apa. Oh ya, mungkin dia lanjut kerja. Tolong antarkan kopi untuknya ya. Aku buatin dulu,” pinta Frisha bersemangat ke dapur.
Ia membuatkan kopi tanpa gula seperti biasanya. Kemudian menyerahkan pada Tania agar diantar ke ruangan Xavier.
“Kalau dia nggak mau, paksa saja!” celetuk Frisha tertawa.
“Nona, sabar ya!” balas Tania merasa iba.
“Tenang aja! Aku nggak apa-apa!” sahut Frisha segera meminum obat yang sudah disiapkan Tania sebelumnya.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=
...
Hari terus bergulir. Di tengah kesibukan pekerjaannya, Xavier menyempatkan sedikit waktunya untuk melacak semua bukti yang mencelakai ayah mertuanya.
Sudah genap seminggu, pria itu berusaha sendiri. Tidak ingin siapa pun tahu. Karena belum terlalu fokus, ia sedikit lambat menemukannya.
Setiap hari Frisha selalu melakukan hal yang sama, meladeninya ketika makan, menyiapkan kopi setiap pagi dan malam hari, mengajaknya tidur bersama walau selalu ditolak mentah-mentah. Tetapi Frisha sama sekali tidak berkecil hati. Apalagi sesekali menerima telepon dari Khansa, yang selalu menguatkannya.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=
...
“Xavier, hari ini aku mau kontrol ke rumah sakit. Bisakah kamu mengantarkanku?” tanya Frisha ketika mereka sarapan bersama.
“Tidak!” Singkat, padat dan jelas penolakan itu. Frisha tentu sudah tahu jawabannya, hanya saja ia ingin memastikan.
“Yaudah, aku berangkat sama Tania ya,” izin Frisha yang tidak mendapat jawaban dari Xavier.
Frisha hanya menghela napas panjang. Sudah makanan sehari-hari diabaikan, ditolak seperti itu.
Xavier menyerahkan sebuah golden card dari dompetnya. “Pakailah semaumu! Itu ‘kan yang kamu mau?” ucap Xavier beranjak berdiri lalu berjalan meninggalkannya sendiri di meja makan.
Bibir Frisha bergetar menatapnya, rasanya berat sekali menyentuh benda itu. “Jadi dia berpikir aku hanya menginginkan uangnya? Aku cuma butuh tempat berlindung,” gumamnya menyeka air mata yang jatuh tanpa diminta.
“Nona! Bagaimana? Tuan muda mau mengantar ‘kan?” tanya Tania yang baru datang usai mengurus pendaftaran di rumah sakit secara online.
“Ah, sepertinya dia sibuk, Tania. Sama kamu aja,” ucap Frisha.
“Baiklah, Nona. Mari kita bersiap!” ajak Tania mendorongnya ke kamar untuk berganti pakaian.
Selang 15 menit, Frisha keluar mencari keberadaan Tania. Ternyata gadis itu sedang memanasi mobilnya di pelataran. Melihat kehadiran Frisha, Tania segera keluar dari mobilnya, lalu membantu Frisha duduk di kursi penumpang.
“Tania, kamu wonder woman ya ternyata. Serba bisa!” puji Frisha setelah mereka bersama selama beberapa hari ini.
“Ah, Nona bisa aja!” elak Tania menjalankan mobilnya. “Ayah saya itu asisten pribadi tuan besar sejak masih muda, Nona. Bahkan sebelum mereka menikah. Jadi, setelah lulus kuliah, saya memutuskan mengabdi pada keluarga ini,” cerita Tania.
“Oh ya? Wah, pasti keluarga ini sangat baik ya. Ayah kamu sampai setia banget, bahkan sampai kamu sendiri ikut mengabdi,” tanggap Frisha kagum.
“Benar, Nona. Asal setia dan tidak berkhianat, Tuan dan Nyonya besar baiknya nggak kira-kira,” seloroh Tania tertawa.
Frisha mengangguk mengiyakan, memang benar. Ia beruntung sekali bisa masuk ke Keluarga Sebastian. Dia merasakan sendiri kehangatan keluarga tersebut. Meskipun tidak mendapatkannya dari sang suami.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Tania menghentikan mobilnya secara mendadak. Lamunan Frisha buyar seketika. Matanya membelalak ketika melihat ke depan, banyak sekali orang yang menghadangnya.
“Tania,” panggil Frisha mencengkeram ujung roknya karena takut.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Renireni Reni
itu suruhannya morgan kayaknya
2023-03-14
3
Renireni Reni
tania kayaknya bukan perawat biasa...
2023-03-14
0
Yunia Afida
asisten gery nikah ama siapa
2022-11-18
0