Kantor Polisi Kota, 29 Mei pukul 01 : 00
"Sudah kubilang bukan aku pelakunya. Kenapa kau masih ngotot Pak Penyidik?". Ucap Arran.
Sudah empat jam ia diinterogasi di sebuah ruangan terkunci dan hanya berpenerangan sebuah bohlam yang menyala redup. Udara yang pengap semakin menambah rasa jengkel Arran. Polisi itu benar-benar sudah menuduh orang yang salah.
"Masih mau mengelak ya, sudah jelas kau ada hubungannya dengan kasus pembunuhan ini. Kau orang terakhir yang Tuan Cornelius temui malam ini". Ucap menyidik itu sambil mengangkat kedua alisnya.
"Omong kosong. Sudah jelas pelakunya adalah supirnya sendiri. Ia sengaja mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan menabrakkannya pada separator bus sehingga menimbulkan percikan api. Dia dibayar untuk melakukan semua itu!". Arran menjelaskannya dengan penuh emosi. Tangannya meninju meja yang ada di hadapannya.
"Tetapi bukti berkata lain Tuan Arran! Supir itu mengenakan name tag dari perusahaanmu. Ia menyelinap untuk jadi supir bohongan Pak Cornelius dan itu pasti atas suruhanmu. Ditemukan juga sidik jari yang cocok dengan sidik jarimu di map cokelat milik Pak Cornelius. Untung saja map itu berada dalam koper anti terbakar sehingga bukti tak hilang saat kejadian. Kau tidak bisa menyangkal kali ini. Akui saja perbuatanmu sekarang!". Penyidik itu juga tak mau kalah. Ia melontarkan tuduhan disertai dengan bukti yang ada dengan nada berapi-api.
"Map cokelat itu milik Ayahku. Karena map itulah alasan kami bertemu malam ini. Namun name tag itu, aku tak tahu dari mana pelaku itu mendapatkannya. Sudahlah, biarkan aku pergi sekarang. Kau tak berhak untuk menahanku seperti ini".
"Kau harus ditahan sampai ada bukti yang menunjukkan bahwa kau tak bersalah atas kejadian ini". Ucap sang penyidik.
Penyidik itu akhirnya bangkit dari kursinya. Arran begitu marah saat mengetahui bahwa dirinya harus dibui atas tuduhan yang tak benar ini. Ia langsung bangkit dan menjambak kerah sang penyidik. Napasnya seperti diburu, matanya tajam menatap sang penyidik.
"Beraninya kau menahanku tanpa bukti yang kuat. Akan kuberi pelajaran kau".
Arran mengepalkan tangan kanannya. Ia hendak menyerang penyidik itu, tetapi untungnya datang dua sipir yang sedari tadi mengawasi proses inteogasi mereka. Kedua sipir itu menghentikan Arran yang hendak menyerang sang penyidik. Sipir itu memegang keua lengan Arran dan terpaksa harus memborgolnya. Arran sudah tak karuan. Ia tak habis pikir dengan para Polisi ini. Arran tak bisa melawan mereka, apalagi kondisinya kini tengah di borgol. Ia terpaksa harus menerima semua ini.
Arran digiring menuju sel tahanan. Belum sampai ia memasuki sel tiba-tiba muncul seseorang dari tim DVI yang hendak menghampiri sang penyidik. Ia membawa beberapa lembar berkas lalu menunjukkannya pada sang penyidik.
"Ditemukan bukti lain dari CCTV yang terpasang di jalanan XXX. Mobil koban ternyata dikejar oleh mobil lain dari belakang. Mobil itu sengaja tak menggunakan plat nomor agar tak dikenali. Dan ternyata supir itu adalah supir Pak Cornelius. Seseorang telah memasukkan name tag palsu ke sakunya. Sepertinya ini kasus pembunuhan berencana yang sama seperti kasus yang pernah terjadi dua puluh tahun yang lalu. Kita harus mengungkap kasus ini kali ini. Pasti pelakunya masih orang yang sama". Tim DVI itu menjelaskan dengan nafas yang terengah-engah dan tangan yang gemetaran.
Mengetahui kebenaran yang ia dengar dari tim DVI sang penyidik akhirnya membebaskan Arran.
"Buka borgolnya. Ia bukan pelakunya". Perintah sang penyidik kepada kedua sipir yang tengah memegangi lengan Arran.
"Sudah kubilang dari tadi bahwa bukan aku pelakunya. Untung aku tak ada niatan untuk menuduhmu dalam asas praduga tak bersalah. Jika ya, maka kaulah yang akan ada di sel itu Pak penyidik". Ucap Arran dengan nada ketus.
Arran Akhirnya berhasil dibebaskan dari tuduhan yang tak benar itu. Ia berjalan keluar dari kantor Polisi dan sudah ditunggu oleh Kepala keamanan Lee.
"Apakah kau menemukan sesuatu di TKP?". Tanya Arran sambil membenarkan kerah bajunya.
"Sama seperti dua puluh tahun yang lalu, Tidak. Mereka selalu berhasil dalam menutup kasusnya agar tidak terungkap. Aku selalu yakin bahwa dalang dibalik kejadian ini adalah dalang yang sama dibalik kejadian dua puluh tahun yang lalu itu". Jelas Kepala keamanan Lee dengan wajah datar.
"Aku tak akan membiarkannya lolos dengan mudah. Aku punya rencana, ku harap kau benar-benar setia padaku dan membantuku Pak Lee".
"Tentu Tuan. Ngomong-ngomong, aku menemukan sesuatu di bawah mobilmu. Sebuah alat pelacak tertempel di ban depan sebelah kanan mobilmu. Ku rasa ini ada kaitannya dengan kasus pembunuhan Pak Cornelius. Mungkin pelakunya hendak melacak keberadaan Pak Cornelius dengan memasangkan alat itu padamu. Sepertinya ia sudah mengetahui terkait janji temu mu dengan Pak Cornelius malam ini". Kepala keamanan Lee mengeluarkan sebuah alat kecil sebesar koin dan menunjukkannya pada Arran.
"Alat pelacak? Siapa yang memasangkannya di mobilku? Sebentar, jika ku ingat-ingat..., ya benar! Gadis dari restoran itu. Tak kusangka, ku kira ia sepolos seperti kelihatannya".
"Gadis dari restoran?". Tanya Kepala keamanan Lee dengan keheranan.
"Ia, dia adalah juru masak di restoran itu. Temukan ia segera dan bawa ke hadapanku!". Ucap Arran dengan penuh amarah. Wajahnya seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.
"Baik Tuan". Ucap Kepala keamanan Lee.
Malangnya nasib gadis itu yang kini menjadi sasaran tuduhan pelaku dari kasus pembunuhan Pak Cornelius. Akankah gadis itu selamat dari kejaran Arran dan antek-anteknya?
Kelana Caffe, 30 Mei pukul 13.00
Aleris duduk melamun di dekat jendela Caffe. Ia menatap kosong ke arah jalanan yang ada di luarnya. Ia mengacuhkan Tryan yang dari tadi duduk di depannya. Sesekali ia memutar kepalanya menghadap Tryan untuk memastikan bahwa Aleris menyadari keberadaan Tryan di dekatnya. Tryan sebenarnya tengah gelisah. Saat ini ia tengah menantikan jawaban hidupnya yang akan keluar dari mulut wanita yang ada di hadapannya itu. Apakah Aleris akan menerima lamarannya kemarin atau tidak.
"Al, sudah setengah jam kau melamun seperti ini. Are you alright?". Tryan tak sabar, ia akhirnya memutuskan untuk menanyainya terlebih dahulu.
"Aku baik-baik aja kok Kak. Aku cuma lagi pengen ngelamun aja". Ucap Aleris dengan nada datar.
"Al, aku udah kerja bareng sama kamu selama bertahun-tahun, jadi aku udah kenal baik banget sama kamu. Aku tahu kok jika saat ini kamu lagi gak baik-baik aja. Kalo kamu lagi butuh waktu sendiri, it's okay kok. Kamu boleh pulang sekarang. Aku juga gak maksa kamu buat jawab sekarang. Aku siap menunggu jawaban dari kamu kapanpun itu Al".
Tryan akhirnya mengalah dan mengesampingkan keinginannya. Mengingat kondisi Aleris saat ini, ia tak tega jika harus memaksakan kehendaknya pada Aleris.
"Kak, aku jadi tidak enak padamu. Tetapi, aku sungguh benar-benar bingung saat ini. Aku mungkin harus pulang sekarang". Ucap Aleris dengan wajah lesu.
"Ya, benar kau harus pulang sekarang dan beristirahatlah dengan baik".
"Terima kasih Kak atas pengertiannya. Aku pulang dulu ya".
"Em, sampai jumpa Al".
"Sampai jumpa lagi Kak Tryan".
Aleris pergi meninggalkan Tryan yang kini merasa sendirian diantara keramaian. Aleris sebenarnya sudah meyiapkan jawaban untuk lamaran dari Tryan, tetapi kejadian di halte bus tadi membuat hati Aleris goyah dan menjadi bimbang seperti saat ini. Ia kini mempertanyakan hidupnya, apakah ia benar-benar sendirian di dunia ini atau justru sebenarnya memiliki keluarga yang kini tengah mencarinya kemana-mana. Aleris sudah terbiasa hidup sendiri selama dua puluh tahun terakhir sehingga tak pernah terbayangkan oleh dirinya jika ia sebenarnya memiliki keluarga. Apakah Kakek yang ia temui di halte bus itu adalah benar-benar Kakek kandungnya atau bukan.
Aleris berjalan menuju halte bus sambil melamun. Terlalu banyak hal yang ia pikirkan saat ini. Bisa dibilang saat ini ia tengah menyeret kakinya untuk bisa sampai ke apartment-nya. Ia sangat larut dalam lamunannya sehingga tak menyadari bahwa ada seseorang yang tengah membuntutinya dari belakang. Orang itu berpakaian serba hitam. Wajahnya ditutupi dengan topeng hitam. Aleris yang tak menyadari keberadaan orang itu terus berjalan dengan santai. Sedangkan orang itu kian mendekati Aleris.
Orang itu tepat berada di belakang Aleris. Dari gelagatnya sudah dapat ditebak kalau orang itu pasti memiliki niat jahat pada Aleris. Andai saja Aleris sedang dalam kesadaran penuh dan tidak melamun pasti ia masih bisa melarikan diri dari orang itu. Tetapi kali ini Aleris sedang tidak beruntung, ia masih belum menyadari keberadaan orang itu walau jaraknya hanya tinggal sejengkal.
Orang itu kini dengan mudah untuk melancarkan niat jahatnya. Dengan cepat ia menutup mulut Aleris dengan kain. Aleris sempat berteriak tapi sudah tak terdengar. seketika itu juga Aleris tak sadarkan diri. Orang itu lalu menyeret Aleris ke belakang. Tak lama datang sebuah mobil sedan hitam yang berhenti tepat di depan orang berpakaian hitam itu. Aleris dibawa ke dalam mobil oleh orang berpakaian hitam itu dengan dibantu oleh seseorang yang berpakaian serba hitam juga yang turun dari mobil. Aleris kini dalam keadaan bahaya, siapa ulyang akan menyelamatkannya. Ia hanya seorang diri dan tak memiliki keluarga yang akan mencemaskannya jika ia belum kunjung pulang atau menghilang. Akankah Aleris selamat?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
botak
kasus besar sudah 20 Thun..apakah tdak jdi pelajaran,apakah tdak berfikir pasti orang dalam,orang dekat....ok curiga bisa,tp apakah orang yg kau temui sblumnya tdak kau curigai sperti apa yg dikatakan oleh pengacara Cornelius....🧐.....orkai yg g bljar dri pengalaman pahit... maybe
2022-10-07
0
Noer Soeryantie
masih mantau...😁😁
2022-09-06
1