"Tuan Cornelius dan istrinya". Aleris mengatakannya dengan nada tak yakin.
"Kau yakin merekalah yang benar-benar meracunimu ?" Arran masih ragu dengan pernyataan dari Aleris.
"Aku juga tak yakin, tetapi aku melihat Tuan Cornelius mengajak bicara pada Pramusaji itu dan Nyonya Cornelius yang hampir menyentuh cangkir berisi racun itu tetapi tak jadi. Apa menurutmu mereka adalah pelakunya?". Ungkap Aleris.
"Jika mendengar penjelasanmu barusan aku percaya bahwa mereka adalah pelakunya. Tetapi kita butuh bukti yang kuat untuk menuduh mereka adalah pelakunya di mata hukum. Apakah kau memiliki buktinya?" Tanya Arran.
"Huft, aku tak punya buktinya. Tetapi aku yakin itu terekam di CCTV kan ?"
"Ya. Aku akan meminta Pak Lee untuk mengecek CCTV segera. Aku juga harus pergi ke White Prison. Kau beristirahatlah, ada suster yang berjaga untukmu jadi jika butuh sesuatu kau tekan saja bel ini". Jelas Arran sambil menunjukkan bel kepada Aleris.
"Ya, baiklah. Eh, kau mau pergi ke mana barusan? White...."
"White Prison. Kau kan sudah tahu tempat itu. Aku menahanmu di sana waktu itu".
"Ah, tentu saja. Jika mengingat kembali hal itu membuatku semakin kesal padamu. Ah, apa aku harus melakukan sesuatu agar rasa kesal ini menghilang ya? Coba ku pikir". Aleris tersenyum licik pada Arran.
"Aa-aku harus pergi sekarang, Kakek pasti sudah menungguku". Arran keluar ruangan dengan terbirit-birit. Ia takut jika Aleris akan melakukan sesuatu padanya.
"Ahahaha, lucu sekali melihatnya lari ketakutan seperti itu". Ucap Aleris sambil menyeka kelopak matanya. Ia begitu puas saat melihat ekspresi Arran yang panik dan langsung kabur.
***
White Prison, pukul 06:00
"Sial" Arran menggeram marah. Ia kesal karena ia kehilangan bukti dari kasus keracunan istrinya.
CCTV itu tidak bisa merekam meja tempat mereka makan semalam. Sepertinya pelaku memang sengaja memilih meja itu untuk menghindari CCTV. Arran makin yakin kalau pelakunya adalah Tuan Cornelius dan istrinya karena merekalah yang mengajak Aleris dan Arran untuk duduk semeja dengan mereka. Tetapi Arran tidak bisa menyeret mereka ke penjara saat ini karena ia tidak memiliki bukti yang cukup kuat. Satu-satunya harapan adalah pramusaji itu. Arran harus membuatnya buka mulut agar bisa menyelesaikan kasus ini.
Arran dan Kepala keamanan Lee pergi ke ruang interogasi. Di sana sudah ada Kakek dan Kepala keamanan Yosep serta para bodyguard yang tengah menginterogasi si pramusaji. Wajah pramusaji itu sudah babak belur dan tubuhnya mulai lunglai lemas.
"Kau dibayar berapa olehnya hah ? Atau kau diancam agar tetap tutup mulut?" Kakek memegang wajah Pramusaji itu dengan tatapan jijik.
"Aku benar-benar tak tahu apapun. Kumohon lepaskan aku". Ucap pramusaji itu memelas.
Arran lalu menghampiri Kakek. Ia menatap pramusaji itu cukup lama hingga Kakek mendekatinya.
"Dia belum mau mengaku". Ucap Kakek pada Arran.
"Kita harus sedikit menekannya".
"Aku sudah mencoba cara kekerasan tetapi ia masih bersikeras".
"Hemm begitu ya".
Arran lalu melangkah mendekati pramusaji itu. Ia mencoba bersikap ramah pada pramusaji itu.
"Dengar, aku dan semua orang yang ada di sini tidak akan mencelakaimu. Kami hanya ingin kebenaran darimu. Kau tahu kan seseorang telah dalam bahaya karena hal ini? Ku harap kau mau membantu kami untuk menyelesaikan kasus ini. Aku berjanji tidak akan menyakitimu jika kau mau memberitahuku siapa yang telah menyuruhmu dan aku akan memberikan perlindungan padamu agar kau tidak diincar oleh orang yang telah menjebakmu itu asal kau mau berkata yang sejujurnya".
Pramusaji itu hanya diam. Ia sepertinya tengah menimbang-nimbang tawaran dari Arran. Keyakinannya kini mulai goyah.
"Kau janji akan melindungiku dari mereka ?" Pramusaji itu akhirnya berbicara pada Arran.
"Ya aku janji". Jawab Arran.
Seketika pramusaji itu mulai terlihat lebih tenang. Ia mulai melemaskan otot-ototnya dan membenarkan posisi duduknya. Ia mulai angkat bicara.
"Saat itu aku dipanggil oleh Koki untuk mengantarkan makanan pembuka. Aku mengantarkan makanan itu bersama temanku. Saat aku kembali untuk mengambil makanan tiba-tiba ada yang memanggilku dari meja makan paling belakang. Ia seorang wanita yang berpakaian serba hitam. Aku bahkan tak mampu mengenali wajahnya karena masker dan kacamata serta topi bundar yang ia kenakan. Ia juga mengenakan mantel tebal".
"Ia menyuruhku untuk mendekatinya. Aku menurut saja. Saat sampai di meja ia memberiku segelas teh. Ia menyuruhku untuk mengantarkannya pada meja Anda Tuan. Aku juga disuruh untuk mengenakan sarung tangan itu. Aku sudah curiga saat itu, pasti teh itu bukan teh biasa makanya aku harus pakai sarung tangan. Awalnya aku menolaknya tetapi ia memberiku sejumlah uang, akhirnya akupun menyetujuinya. Aku diancam akan di bunuh jika aku buka mulut. Aku takut Tuan". Pramusaji itu mengakhiri penjelasannya dengan wajah dan tubuh menggigil. Arran semakin geram, ia meninju meja yang ada di hadapan pramusaji itu.
"Pak Lee kita harus mengecek CCTV kembali. Tolong cek juga daftar tamu undangan. Nampaknya dia adalah pelaku yang sebenarnya". Ucap Arran.
Arran dan Kepala keamanan Lee pun pergi ke ruang CCTV. Mereka mengecek setiap video yang berhasil tertangkap oleh CCTV. Arran lalu menyuruh pengawas untuk menghentikan putaran video CCTV itu.
"Itu dia". Arran menunjuk ke layar.
"Dia keluar dari WC? Ya! Tentu. Lewat ventilasi! Kenapa aku terkecoh dengan hal-hal kecil seperti ini". Ucap Arran.
"Berarti dia bukan dari tamu undangan Tuan. Lalu siapa dia sebenarnya? Jika anda hendak mengecek CCTV dapat ku pastikan dia akan keluar dari Griya Tawang lewat ventilasi WC lagi. Dia benar-benar penyelundup pesta yang handal". Ucap Kepala keamanan Lee.
"Kau sudah memastikan bahwa semua orang yang ku undang hadir semua di pesta tadi malam?" Tanya Arran.
"Ada beberapa orang yang tidak hadir Tuan. Ibu dan Kakak tiri anda, Rhea Lysander, dan Profesor Meeran". Jawab kepala keamanan Lee. Ia lalu menyodorkan daftar tamu undangan yang hadir.
"Aku yakin pelakunya adalah salah satu dari mereka". Ucap Arran sambil melihat isi daftar tamu undangan.
"Tetapi Profesor Meeran kan seorang lelaki. mungkin kita bisa mengecualikannya". Timpal Kepala keamanan Lee.
"Tidak, bisa saja ia menyamar menjadi seorang wanita" jawab Arran dengan yakin.
Kepala keamanan Lee kaget saat mendengar pernyataan dari Arran barusan. Sementara Arran kini tengah menatap tajam pada layar CCTV yang tengah menampilkan sosok wanita serba hitam itu. Seseorang yang keluar masuk lewat ventilasi, pasti ia adalah orang yang mengetahui dengan baik kondisi apartment ini. Siapa dia sebenarnya? Apakah dia memang benar-benar salah satu dari beberapa orang yang tidak hadir di pesta itu. Atau justru ada orang lain di luar sana yang telah menyelinap ke Griya Tawang tanpa undangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments